Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Macam-Macam Riba


A.    Macam-Macam Riba

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua, masing – masing adalah riba utang - piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahilliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba Qardh ) ربا القرض )
            Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (Muqtaridh). Bentuknya adalah ketika seseorang meminjamkan modal kepada yang lain dengan ketentuan pengembalian pinjaman setelah satu tahun. Tapi salah seorang dari mereka mengajukan usul agar pengembalian pinjaman bisa dilakukan lebih awal dari tempo yang disepakati, dengan kompensasi nilai modal yang dikembalikan berkurang dari asalnya. Praktek ini sering diungkapkan dengan istilah “Cukupkan dan segeraka” artinya, waktu yang seharusnya dipenuhi, dicukupkan sekarang dan segera bayar hutang. Riba jenis ini juga diharamkan dalam Islam karena praktek ini persis dengan Riba an-Nasi’ah dengan sistem terbalik”.[1]
            Praktek dari riba ini disebut juga dengan “potongan korting surat berharga perdagangan” yang dilakukan antara pengusaha dan konsumen dengan jalan pinjaman. Bentuknya, misalnya, seseorang mengajukan permohonan kepada pedagang alat-alat rumah tangga untuk mendatangkan mesin cuci dengan harga Rp. 20.000,- pembayarannya dilakukan dengan menyerahkan cek bank sebanyak 20 buah dengan nilai tukar Rp. 1000,-. Pengusaha dapat mencairkan setiap bulannya dalam jangka waktu 20 bulan. Tapi pengguna tidak ingin menunggu 20 bulan untuk mendapatkan harga mesin cuci dari bank sebanyak Rp. 20.000,-, maka pengusaha mendatangi bank dan menyerahkan seluruh cek untuk dicairkan dengan kesediaan uang yang diterima tidak utuh, alias dipotong, katakanlah, 10 % atau 100,- dari setiap cek. Pengusaha kemudian hanya menerima uang Rp. 18.000,- dari Rp. 20.000,- yang seharusnya diterima. Pengusaha dalam ini, karena membutuhkan modal telah memberikan riba kepada bank. Sistem Keuangan Islam ( Bank Islam ) telah memberi jalan keluar dengan memberikan “ pelayanan gratis “tanpa free, bagi pengusaha yang membutuhkan modal, dengan tetap menggunakan sistem perdagangan yang berlaku diatas”.[2]
Riba qardh (riba dalam pinjam meminjam). Gambarannya, seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat mengembalikan dengan yang lebih baik atau lebih banyak jumlahnya. Misal: Seseorang meminjamkan pena seharga Rp. 1000 dengan syarat akan mengembalikan dengan pena yang seharga Rp. 5000. Atau meminjamkan uang seharga Rp 100.000 dan akan dikembalikan Rp 110.000 saat jatuh tempo.[3] Ringkasnya, setiap pinjam meminjam yang mendatangkan keuntungan adalah riba.
2. Riba Jahilliyah ( ربا الجاهلية )

            Riba jahilliyah ialah utang dibayar lebih dari pokoknya karena sipeminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang di tetapkannya.”[4] Bentunya berupa jual beli dalam barang-barang riba tanpa ada penambahan nilai dari salah satu pihak, akan tetapi penerimaan barang dengan cara bertahap dari salah satu pihak. Contohnya, seseorang menyerahkan sejumlah uang ke bank, dan bank menerima dengan syarat akan mengembalikannya dikemudian hari kepada orang tadi dengan mata uang lain. Alasan diharamkannya riba ini adalah terjadinya kezaliman dan tida adanya keseimbangan antara kedua belah pihak dalam menerima keuntungan ; bagi yang menerima uang akan mendapatkan kesempatan untuk menggunakan dan memutar uang yang di terima, sedangkan yang akan menerima mata uang lain tidak memiliki kesempatan yang sama. Khalifah Umar Ibnu Al-Khattab berkata,
Janganlah engkau jual emas dengan emas kecuali dengan nilai yang sama, janganlah menambah satu atas yang lainnya, janganlah menjual sesuatu yang ghaib ( barangnya tidak kelihatan wujud ) walaupun ghaibnya hanya sebatas waktu mengambilnya kedalam rumah, janganlah engkau menangguhkan barang yang dijual, sesungguhnya aku takut engkau melakukan Ar-ram’,  yang dimaksud Ar-ram’ adalah riba.[5] 

