Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Metode Dan Efektivitas Pembelajaran


BAB II

Metode Dan Efektivitas Pembelajaran

A.    Pengertian Metode Variatif

Metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui" dan thodos berarti "jalan" atau "cara".[1] Dengan demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai satu tujuan. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut.[2] Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan.[3] Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran. Dengan pengertian yang terakhir ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan suatu teori temuan. Dengan metode serupa itu, ilmu pengetahuan apapun dapat berkembang.
Dari pendekatan kebahasaan tersebut nampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan dalam arti jalan yang bersifat non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Namun demikian, secara terminologis atau istilah kata metode bisa membawa kepada pengertian yang bermacam-macam sesuai dengan konteksnya. Hasan Langgulung mengatakan, karena pelajaran agama sebagaimana diungkapkan di dalam Alquran itu bukan hanya satu segi saja, melainkan bermacam-macam, yaitu ada kognitifnya seperti tentang fakta-fakta sejarah, syarat-syarat syah sembahyang, ada aspek afektifnya, seperti penghayatan pada nilai-nilai keimanan dan akhlak, dan ada aspek psikomotorik seperti praktek-praktek shalat, haji, dan sebagainya, maka metode untuk mengajarkannya pun bermacam-macam, sehingga metode tarbiyah Islamiah itu dapat diartikan sebagai metode pengajaran yang disesuaikan dengan materi atau pelajaran yang terdapat dalam Islam itu sendiri.[4]
Secara harfiah “metodik” itu berasal dari kata “metode” (method). Metode berarti “suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan”[5]. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan “Bagaimana”. Metodik (methodentik) sama artinya dengan metodologi, (methodology), yaitu suatu penyelidikan yang sistematis dan formulasi metode-metode yang akan digunakan dalam penilitian.
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Banyak orang yang menerjemahkan atau menyamakan pengertian “metode” dengan “cara”. Ini tidak seluruhnya salah. Memang metode dapat juga diartikan dengan cara. Untuk mengetahui pengertian metode secara tepat, dapat kita lihat penggunaan kata metode dalam bahasa Inggris.
Dalam bahasa Inggris ada kata way dan ada kata method. Dua kata ini sering diterjemahkan cara dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya yang lebih layak diterjemahkan cara adalah kata way itu, bukan kata method. Metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dalam melakukan sesuatu, ungkapan “paling tepat dan cepat” itulah yang membedakan method dan way (yang juga berarti cara) dalam bahasa Inggris[6].

Karena metode berarti cara yang paling tepat dan cepat, maka urutan kerja dalam suatu metode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Karena itulah suatu metode merupakan hasil eksperimen. Kita tahu, sesuatu konsep yang dieksperimenkan haruslah telah lulus uji teori, dengan kata lain suatu konsep yang telah diterima secara teoritis yang boleh dieksperimenkan.
Metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:(1)ceramah;(2)demonstrasi;(3)diskusi;(4)simulasi;(5)laboratorium; (6)pengalaman lapangan; (7)brainstorming; (8)debat, (9)simposium, dan sebagainya[7].

