A. Metode
Pembelajaran Fiqih
Metode
berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui" dan hodos berarti
"jalan" atau "cara."[1]
Dengan demikian metode dapat berarti cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode diartikan
juga sebagai sarana untuk menemukan, menguji dan menguji dan menyusun data yang
diperlukan bagi pengembangan disiplin sesuatu.[2]
Metode pada hakikatnya adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan.[3]
Dari pengertian-pengertian di atas metode adalah jalan untuk mencapai tujuan
yang bermakna untuk ditempatkan pada posisi sebagai cara dalam menemukan,
menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau pemikiran secara sistematika.
Metode
memiliki kaitan erat dengan pendidikan Islam, sehingga mengandung arti sebagai
jalan untuk menanamkan pengetahuan agama
pada diri seseorang agar menjadi pribadi yang Islami. Karena itu metode
dalam pendidikan Islam diartikan sebagai suatu cara untuk memahami, menggali,
dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Dalam al-Qur'an metode indentik dengan Thariqah[4]
yang terdiri dari objek, fungsi, sifat, akibat dan sebagainya.
Penerapan
suatu metode dalam setiap situasi pengajaran haruslah mempertimbangkan dan
memperhatikan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempertinggi mutu dan
efektifitas suatu metode tertentu. Kalau tidak, maka bukan saja akan berakibat
proses pengajaran terhambat, akan tetapi akan berakibat lebih jauh, yaitu tidak
tercapai tujuan pengajaran sebagaimana yang telah ditetapkannya.
Dalam kegiatan belajar
mengajar atau proses pembelajaran, metode merupakan komponen yang tidak kalah
penting dengan komponen lainnya. Metode merupakan alat untuk memotivasi peserta
didik dan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada berbagai macam
pengertian metode menurut para ahli dalam mendefinisikannya antara lain sebagai
berikut: Humadi Tatapangarsa dalam buku Methodology Pendidikan Agama
Islam mendefinisikan bahwa methode berasal dari kata Inggris method yang
artinya cara. Ada pula orang yang mengatakan, bahwa methode berasal dari kata metodeos
yang artinya jalan ke. Maka methode boleh diartikan: cara, yang di dalam
fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.[5]
Menurut Wina Sanjaya metode adalah upaya mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercacapai secara
optimal, ini yang dinamakan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah diterapkan.[6]
Sedangkan menurut
Muhibbin Syah ‘’metode secara harfiyah berarti cara. Dalam pemakaian
yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara
melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara
sistematis’’[7] Ahmad Tafsir dalam bukunya
juga mendefinisikan metode sebagai berikut: Metode ialah istilah yang digunakan
untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling tepat dan cepat dalam
melakukan sesuatu.[8]
Berdasarkan pengertian
metode dari berbagai ahli pendidikan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa
metode merupakan alat atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan
menerapkan rencana yang telah disusun secara sistematis. Metode merupakan
komponen dari kurikulum yang amat penting selain tujuan, materi bahan ajar, dan
evaluasi. Karena itu, semakin baik atau tepat metode yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran maka akan semakin efektif dalam
memperoleh tujuan yang ingin dicapai. Ketika proses belajar mengajar
berlangsung maka akan terdapat dua kegiatan yaitu kegiatan guru berupa mengajar
sedangkan murid melakukan aktifitas belajar. Guru dengan sadar berusaha
mengatur lingkungan belajar agar peserta didik bersemangat ketika proses
pembelajaran berlangsung. Pada saat mengajar terjadi penerapan seperangkat
teori dan pengalaman yang guru gunakan dalam mempersiapkan program pengajaran
yang sistematis. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang efektif amat diperlukan
bagi guru dan peserta didik.
