Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Mendidik Anak dengan Kasih Sayang


A.    Mendidik Anak dengan Kasih Sayang   

Mendidik Anak dengan Kasih Sayang

Sesuatu yang akan diraih melalui proses pendidikan adalah: “Proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Dan proses tersebut melibatkan aspek-aspek pendidikan yaitu pengetahuan-proses transfer ilmu, transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya”.[1] Dengan proses ini, sebuah generasi akan mewarisi nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian yang dimiliki oleh para  pendahulunya.
Pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan  dengan kasih sayang, akan menimbulkan pengertian baru yaitu pendidikan kasih sayang. Artinya, karakteristik pendidikan dengan seluruh totalitasnya yang didasarkan pada kasih sayang oleh pendidik maupun peserta didik, yakni anak dalam konteks keluarga, dan siswa dalam konteks sekolah. Kasih sayang dan pendidikan merupakan dual hal yang tidak bisa di pisahkan. Setiap proses pendidikan pasti melibatkan aspek rasional dan emosional. Sebuah iklim pendidikan yang harmonis hanya akan berlangsung ketika proses belajar mengajarnya beriklim kasih sayang. Oleh karena itu, kasih sayang merupakan sesuatu yang disadari ataupun tidak secara langsung terlibat dalam proses pendidikan, dalam bentuk dan kondisi apapun.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam pendidikan yang bernuansa kasih sayang seperti yang dikemukakan oleh al-Abrasyi adalah kemampuan pendidik dalam mengarahkan sikap mental anak pada:[2]
1.     Perubahan individu, yakni perubahan pribadi baik dari aspek etika, aktifitas, dan pertumbuhan kepribadian menuju kehidupan yang diharapkan.
2.     Perubahan sikap sosial, yakni pendidikan dikaitkan dengan aktifitas sosial pada umumnya, sehingga tercipta tatanan kehidupan yang maju dan bersatu.
3.     Profesionalisasi diri, yakni pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi, dan kebutuhan kehidupan sosial.
Dalam wacana pendidikan, kasih sayang merupakan hal yang jarang dibicarakan, baik hanya sekedar wacana, maupun dalam diskusi- diskusi ilmiah, bahkan dalam interaksi pendidikan secara langsung. Sebenarnya jika kita cermati, kasih sayang dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dalam filosofi Islam, kasih sayang merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir. Islam menempatkan kasih sayang pada tempat yang mulia, yaitu menjadikannya sebagai rahmat dari Allah yang ditulis atas nama-Nya. Namun dalam kenyataannya, kasih sayang hanya dianggap sebagai second opinion dalam wacana pendidikan. Sampai saat ini wacana tentang kasih sayang dalam pendidikan masih menjadi wacana yang jarang ditemukan. Sebenarnya dalam pendidikan, kasih sayang menempati urutan prioritas yang cukup signifikan, karena berada pada ranah afeksi pendidik dan anak didik sebagai pelaku utama pendidikan. Cukup mengherankan,bila kasih sayang dinilai hanya sebagai pelengkap, bukannya dijadikan dasar penyelenggaraan pendidikan.
Dalam proses belajar mengajar, seharusnya kasih sayang menjadi dasar dilakukukannya proses trasfer nilai dan pengetahuan. Tanpa rasa kasih sayang, proses belajar mengajar hanya akan menjadi rutinitas yang hanya akan melahirkan generasi yang “mati rasa”, yang hanya mengerti bagaimana mengaplikasikan ilmunya secara rasional, tanpa menggunakan perasaannya sebagai manusia. Dalam konteks inilah kasih sayang memiliki peran yang sangat urgen dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan, yaitu pendewasaan manusia secara komprehensif.
Kasih sayang dalam pendidikan diwujudkan dalam bentuk interaksi antar semua unsur yang terlibat dalam proses pendidikan, baik dalam konteks yang paling kecil yaitu keluarga, sampai pada konteks yang paling luas, yaitu masyarakat, tanpa melihat back ground masing-masing



               [1] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet. I, (Jakarta: Logos Wacana IImu, 1999), hal. 4.
              
               [2]M. Athiyyah Al- Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 167.