Metode mengajar adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.  Metode mengajar dapat juga diartikan dengan cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses pembelajaran.
Metode pembelajaran  adalah  metode yang digunakan guru dalam  mengajar dan salah satu kunci pokok  keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan. Pemilihan metode yang akan digunakan harus relevan dengan tujuan pembelajaran. “Dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan dalam program kegiatan anak di Taman Kanak-kanak guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar”.[8]
Yang dimaksud dengan karakteristik tujuan adalah pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan nilai. Untuk mengembangkan kognisi anak dapat dipergunakan metode-metode yang mampu menggerakkan anak agar menumbuhkan berpikir, menalar, mampu menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi. Caranya adalah dengan memahami lingkungan di sekitarnya, mengenal orang dan benda-benda yang ada, memahami tubuh dan perasaan mereka sendiri, melatih memahami untuk mengurus diri sendiri.
Guru mengembangkan kreativitas anak, metode-metode yang dipilih adalah metode yang dapat menggerakkan anak untuk meningkatkan motivasi rasa ingin tahu dan mengembangkan imajinasi. Dalam mengembangkan kreativitas anak metode yang dipergunakan mampu mendorong anak mencari dan menemukan jawabannya, membuat pertanyaan yang membantu memecahkan, memikirkan kembali, membangun kembali, dan menemukan hubungan-hubungan baru.
Guru mengembangkan kemampuan bahasa anak dengan menggunakan metode yang dapat meningkatkan perkembangan kemampuan berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Guru memberi kesempatan anak memperoleh pengalaman yang luas dalam mendengarkan dan berbicara. Guru mengembangkan emosi anak dengan menggunakan metode-metode yang menggerakkan anak untuk mengekspesikan perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan secara verbal dan tepat.
Guru untuk mengembangkan kemampuan motorik anak dapat dipergunakan metode-metode yang menjamin anak tidak mengalami cedera. Oleh karena itu guru perlu menciptakan lingkungan yang aman dan menantang, bahan dan alat yang dipergunakan dalam keadaan baik, tidak menimbulkan perasaan takut dan cemas dalam menggunakannya. Berbagai bahan dan alat yang dipergunakan juga menantang anak untuk melakukan berbagai aktivitas motorik.
Untuk mengembangkan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari nilai-nilai agama dan moral agar anak dapat menjalani hidup sesuai dengan norma yang dianut masyarakat. Pemberian pengalaman belajar yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan kerja, kebiasaan menghargai waktu, dan kebiasaan memelihara lingkungan. Selain dari tujuan kegiatan karakteristik anak juga ikut menentukan pemilihan metode. Perlu diingat oleh guru bahwa anak TK pada umumnya adalah anak yang selalu bergerak, mempunyai rasa ingin tahu yang kuat, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan berbicara.
Untuk memperoleh informasi dan pengalaman anak TK mempunyai dorongan yang kuat untuk menjelajahi dan meneliti lingkungannya. Dengan menggerakkan atau memainkan sesuatu, anak memperoleh pengalaman. Anak juga mempunyai dorongan yang kuat untuk menguji dan mencoba kemampuan dan keterampilannya terhadap sesuatu. Kegiatan menguji dan mencoba tidak hanya memberikan kesenangan bagi anak melainkan juga memberi pemahaman yang lebih baik tentang sifat-sifat yang dimiliki sesuatu benda. Karena itu, bila anak TK diberi kesempatan untuk bereksperimentasi, mencoba, menguji dengan berbagai sumber belajar mereka akan memperoleh penyempurnaan dalam cara kerja mereka dan juga dapat mengapresiasi cara kerja anak lain.
Metode belajar yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid dan menjamin perkembangan kegiatan kepribadian murid adalah metode diskusi. “Metode diskusi merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau problem. Di mana para anggota diskusi dengan jujur berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama”[9]. Dalam metode diskusi guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk hidup dalam suasana yang penuh tanggung jawab, msetiap orang yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi bukan omong kosong, juga bukan untuk menghasut atau mengacau suasana. Menghormati pendapat orang lain, menerima pendapat yang enar dan menolak pendapatb yang salah adalah ciri dari metode yang dapat dighunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan berbicara siswa. Agar suasana belajar siswa aktif dapat tercapai, maka diskusi dapat menggunakan variasi model-model pembelajaran menarik dan memotivasi siswa. Dari sekan banyak model pembelajaran yang ada, model pembelajaran jigsaw cocok untuk digunakan dalam metode diskusi. Model pembelajaran jigsaw membantu murid untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus siswa mampu menjadi nara sumber bagi satu sama yang lain.    
B.    Langkah Langkah Pembelajaran Metode Variatif

Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa istilah tentang cara mengajar seperti model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Rahmah Johar berpendapat model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.[10]

