Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Memahami Guru


A.    Guru                    


Guru dapat diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya mengajar”.[1] “guru sebagai pendidik profesional, sebab secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggungjawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua”.[2] Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak  usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.[3] Pendidik/guru dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu yang pertama, karena kodrat yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentinga kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.[4]
Menurut Mahmud Khalifah Usamah Quthub “pendidik adalah orang yang bersamudrakan ilmu pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan manusia, ia adalah musuh kebodohan, dan penghapus kejahiliyahan. Ia juga mencerdaskan akal dan mencrahkan akhlak. Oleh karena itu menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk memuliakan seorang pendidik dan menghargainya”.[5] Menurut Iskandar Agung “Pendidik dianggap memiliki peran strategis dalam memperoleh hasil belajar anak didik. Melalui pendidik transporasi nilai ilmu pengetahuan dan lain-lainnya berlangsung, sehingga kemampuan dan keterampilan pendidik diduga akan mempengaruhi hasil belajar siswa”[6].
Imam Wahyudin dalam bukunya Pengembangan Pendidikan, Strategi Inovatif dan Kreatif dalam Mengelola Pendidikan Secara Konprehensif menjelaskan bahwa:
Pendidik merupakan pemeran utama kegiatan pembelajaran yang berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam kegiatan proses belajar mengajar. Keberhasilan Lembaga Pendidikan Islam dalam mengemban misinya sangatt ditentukan oleh mutu keinterelasian unsur-unsur sistemik yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas proses transformasi dan mutu hasil kerja institusi pendidikan, seperti tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, biaya, anak didik, masyarakat dan lingkungan pendukungnya.[7]

Sedangkan dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik adalah “orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa)”.[8]
Dalam mengimplementasikan kurikulum, yang jauh lebih penting adalah guru sebagai ujung tombak bahkan bisa menjadi ujung tombok serta garda terdepan dalam pelaksanakan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik, maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil observasi penulis di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen bahwa RA tersebut menerapkankan kurikulum berbasis karakter untuk membentuk kepribadian pesera didik dan dalam penerapannya masih terdapat kendala diantaranya kendala dari guru.[9] Guru yang menjadi subjek pembelajaran, idealnya meresapi substansi kurikulum dan mampu melaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar di ruang kelas. Kunci sukses penerapan kurikulum dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika guru mampu menjadi ’’penerjemah’’ kurikulum dalam penyampaian materi ajar. Fungsi penting guru dalam pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 ditentukan oleh beberapa faktor yang mendukung.
Berdasarkan wawancara dengan Agusniati, Kepala Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen Menurut beliau:
Pertama, Masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapkan pendekatan tersebut dalam mengajar. Dia menyebut, terdapat banyak hal yang belum dipahami tenaga pendidik terkait kurikulum berbasis karakter. Yang kurang dipahami adalah proses penilaian yang dianggap rumit. Banyak yang belum paham dalam memberikan penilaian dalam implementasi kurikulum 2013. Kedua, para guru masih kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan belajar mengajar. Menurutnya, metode tersebut digunakan karena melihat adanya gap antara jenjang pendidikan,. Kendala Ketiga, adalah membuat siswa aktif. Sebab, dalam kurikulum berbasis karakter, guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen mampu melaksanakannya.[10]

Dengan adanya perubahan kurikulum, maka persoalan tema latihan saja yang perlu diubah, yaitu untuk menyiapkan para guru dalam mengimplementasikan kurikulum baru. Masalah yang terjadi di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen yang sebenarnya masih menjadi masalah umum tenaga pengajar di seluruh Indonesia adalah mengenai pemahaman guru terhadap kurikulum berbasis karakter secara menyeluruh yang masih kurang. Kurangnya pemahaman guru tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti proses penyuluhan kurikulum berbasis karakter dan diklat untuk para guru yang dianggap masih kurang dan belum optimal. Sementara Itu Ibu Diana, Guru Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen mengatakan bahwa:
Terlebih lagi, proses penyuluhan tersebut belum menyentuh seluruh tenaga pengajar sebagai pelaksana kegiatan kurikulum berbasis karakter. Hanya beberapa guru yang ditunjuk oleh pemerintah saja yang telah menerima penyuluhan dan diklat mengenai kurikulum berbasis karakterini. Itu pun waktunya sangat sedikit dan terbatas, sehingga tidak bisa diserap secara optimal oleh guru yang mengikuti penyuluhan. Tetapi, Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen berusaha menutupi kekurangan dan keterbatasan itu dengan melakukan KKG tingkat sekolah. KKG ini dilakukan bukan dalam forum formal, hanya sebatas sharing antara sesama guru mata pelajaran tertentu. Biasanya mereka akan berkumpul pada sebuh tempat kemudian berdiskusi, berbagi materi atau cara mengajar dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kurikulum berbasis karakter. Metode ini sudah beberapa kali diterapkan dan dilaksanakan di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen.[11]

Kesiapan guru di lapangan akan menjadi faktor penentu implementasi kurikulum berbasis karakter. Betapapun komprehensif perencanaan pemerintah (kurikulum) pada akhirnyasemua akan bergantung pada mutu dan kulaitas guru di lapangan. Konsep kesiapan guru sebagai kemampuan dan kemauan (ability and willingness) guru untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri. Guru harus selau berusaha menyesuakan diri dengan kurikulum baru yang dibuat pemerintah. Dengan demikian, kompetensi dan kesiapan guru dalam mengimplementasikan peraturan dan kebijakan pembaharuan kurikulum pendidikan di atas perlu dipertimbangkan.
Dalam pengembangan pendidikan karakter, berdasarkan dokumen kurikulum pendidikan karakter yang ada sekarang ini, kami melihat masih tampak terlalu banyak muatan nilai yang ingin dikembangkan melalui pendidikan karakter,  tentu hal ini menjadi beban yang tidak mudah bagi guru dalam mengimplementasikannya. Sebaiknya difokuskan pada beberapa nilai tertentu  yang benar-benar penting, misalnya: tentang kejujuran, tanggung jawab, dan kerukunan,  sehingga melalui kurikulum baru ini upaya pendidikan benar-benar fokus untuk mengantarkan seluruh peserta didik menjadi manusia-manusia  yang jujur, bertanggung tawab,  dan rukun.



               [1] Nuni Yusvavera Syahtra, Desain Relasi Efektif Guru dan Murid, (Jogjakarta: Banguntapan, 2013), hal. 55.

               [2] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. IV., (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000),
hal. 39.

               [3] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 8.

               [4]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 74.
               [5] Mahmud Khalifah Usamah Quthub, Menjadi Pendidik Yang Dirindui, (Surakarta: Ziyad Visimedia, 2009), hal. 9.

               [6] Iskandar Agung, Menghasilkan Pendidik Kompeten &Profesional, (Jakarta: Bee Media Indonesia, 2012), hal. 1.

               [7] Imam Wahyudin, Pengembangan Pendidikan, Strategi Inovatif dan Kreatif dalam Mengelola Pendidikan Secara Konprehensif, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2012), hal. 26.
               [8] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 83.

               [9]Hasil Observasi Penulis di Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, 01 Desember 2015.
               [10] Agusniati, Kepala Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, Wawancara di RA, 01 Desember 2015.

               [11] Diana, Guru Raudhatul Athfal Al-Khanza Kota Juang Bireuen, Wawancara di RA, 01 Desember 2015.