Proses pembelajaran
efektif merupakan proses pembelajaran yang mampu memberikan hasil belajar
maksimal berupa penguasaan pengetahuan, kemampuan, sikap, dan ketrampilan
kepada peserta didik berdasarkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Proses
pembelajaran tersebut perlu dirancang dengan memanfaatkan teori-teori belajar
dan pembelajaran sehingga seluruh potensi yang terkait dengan proses pembelajaran
dapat dipergunakan secara optimal.[9]
Dalam rangka mencapai hasil
yang diharapkan, sebelum menerapkan suatu metode tertentu sebaiknya guru
terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi yang paling tepat metode apa yang
cocok digunakan agar proses pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan
pendidikan. Ada berbagai macam metode yang dapat dipilih guru dalam kegiatan
mengajar tetapi tidak semua metode dapat dikatakan baik juga sebaliknya. Jadi,
ketepatan memilih suatu metode sesuai dengan tuntutan pembelajaran sangat menentukan
kebaikan suatu metode.
Adapun metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam
pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam diantaranya:
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode dalam pendidikan dimana
cara penyampaian materi kepada anak didik dengan jalan penerapan penuturan
secara lisan untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu mengajar yang lain, misalnya
gambar-gambar, peta, denah atau alat peraga lainnya.[10] Kelebihannya: Dalam
waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan sebanyak-banyaknya, guru dapat
menguasai seluruh kelas dengan mudah walaupun jumlah murid cukup banyak, dapat
menghemat waktu, semua siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam mendengar dan
keterangan atau konsep yang disampaikan guru dapat berurutan
Adapun kekurangannya: Siswa menjadi pasif
karena mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan sendiri, guru sukar
untuk mengetahui pemahaman anak terhadap bahan-bahan yang diberikan, materi
yang diceramahkan mudah dilupakan siswa, menimbulkan rasa bosan pada siswa dan pada
umumnya siswa memahami masalah secara verbal.[11]
2.
Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara
penyajian pelajaran bentuk pertanyaan yang perlu dijawab oleh siswa, penggunaan
metode tanya jawab bermaksud memotivasi siswa untuk bertanya. Metode ini pun
ada kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihan metode tanya jawab adalah: situasi kelas akan lebih hidup karena anak
didik aktif menyampaikan pemikirannya, melatih agar siswa berani mengemukakan
murid pendapat secara teratur dan guru dapat mengontrol pemahaman murid pada
masalah yang dibicarakan. Adapun kekurangannya: apabila terjadi perbedaan
pendapat akan banyak memakan waktu untuk menyelesaikannya, kemungkinan terjadi
penyimpangan perhatian anak didik terutama apabila terdapat jawaban yang
kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju dan kurang
dapat secara cepat merangkum bahan-bahan yang dipelajari.
Metode tanya jawab cocok digunakan
untuk mengajar bidang studi Fiqih dimana ada siswa yang tidak fokus terhadap
pelajaran, karena pelajaran Fiqih ini biasanya diberikan pada akhir jam
pelajaran dengan sendirinya siswa jenuh dengan pelajaran lain dan siswa sering
mengantuk, dengan metode ini dapat merangsang kepada apa yang sedang
dibicarakan proses belajar mengajar berjalan guru yang bertanya (mengajukan
pertanyaan dan siswa yang menjawab) sehingga dapat terangsang perhatiannya pada
masalah yang sedang dibicarakan.[12]
3.
Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus siswa
selesaikan tanpa terikat dengan tempat pemberian tugas belajar, biasanya
dikaitkan dengan resitasi adalah suatu persoalan yang berhubungan dengan
masalah pelaporan siswa sesudah setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas.[13] Ada
kelebihan dan kekurangannya metode ini. Kelebihannya
adalah : Baik sekali untuk mengisi waktu luang, memupuk rasa tanggung jawab
pada apa yang telah dikerjakan dan melatih anak didik kepada norma-norma
disiplin
Adapun kekurangannya adalah: Guru tidak
dapat mengawasi pelaksanaan tugas ini sehingga kemungkinan siswa mengantuk, siswa
yang tidak mampu mengerjakan tugasnya akan berusaha menghindari pelajaran
tersebut dengan berbagai alasan dan jika semua pelajaran diberikan tugas,
menyebabkan kesukaran bagi anak didik dalam membagi waktu untuk semua tugasnya
4.