Strategi pembelajaran Fiqih adalah kegiatan yang dipilih pengajar dalam proses pembelajaran, sehingga memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran Fiqih berlangsung dengan baik perlu diatur strateginya. Penggunaan strategi sangat mempengaruhi proses pembelajaran Fiqih, oleh karena itu seorang guru hendaklah menggunakan strategi yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan mendukung tercapainya tujuan sebagaimana yang diharapkan, akan tetapi penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan bahan pelajaran dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa dalam mencerna pelajaran yang telah disampaikan oleh guru sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak sempurna sebagaimana yang diinginkan.
Model mencakup strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.  Strategi itu sendiri merupakan siasat dalam pembelajaran yang bertujuan meng-optimalkan proses belajar dan pembelajaran. Ramly Maha mendefinisikan strategi sebagai “kemampuan mengatur langkah-langkah dan menata semua potensi yang ada agar suatu rancangan pembelajaran yang disusun akan bermanfaat seoptimal mungkin, sehingga suatu kegiatan pem-belajaran tercapai sasarannya.[11]

Menurut Nana Sudjana, strategi mengajar adalah “taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan secara efektif dan efisien.[12] Mencermati beberapa pengertian strategi di atas, penulis lebih condong bahwa strategi pembelajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan adalah cara pandang yang digunakan guru dalam memecahkan suatu masalah. Satu masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang juga berbeda. Misalnya strategi untuk mengaktifkan anak didik belajar dapat dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, seperti pendekatan kontekstual, pendekatan tematik, ataupun pendekatan problem posing (pengajuan masalah).[13]

Berdasarkan kegiatan yang ditimbulkannya, strategi pembelajaran dapat di-bagi dua macam, yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.[14] Kedua macam strategi tersebut dapat diuraikan di bawah ini :
1.       Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk mem-fasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.[15]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulannya adalah:
  1. Siswa akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi.
  2. Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
  3. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara siswa.
  4. Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi siswa karena sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik.[16]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik antara lain :
a.      Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b.      Aktivitas pembelajaran cenderung akan didominasi oleh sebagian siswa yang sering berbicara, sedangkan siswa lainnya akan lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa tersebut.
c.      Pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetap-kan sebelumnya.[17]

Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam semua metode pembelajaran perorangan, metode pem-belajaran kelompok, dan metode pembelajaran komunitas atau massal. Namun penggunaan strategi pembelajaran ini akan lebih efektif dalam metode pembelajaran kelompok.[18]
2.     Strategi Pembelajaran Yang Berpusat Pada Pendidik

Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik.[19]
Strategi ini sangat sesuai untuk pembelajaran Fiqih, karena dalam pembelajaran Fiqih dibutuhkan strategi yang dapat mengaktifkan guru dan siswa dalam pembelajaran supaya tidak terdapat kekeliruan dalam memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Islam. Dalam hal ini dituntut adanya hubungan yang erat antara guru dengan murid, karena suksesnya suatu pendidikan sangat tergantung kepada seberapa besar hubungan kasih sayang yang dijalin oleh seorang guru dengan murid. Hubungan itu dianggap cukup bila mampu mendorong murid memberikan kepercayaan penuh kepada sang guru hingga tidak takut kepadanya.[20]
Strategi pembelajaran ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan. Ke-unggulannya adalah:
a.   Bahan belajar dapat disampaikan secara tuntas oleh pendidik sesuai dengan program pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya.
b.  Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar.
c.   Waktu yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal waktu pembelajaran yang telah ditetapkan.
d.  Target materi pembelajaran yang telah direncanakan relatif mudah tercapai.[21]
Adapun kelemahan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik antara lain:
a.        Mudah menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi, perhatian dan konsentrasi peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran.
b.        Keberhasilan pembelajaran, dalam hal perubahan sikap dan perilaku siswa relatif sulit untuk diukur karena yang diinformasikan kepada siswa pada umumnya lebih banyak menyentuh ranah kognitif.
c.        Kualitas pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan adalah relatif rendah karena pendidik sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran.[22]

Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik ini pada dasarnya dapat diterapkan dalam metode pembelajaran dengan teknik ceramah atau kuliah, tanya jawab dan lain sebagainya. Metode latihan siap yaitu suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan melatih atau membiasakan siswa agar menguasai pelajaran dan terampil dalam melaksanakan tugas latihan yang diberikan. Dalam pembinaan akhlak, anak didik dilatih supaya memiliki akhlak yang mulia yaitu melatih untuk menghormati dan bersikap sopan santun kepada sesama teman, orang yang lebih tua, berkata jujur dan selalu berbuat baik terhadap sesama manusia.
Dalam proses pembelajaran fiqih ini juga perlu diperhatikan sebagai strategi yang dapat menunjang kelancaran proses belajar mengajar, diantaranya yaitu:
a.      Memberi teladan yang baik
Pendidikan melalui teladan termasuk salah satu cara pendidikan dengan memberikan contoh yang baik kepada anak didik, mereka di sekolah lebih cenderung mencontoh gurunya dalam tingkah laku dan perbuatan serta menjadikan guru sebagai suri tauladan dalam segala hal. Muhammad Abdul Qadir mengatakan banyak sifat-sifat, akhlak, nilai-nilai dan sikap yang tidak dipelajari oleh murid-murid kecuali contoh teladan pendidik yang menjadi panutan mereka.[23] Oleh sebab itu guru atau pendidik itu memegang peranan penting dalam bentuk siswa untuk berpegang teguh kepada agama, baik aqidah maupun tingkah lakunya di dalam kelas dan di luar kelas, sehingga siswa berada di jalan lurus dan selalu mengerjakan yang baik yang diridhai Allah Swt. Teladan ini merupakan salah satu strategi yang berpengaruh dalam menanamkan nilai aqidah dalam jiwa anak dan membina akhlaknya. ”Rasulullah dalam membina umatnya ke jalan yang benar selalu dengan suri teladan”.[24] Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 2 sebagai berikut:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً ﴿الأحزاب: ٢١﴾
Artinya:   Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. Al – Ahzab: 21 )

            Rasulullah Saw sejak kecil telah memberikan teladan yang baik bagi umat manusia, ia seorang yang jujur, rajin, sopan santun, membenci kemusyrikan dan sebagainya. Ini merupakan contoh yang patut diikuti oleh umat Islam. Dengan demikian orang tua atau guru yang menanamkan pendidikan aqidah dan pembinaan akhlak anak senantiasa harus memberikan contoh teladan, sehingga jiwa anak akan terisi dengan nilai-nilai Islami.
b.     Penciptaan suasana yang positif
Dalam pelaksanaan strategi ini hendaknya guru maupun orang tua tanggap akan adanya berbagai situasi dan kondisi yang dialami siswa dalam proses belajar mengajar berlangsung. Seorang guru tidak boleh memaksa muridnya untuk mengikuti pelajaran pada kondisi tertentu,maka dalam hal ini kalau kita melihat murid sudah mulai bosan maka kita harus menyampaikan pelajaran dengan metode yang disenangi murid seperti metode bercerita. Jangan  sekali-kali memberikan ancaman ataupun hukuman karena hal semacam ini bisa membuat anak didik membenci materi pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut. “Ajaran Islam memberikan prioritas pada upaya menggugah suasana gembira dibanding ancaman dan hukuman”.[25]
            Hukuman bukan cara pendidikan yang mutlak diberikan karena cara seperti ini besar kemungkinan akan menyebabkan anak-anak semakin mendorong untuk melakukan kesalahan lebih besar lagi. Tetapi guru bisa memberi teguran yang sederhana dan teguran bernasehat. “Para pakar pendidikan muslim meyakini bahwa teguran tidak langsung perlu ada dalam metode pengajaran jika murid menunjukkan perilaku yang tidak teratur”.[26]
            Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua umat Islam bertanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam memberikan pemahaman dan pembinaan pendidikan aqidah akhlak tidak boleh diberangi dengan hukuman dan ancaman sebaliknya kita harus mampu menggugah perasaan  senang dan gembira kepada anak didik. Seorang pendidik hendaknya memberikan motivasi kepada anak didik sehingga ia merasa senang dalam mempelajari pelajaran yang diajarkan.
            Dalam menanamkan nilai-nilai Islami ke dalam jiwa seseorang harus dilakukan dengan cara-cara yang mudah dimengerti, lebih-lebih lagi pendidikan fiqih, seorang guru harus pandai menerapkan metode yang cocok yang disenangi oleh murid. Dengan demikian anak akan lebih bergairah dalam mempelajari pendidikan aqidah akhlak yang diajarkan dan materi yang diajarkan lebih mudah diterima oleh murid. 



