Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Melakukan Tes Hasil Belajar Siswa


A.    Melakukan Tes Hasil Belajar Siswa


Berbicara mengenai hasil siswa, maka tidak akan terlepas dari aspek penilaian terhadap siswa. Aspek penilaian tersebut didasarkan pada panduan pelaksanaan Kurikulum 2013, Kemendikbud yang menjelaskan bahwa yang menjadi sasaran penilain ialan proses dan hasil belajar siswa. Penilain proses meliputi aktivitas mengamati, menanya; mengumpulkan informasi, mengasosiasi,  dan mengkomunikasikan. Yang termasuk aktivitas dalam mengamati adalah menyimak, membaca, dan melihat. Selain dua aspek tersebut, ada pula aspek penilaian sikap. Berdasarkan Hasil Observasi di SD Negeri  3 Pandrah bahwa guru SD Negeri 3 Pandrah sudah melakukan tes hasil belajar untuk mengukur kemampuan siswa dalam pembelajaran”.[1] Menurut keterangan salah satu guru mata pelajaran Heryati, Guru SD Negeri  3 Pandrah, bahwa menurut beliau:
Aspek penilaian tersebut meliputi aspek penilaian terhadap diri sendiri, terhadap teman sebaya, dan penilaian guru terhadap siswa. Aspek penilaian itu dituntut untuk dilakukan pada setiap akhir pertemuan setiap mata pelajaran. Namun, hal tersebut dinilai terlalu banyak menyita waktu dan dapat mengurangi porsi pembelajaran. Sehingga, dalam pelaksanaannya, khususnya pada pembelajaran PAI yang kami ikuti, proses penilaian terhadap diri sendiri dan teman sabaya ini baru dilakukan satu kali sepanjang semester ini.[2]

Tes hasil belajar berguna membantu siswa dalam mengambil keputusan tentang rencana pendidikan dan membantu sekolah menilai berbagai aspek kurikulum yang menggambarkan kemajuan belajar siswa.
                                               
B.    Kendala Implementasi Evaluasi Pembelajaran Kurikulum 2013                                       di SD Negeri 3 Pandrah  

Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang diluncurkan oleh Departemen Pendidikan Nasional mulai tahun 2013 ini sebagai bentuk pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. “Implementasi kurikulum 2013 merupakan aktualisasi kurikulum dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi serta karakter pesrta didik. Hal tersebut menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan”.[3] Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. RPP  disusun  berdasarkan KD  atau  subtema yang  dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. 
Banyak hal yang harus disiapkan untuk implementasi Kurikulum 2013 ini. Tapi ada dua hal yang krusial, yaitu masalah guru dan buku. Kendala Implementasi Evaluasi Pembelajaran Kurikulum 2013  di SD Negeri 3 Pandrah sebagai berikut:

1.     Guru

Guru dalam kamus lengkap bahasa Indonesia adalah “orang yang kerjanya mengajar”.[4] Menurut Nuni Yusvavera Syahtra guru dapat diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya mengajar”.[5] menurut Zakiah Daradjat “guru sebagai pendidik profesional, sebab secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua”.[6]
Menurut Abuddin Nata guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak  usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.[7]  Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana yang terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam di sebutkan bahwa:
Pendidik/guru dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu yang pertama, karena kodrat yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.[8]

Dalam mengimplementasikan kurikulum, yang jauh lebih penting adalah guru sebagai ujung tombak bahkan bisa menjadi ujung tombok serta garda terdepan dalam pelaksanakan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Zainuddin Adamy kepala SD Negeri  3 Pandrah menurut beliau:
Pertama, Masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapkan pendekatan tersebut dalam mengajar. Dia menyebut, terdapat banyak hal yang belum dipahami tenaga pendidik terkait kurikulum 2013. Yang kurang dipahami adalah proses penilaian yang dianggap rumit. Banyak yang belum paham dalam memberikan penilaian dalam implementasi kurikulum 2013. Kedua, para guru masih kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan belajar mengajar. Menurutnya, metode tersebut digunakan karena melihat adanya gap antara jenjang pendidikan, baik SD ke SMP, SMP ke SMA, SMA ke Perguruan Tinggi. Kendala Ketiga, adalah membuat siswa aktif. Sebab, dalam kurikulum 2013, guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru SD Negeri 3 Pandrah mampu melaksanakannya.[9]

