Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran Pendidikan Islam


A.    Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran Pendidikan Islam

 Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran Pendidikan Islam

Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran Pendidikan  Islam mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan islam umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat dan Depag[1]. Karena itu level sekolah islam yang paling penting ialah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu sekolah islam juga bertugas dan berwenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
Pengembangan kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak digunakannya kurikulum 1984, khususnya di SD/MI. Pada kurikulum tersebut muatan lokal disisipkan  pada berbagai bidang studi yang sesuai. Muatan lokal lebih diintensifkan lagi pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. dalam kurikulum 1994, muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi, tetapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum dimaksudkan terutama untuk mengimbangi kurikulum sentralisasi dan bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional, pembangunan regional dan pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya.
Lebih jelas lagi agar peserta didik dapat:
1.     Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya,
2.     Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,
3.     Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/ aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
4.     Menyadari lingkungan dan masalah-masalah yang ada di masyarakat serta dapat membantu mencari pemecahannya[2].

Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.
Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran muatan lokal mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain.[3]
Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal. Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai.




               [1] Rahmat Raharjo, Inovasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Magnum Pustaka, 2010), hal. 161.
               [2] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 9.
               [3] Zainal Arifin, Antologi Pendidikan Islam; Manajemen Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2010), hal. 280.