C.    Kelebihan dan Kekurangan Metode Variatif   

Perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.
Adakalanya seorang guru perlu menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu pokok babasan tertentu. Dengan variasi beberapa metode, penyajian pengajaran menjadi lebih hidup. Misalnya pada awal pengajaran, guru memberikan suatu uraian dengan metode ceramah, kemudian menggunakan contoh-contoh melalui peragaan dan diakhiri dengan diskusi atau tanya-jawab. Di sini bukan hanya guru yang aktif berbicara, melainkan siswa pun terdorong untuk berpartisipasi.
Seorang guru yang pandai berpidato dengan segala humor dan variasinya, mungkin tidak mengalami kesulitan dalam berbicara, ia dapat memukau siswa dan awal sampai akhir pengajaran. Akan tetapi bagi seorang guru bicara, uraiannya akan terasa kering, untuk itu ia dapat mengatasi dengan uraian sedikit saja, diselingi tanya jawab, pemberian tugas, kerja kelompok atau diskusi sehingga kelemahan dalam berbicara dapat ditutup dengan metoda lain.


1. Kelebihan Metode Variatif
Guru yang handal adalah guru yang mampu melaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode yang variatif. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode variatif dapat membangkitkan suasana tidak monoton. Motivasi siswa belajar dibangkitkan cara-cara yang berbeda. Pembelajaran lebih menyenangkan,   aktif, inovatif, inspiratif, kreatif, imajinatif, dan rasional (pemaiinkidal).
Menurut Yusuf dan Syaifiil Anwar kebaikan metode Variatif;
1)     Dalam waktu yang tidak lama siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
2)     Siswa memperoleh pengetahuan praktis dan siap pakai, mahir dan lancar.
3)     Menumbuhkan kebiasaan belajar secara kontinue dan disiplin diri, melatih diri, belajar mandiri.
4)     Pada pelafaran agama dengan melalui metode latihan siap ini anak didJk menjadi terbiasa dan menumbuhkan semangat untuk beramal kepada Allah.[27]

Dalam proses belajar mengajar, penggunaan metode mengajar tidaklah sama untuk setiap mata diklat, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa metode mengajar tersebut harus sesuai dengan kondisi yang ada. Penggunaan metode yang tidak tepat dalam proses belajar mengajar akan menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk belajar atau dapat menyebabkan siswa menjadi pelajar yang pasif, sehingga hasil belajar rendah.
Sedangkan menurut Zuhairini, dkk, menguraikan hal tersebut sebagai berikut:
1)     Dalam waktu relatif singkat, cepat dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang diharapkan
2)     Para murid akan memiliki pengetahuan siap.
3)     Akan menanamkan pada anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.[28]