Dengan adanya perubahan kurikulum, maka persoalan tema latihan saja yang perlu diubah, yaitu untuk menyiapkan para guru dalam mengimplementasikan kurikulum baru. Masalah yang terjadi di SD Negeri  3 Pandrah yang sebenarnya masih menjadi masalah umum tenaga pengajar di seluruh Indonesia adalah mengenai pemahaman guru terhadap kurikulum 2013 secara menyeluruh yang masih kurang. Kurangnya pemahaman guru tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti proses penyuluhan kurikulum 2013 dan diklat untuk para guru yang dianggap masih kurang dan belum optimal. Sementara Itu Ibu Heryati, Guru SD Negeri  3 Pandrah mengatakan bahwa:
Terlebih lagi, proses penyuluhan tersebut belum menyentuh seluruh tenaga pengajar sebagai pelaksana kegiatan kurikulum 2013. Hanya beberapa guru yang ditunjuk oleh pemerintah saja yang telah menerima penyuluhan dan diklat mengenai kurikulum 2013 ini. Itu pun waktunya sangat sedikit dan terbatas, sehingga tidak bisa diserap secara optimal oleh guru yang mengikuti penyuluhan. Tetapi, SD Negeri  3 Pandrah berusaha menutupi kekurangan dan keterbatasan itu dengan melakukan KKG tingkat sekolah. KKG ini dilakukan bukan dalam forum formal, hanya sebatas sharing antara sesama guru mata pelajaran tertentu. Biasanya mereka akan berkumpul pada sebuh tempat kemudian berdiskusi, berbagi materi atau cara mengajar dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kurikulum 2013. Metode ini sudah beberapa kali diterapkan dan dilaksanakan di SD Negeri  3 Pandrah.[10]

Kesiapan guru di lapangan akan menjadi faktor penentu implementasi kurikulum baru. Betapapun komprehensif perencanaan pemerintah (kurikulum) pada akhirnyasemua akan bergantung pada mutu dan kulaitas guru di lapangan. Konsep kesiapan guru sebagai kemampuan dan kemauan (ability and¬ willingness) guru untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri. Guru harus selau berusaha menyesuakan diri dengan kurikulum baru yang dibuat pemerintah. Dengan demikian, kompetensi dan kesiapan guru dalam mengimplementasikan peraturan dan kebijakan pembaharuan kurikulum pendidikan di atas perlu dipertimbangkan
2.     Buku                    

Kendala yang paling terlihat dalam pelaksanaan kurikulum ini adalah proses pengadaan buku yang dinilai lambat didistribusikan oleh pemerintah pusat. Menurut wakil kepala sekolah bidang kurikulum SD Negeri 3 Pandrah, Ibu Aisyah, menyatakan bahwa: “buku belum sepenuhnya didistribusikan oleh pemerintah. Hanya kelas VII yang bukunya sudah dapat disalurkan kepada siswa, itupun buku Bahasa Indonesia dan PKn belum sampai ke tangan sekolah. Sedangkan untuk kelas VIII, buku sama sekali belum sampai  di tangan sekolah”.[11] Padahal, kurang dari dua bulan lagi siswa sudah harus mengikuti Ujian Akhir Semester. Ini tentu akan menghambat proses belajar siswa dalam memahami materi pembelajaran dan dapat mempengaruhi hasil pada Ujian Akhir Semester nanti.
Menurut Ibu Cut Nur Syarifah Mariza, Guru SD Negeri  3 Pandrah, masalah pertama dan utama yang dikeluhkan oleh guru dan siswa adalah:
Terlambatnya buku yang didistribusikan oleh pemerintah pusat. Guru dan siswa mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran karena tidak ada panduan berupa hardcopy yang dapat mereka pergunakan sebagai acuan pembelajaran. Untuk kelas VI buku pelajaran memang sudah didistribusikan, tetapi khusus pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan PKn, buku belum sampai di sekolah.[12]