3. Riba Fadhl ( ربا الفضل  )
            Riba fadhl ialah pertukaran dengan barang yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk jenis barang ribawi. Bentuknya, berupa jual beli barang – barang  yang  disebut barang riba, atau barang yang sejenisnya, dengan penambahan oleh salah satu pihak dan atas asas saling menyerahkan secara langsung. Contohnya, seseorang mnjual 1 kwintal padi jenis unggulan untuk dikembangkan dengan 1 ¼ kwintal padi jenis lain dengan serah terima langsung dari kedua belah pihak. Tambahan seperempat kwintal gandum itu adalah riba yang diharamkan, karena ada unsur ekploitasi dan kedhaliman.”[6] Tapi, kedua belah pihak dalam sistem perdagangan Islam dapat keluar dari transaksi riba jika kelebihan gandum tadi dibayar dengan uang tunai sehingga tidak ada yang rugi dan merugikan. Pada tahapan justifikasi sistem bunga yang konvensional, ada sementara yang berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan Rasulnya, adalah jenis yang dikenal sebagai bunag konsumtif. Yaitu, bunga yang khusus dibebankan bagi yang orang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, seperti makan,minum, dan berpakaian beserta orang yang berada dalam tanggungannya. Hal ini terjadi karena dalam jenis riba tersebut terdapat unsur pemerasan ( Ekploitasi ) terhadap kepentingan orang yang sedang membutuhkan. Karena itu, ia terpaksa meminjam. Namun, sipemilik uang menolak untuk memberi pinjaman, kecuali dengan riba ( bunga ), agar jumlah uang yang dikembalikan nanti bertambah.
            Sebenarnya orang yang melakukan jual beli seperti ini kelihatan bodoh, namun cara ini biasanya dilakukan untuk menghalalkan riba nasi’ah. Syariat Islam mengharamkan riba al-fadhl untuk menutup jalan bagi para pelaku riba agar mereka tidak menjadikannya sebagai jembatan untuk melakukan riba nasi’ah. jika tambahan yang terdapat pada jual beli kurma atau gamdum berkualitas rendah dengan kurma atau gandum yang kualitasnya lebih tinggi dianggap riba dalam Islam dan dilarang oleh rasulullah, lalu bagaimana dengan orang yang meminjamkan uang  1.000,- dirham lalu mengambil  1.200,- dirham ? bagaimana pula hukumnya dengan orang yang meminjam uang dari bank konvensional sebanyak Rp. 500.000,- lalu ia mengembalikannya sebanyak Rp. 600.000,- ? perbuatan seperti ini sungguh merupakan suatu kedhaliman, kekejian, dan penentangan, dimana al-quran menyatakan perang terhadapnya. dalam al-Qur’an surat An-nisa ayat 161 Allah SWT. berfirman :
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً)النساء:١٦١(
Artinya: Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orangt dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang – orang yang kafir diantara mereka tu siksa yang sangat pedih. (Qs. An-nisa : 161 )
4. Riba Nasi’ah (  ربا النسيئة  )
            Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukaran dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan,perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini atau yang dserahkan kemudian.
            Pada masa jahilliyah riba ini dikenal dengan ungkapan, “ Tangguhkan masa pembayaran hutangku,niscaya akan ku tambah nilai modalmu.”Artinya, peminjam tidak mampu megembalikan modal yang dipinjam pada waktu jatuh temponya, maka peminjam meminta penangguhan pengembalian modal dengan kompensasi penambahan nilai atau modal. Terkadang kedua belah pihak sudah menentukan jumlah bunga pinjaman sejak transaksi pertama.”[7] Riba ini sangat terkenal dan popular; diterapkan oleh bank-bank konvensional sekarang ini. Sistem seperti ini sdah dikenal suda zaman jahiliyah, yaitu meminjamkan harta tertentu sampai batas waktu yang telah ditentukan seperti sebulan atau setahun, dengan syarat adanya tambahan pada saat pengembalian sebagai imbalan yang diberikan.
            Allah Swt. melarang hal itu setelah mereka masuk Islam, sebagaimana firmannya dalam Al-Qur’an surat Ali imran ayat 130:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ) آل عمران: ١٣٠(
Artinya: Hai orang – orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba yang beripat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.( Qs. Ali imran :130 )
            Riba jenis ini paling populer dan paling banyak dilakukan, baik di bank – bank konvensional maupun ditempat penukaran uang ( money changer ). Mereka mengambil prosentase tertentu  ( 7 persen atau 10 persen ) dar jumlah uang yang dipinjamkan. Apabila telah lewat jangka waktunya setahun dan belum terlunasi, mereka mengharuskan peminjam menambah tambahan sebanyak dua kali lipat lebih banyak, baik bulanan atau tahunan, sehingga menjadi beban yang berat bagi sipeminjam. Setelah beberapa tahun bunganya akan berlipat ganda.”[8]


[1] Yusuf Al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, Terjemahan Setiawan Budi Utomo, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002 ), hal. 67.
[2] Wahid ‘Abdussalam Bali, Riba..., hal. 18-19.

[4] Antonio, Bank ...., hal. 41.

[5] Ibid,  hal. 23-24.

[6] Muhammad Ali Al-Sabouni, Riba Kejahatan Paling Berbahaya bagi Agama dan Masyarakat, Cet. I, (Bandung: Dar AlKtub, 2003 ), hal. 72.
[7] Ibid,  hal. 18
[8] Ibid, hal. 64.