Semua metode mengajar sama. Semua mendeskripsikan kegiatan belajar-mengajar daya upaya mencapai tujuan pembelajaran. Metode mengajar mendeskripsikan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses belajar. Metode mengajar mendeskripsikan pengalaman belajar siswa yang berproses sehingga jelas pentahapannya. Dari metode dapat kita lihat bagaimana  pengalaman belajar siswa berkembang sehingga siswa menguasai pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan menguatkan sikap yang terbentuk melalui proses belajar.
Dalam buku Team Kurikulum Didakt'k Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM menguraikan tentang.
2.     Kekurangan Metode Variatif
Tiap metode memiliki kebermaknaan tertentu terhadap hasil belajar siswa. Namun semua bergantung pada guru juga yang menggunakan metode. Bergantung pada keterampilannya menggunakan metode, berbatung pada factor-faktor lain yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Adapun kekurangan dari metode Variatif sebagai berikut:
Pertama, menghambat bakat dan inisiatif siswa, MengaJar dengan metode Variatif berarti minat dan inisiatif siswa dianggap sebagai gangguan dalam belajar atau dianggap tidak layak dan kemudian dikesampingkan. Para siswa dibawa kepada kofomuitas dan diarahkan menjadi uniformitas. Kedua, menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan, Perkembangan inisiatif di dalam menghadapi situasi baru atau masalah baru pelajar menyelesaikan persoalan dengan cara statis. Hal mi bertentangan dengan prinsip belajar di mana siswa seharusnya mengorganisasi kembali pengetahuan dan pengalaman sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. Ketiga, membentuk kebiasaan yang kaku, Dengan metode latihan siswa belajar secara mekanis. Dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus siswa dibiasakan secara otomatis. Kecakapan siswa dalam memberikan respon stimulus dilakukan secara otomatis tanpa menggunakan vintelegensi. Tidaklah itu irrasional, hanya berdasarkan routine saja. Keempat, menimbulkan verbalisme, setetah mengajarkan bahan pelajaran siswa berulang kali, guru mengadakan ulangan lebih-lebih jika menghadapi ujian. Siswa dilatih menghafal pertanyaan-pertanyaan (soal-soal). Mereka harus tahu, dan menghafal jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan tertentu. Siswa harus dapat menjawab soal-soal secara otomatis. Karena itu maka proses belajar yang lebih realistis menjadi terdesak. Dan sebagai gantinya timbullah responrespon yang melalui bersifat verbalistis.[29]

Semua guru tentu mengharapkan kegiatan belajar yang dirancang dapatberjalan sesuai dengan rencana dan dapat memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu cara penyampaian materi pun harus guru siapkan dengan matang agar nantinya pada saat penyampaian materi dapat tersampaikan dengan lancar dan siswa pun dapat terlihat aktif dan menerima materi dengan baik. Selain guru, siswa pun pastinya mengharapakan hal yang sama. Mereka tentu mengharapkan bahwa bagaimana pun nantinya cara guru menyampaikan atau melaksanakan pembelajaran dapat menggunakan cara atau metode yang menyenangkan, tidak membosankan dan dapat cepat diterima siswa.Tetapi pada kenyataannya guru sering kali tidak menerapkan metode yang variatif pada saat menyampaikan pembelajaran dan menggunakan satu metode saja. Sehingga tak jarang siswa menjadi bosan dan tidak tertarik pada materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Siswa pun menjadi kurang tertarik memperhatikan materi yang disampaikan guru karena merasa metode yang diterapkan guru kurang sesuai dengan keinginan mereka.
D.    Efektivitas Penggunaan Metode Variatif Dalam Pembelajaran Fiqih Dan Aqidah Akhlak     