Buku sama sekali belum didistribusikan, mereka mengaku, kesulitan yang paling utama jika buku tidak kunjung didistribusikan adalah terhambatnya pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
3.     Siswa
Secara etimologi siswa adalah “anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminologi siswa adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta  sebagai bagian dari struktural proses pendidikan”.[13] Dengan kata lain siswa adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. “Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu siswa tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan”.[14] Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang siswa berada pada usia balita selalu banyak mendapat bantuan dari orangtua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan dibentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Masalah lain yang ditemukan di Berdasarkan observasi penulis di SD Negeri 3 Pandrah adalah belum maksimalnya proses pembelajaran yang menumbuhkan minat siswa untuk lebih aktif di kelas dengan banyak berpendapat pada setiap pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia. Padahal, berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Guru, Menurut Bapak Zainuddin Adamy, Kepala SD Negeri  3 Pandrah, bahwa:
Tujuan kurikulum 2013, khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah untuk membuat siswa lebih aktif mengamalkan ajaran Islam dalam setiap kesempatan, agar nantinya lebih mudah dalam melakukan proses sosialisasi di masyarakat. Sebagian siswa cenderung menunggu ditunjuk oleh guru atau menunggu guru memberikan nilai sebagai hadiah untuk berani memulai berpendapat.[15]

Tidak banyak siswa yang aktif mengungkapkan keberaniannya untuk berpendapat secara spontan. Hanya terdapat segelintir siswa saja yang demikian, jika diprosentase jumlahnya tidak lebih dari 15%. Sebenarnya, metode yang dilakukan oleh Guru untuk mendengarkan opini siswa terlebih dahulu, sebelum menyimpulkan sebuah materi sudah berjalan dengan baik, hanya siswa saja yang nampaknya belum siap melaksanakan model pembelajaran demikian.
Berdasarkan wawancara kami kepada Guru Elly Nursaputri, Guru SD Negeri 3 Pandrah, juga menuturkan bahwa:
Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang menuntut mengajarkan dan menerapkan nilai moral pada pembelajaran berbasis teks belum sepenuhnya tercapai, karena dipengaruhi oleh kurangnya minat siswa dalam mengimplementasikan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sebenarnya.[16]

Bapak Zainuddin Adamy, Kepala SD Negeri  3 Pandrah, juga mengutarakan bahwa:
Pada kurikulum 2013 ini siswa lebih mendapatkan tempat dan kesempatan untuk bereksplorasi dan menyatakan pendapat dalam setiap proses pembelajaran. Beliau mengatakan, bahwa pada kurikulum ini, siswa merupakan objek utama pembelajaran dimana siswa akan lebih banyak menguraikan materi melalui penjabaran dengan berpendapat secara langsung maupun dengan menggunakan metode presentasi.[17]

Beliau menambahkan bahwa kurikulum 2013 ini guru hanya menjadi fasilitator pelaksana kegiatan pembelajaran di dalam setiap pembelajaran di kelas. Namun, fakta di lapangan melalui hasil pengamatan di kelas, siswa justru cenderung diam dan tidak mau berpendapat jika tidak ditunjuk atau ditakut-takuti oleh guru berkaitan dengan proses pemberian nilai pada siswa tersebut.


               [1] Hasil Observasi di SD Negeri  3 Pandrah, 06 Oktober 2015.
               [2] Heryati, Guru SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 06 Oktober 2015.
               [3] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi, hal. 99.
               [4] Ibid., hal. 175.
               [5] Nuni Yusvavera Syahtra, Desain Relasi Efektif Guru dan Murid, (Jogjakarta: Banguntapan, 2013), hal. 55.
               [6] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. IV., (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000),
hal. 39.
               [7] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 8.
               [8]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 74.
               [9] Zainuddin Adamy, Kepala SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 06 Oktober  2015.
               [10] Heryati, Guru SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 06 Oktober 2015.

               [11] Aisyah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SD Negeri 3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 07 Oktober 2015.
               [12] Cut Nur Syarifah Mariza, Guru SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 07 Oktober 2015.
               [13] Misbakhudin Munir,  Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, diakses tanggal 07 Desember 2015 dari https://misbakhudinmunir.wordpress.com
               [14] Ibid.,
               [15] Zainuddin Adamy, Kepala SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 07 Oktober 2015.
               [16] Elly Nursaputri, Guru SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 08 Oktober 2015.
               [17] Zainuddin Adamy, Kepala SD Negeri  3 Pandrah, Wawancara di  SD Negeri  3 Pandrah, 08 Oktober 2015.