Metode merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik. Metode pendidikan hampir sepenuhnya tergantung kepada kepentingan peserta didik, para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator, ataupun hanya sebagai instruktur. Upaya guru untuk memilih metode yang tepat dalam mendidik peserta didiknya harus disesuaikan dengan tuntutan dan karakteristik peserta didiknya. Ia harus mengusahakan agar pelajaran yang diberikan kepada peserta didiknya mudah diterima.
Seorang guru dituntut agar mempelajari berbagai metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu mata pelajaran, seperti bercerita, mendemostrasikan, mencobakan, memecahkan masalah, mendikusikan yang digunakan oleh ahli pendidikan Islam dari zaman dahulu sampai sekarang, dan mempelajari prinsip-prinsip metodologi dalam ayat-ayat Alquran dan Sunnah Rasulullah Saw.
Penggunaan metode dalam suatu mata pelajaran bisa lebih dari satu macam. Metode yang variatif dapat membangkitkan motivasi belajar anak didik. Dalam pemilihan dan penggunaan sebuah metode harus mempertimbangkan aspek efektivitasnya dan relevansinya dengan materi yang disampaikan. Keberhasilan penggunaan suatu metode merupakan keberhasilan proses pembelajaran yang pada akhirnya berfungsi sebagai diterminasi kualitas pendidikan. Metode pengajaran haruslah dapat dengan dilakukan dengan cepat dan efektif. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran yang dapat dipahami murid secara sempurna. Dalam ilmu pendidikan sering juga dikatakan bahwa pengajaran yang tepat adalah pengajaran yang berfungsi pada murid. “Berfungsi” artinya menjadi milik murid, pengajaran itu membentuk dan mempengaruhi pribadinya. Adapun pengajaran yang cepat adalah pengajaran yang tidak memerlukan waktu lama.
Apakah metode itu penting bagi setiap pengajaran? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita berbincang-bincang tentang hakikat metodik itu. Setiap orang yang berkewajiban melakukan tugas, kepadanya dituntut agar memangku kewajiban itu sepenuh tanggung jawab. “Setiap kewajiban berisi tugas, dan setiap tugas harus dilaksanakan. Suatu tugas selesai dilaksanakan setelah tujuan yang dituju petugas itu tercapai”[30].
Pengajaran agama Islam adalah suatu tugas yang setelah itu barulah kita mengetahui garis temu antara kedua lingkaran tersebut mempunyai permasalahan yang berkembang, karena obyeknya, situasinya dan tugasnya berkembang pula. Metodik membuat si pelaksana tugas atau guru dapat mencapai tujuan dengan tepat dan cepat. Hasilnya dapat diyakini, dan kalau perlu dapat diperiksa kembali jalan pengajaran itu. Dengan menelusuri kembali jalan pengajaran itu kita dapat menemukan kelemahan-kelemahan yang telah dilakukan dan dengan itu dapat diperbaiki. Hal yang demikian tidak atau sukar dilakukan jika kita tidak mengikuti suatu metode yang tepat. “Guru dituntut agar menguasai metodik pengajaran, agar bahan pelajaran yang diajarkan dapat diterima dan dicerna oleh siswa”[31].
Sebuah adigum mengatakan bahwa ‘al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting disbanding materi), adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yag disampaikan sesungguh nya tidak terlalau menarik[32]. Sebaliknya, materi yang cukup baik, karena disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna oleh peserta didik. Oleh karena itu penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efisien.


[1]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan  Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdesipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 82.

[2]Ibid., hal. 83.

[3]Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV, Pasal 9, hal. 5.
[4]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995). hal. 65.

               [5] Surya, Muhammad, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal. 78.
               [6] Sanjaya Wina, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 58.

               [7] Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal. 56.
               [8] Asman Jamal Ma’mur, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hal. 49.
[9] Hamalik, Proses..., hal. 15.
[10] Rahmah Johar dkk, Strategi Belajar Mengajar, Cet. I, (Banda Aceh: FKIP Universitas Syiah Kuala, 2006), hal. 8.
[11] Ramly Maha, Strategi Pembelajaran (Banda Aceh: KKD Rahmad, 1994), hal. 1.
[12] Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Cet. I, (Bandung: Sinar Baru, 1990). hal. 33.
[13] Johar., Strategi ..., hal. 9-10.
[14] Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Cet. III, (Bandung: Falah Production, 2001), hal. 37.
[15] Johar, Strategi..., hal. 12.
[16] Sudjana, Metode..., hal. 37.
[17] Sudjana, Metode..., hal. 38.
[18] Ibid., hal. 38.
[19] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. VI, (Bandung: Remaja Rosda-karya, 2005), hal. 76.
[20] M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali, Cet. I, (Yogyakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hal. 93.
[21] Sudjana, Metode dan..., hal. 38.
[22] Sudjana, Metode dan..., hal. 39.
[23] Tafsir, Metodologi..., hal. 61.

[24] Ibid., hal. 140.
[25]Abdul Fatal, Azas-azas Pendidikan Islam, Cet. I, (Bandung, Diponogoro, 1998), hal. 182.
[26]Basir Shaif Al-Qarasyi, Seni Mendidik Anak, Cet. II, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), hal. 144.
[27] Yusuf, Tayar dan Syaifiil Anwar,  Metode Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. Cet VI, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1997), hal. 66.
[28] Zuhairini, Metodik..., hal. 107.
[29]Team Kurikulum Didaktik Metodik kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulun PBM, Cet I,  (Surabaya: IKIP, 1981), hal. 45-46.
               [30] Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka,1991), hal. 19.

               [31] Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal.553

               [32] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta : Kalam mulia, 2009), hal. 209.