Metode Diskusi
Diskusi adalah memberikan alternative jawaban untuk
membantu menyelesaikan masalah dan metode ini merupakan bagian yang terpenting
dalam menjelaskan sesuatu masalah. Serta membantu siswa untuk berpikir dan
mengeluarkan pendapat sendiri. Metode ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Adapun kelebihannya: kemungkinan anak didik yang tidak ikut aktif,
sehingga bagi anak ini, diskusi merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari
tanggung jawab, siswa yang peduli akan mendominasi dalam diskusi dan memerlukan
waktu yang banyak.[14]
Berdiskusi adalah kegiatan manusia yang alamiah, sesuatu
kegiatan yang menarik kreatif dan mengasikkan. Dalam suatu diskusi para peserta
berfikir bersama dan mengungkapkan fikirannya, sehingga menimbulkan pengertian
pada dirinya sendiri, pada kawan-kawan diskusi dan juga pada masalah yang di diskusikan.[15] Dan dapat
menimbulkan pemahaman yang lebih kongkrit oleh karena itu metode ini merupakan
salah satu metode yang ampuh dan menarik.
Dengan metode ini para peserta tidak hanya dilatih untuk membahas
masalah, memecahkan persoalan melalui tukar pikiran dilatih juga teknik
wawancara sistematis dan efektif dan analisa dari pembimbing akan membantu
proses belajar para siswa.
5.
Metode Latihan
Metode latihan adalah cara mengajar untuk menanamkan kebiasaan
tertentu juga sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan yang baik selain itu
metode ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketetapan,
kesempatan dan keterampilan. Penggunaan istilah (Latihan) sering
disamakan artinya dengan “ulangan” padahal maksudnya berbeda. Latihan bermaksud
agar pengertian dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan
dikuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh
mana ia telah menyerap pengajaran tersebut.[16]
Dari uraian diatas jelas bahwa metode pembelajaran Fiqih bermacam-macam,
ini berarti bahwa tidak ada satu metode pun yang sempurna. Dengan demikian
metode mengajar tersebut akan saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga
hasil pengajaran yang diperoleh akan mencapai sasaran. Oleh karena itu seorang guru harus
menggunakan metode yang bermacam-macam dan tidak akan berhasil dengan baik
pembelajaran Fiqih jika guru hanya mengguanakan satu metode saja. Dengan
demikian sangatlah ditentukan kemampuan guru Fiqih agar memiliki dan memahami berbagai
metode mengajar. Seseorang guru hendaknya lebih selektif dalam memilih metode
sesuai dengan materi yang diajarkan, tujuan yang ingin dicapai serta situasi dan kondisi kelas
dimana pembelajaran sedang berlangsung.
Untuk dapat melaksanakan program pengajaran dapat digunakan
beberapa pendekatan, antara lain:
a. Pendekatan
emosional, yaitu pendekatan untuk menggugah emosi siswa dalam memahami dan
meyakin aqidah Islam serta memberi motivasi agar siswa ikhlash mengamalkan
ajaran Islam khususnya yang berkaitan dengan akhlaqul karimah.
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang.
Emosi berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan
pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah.
Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan estetis,
perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Dalam hal in Chadijah Hasan
mengemukakan bahwa “merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi
dalam struktur tubuh manusia, dan merasa sebagai aktifitas kejiwaan ini adalah
suatu pernyataan jiwa yang bersifat subjektif.”[17] Oleh
karena itu, Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono menjelaskan bahwa “fungsi jiwa
untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak
senang, mempunyai sifat-sifat senang dan sedih, kuat dan lemah, lama dan
sebentar, relative dan tidak berdiri sendiri sebagai pernyataan jiwa”.[18]
Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan
memberi tanggapan (respon) bila ada rangsangan (stimulus) dari
luar diri seseorang. Baik rangsangan verbal maupun rangsangan non verbal,
mempengaruhi kadar emosi seseorang. Rangsangan verbal ini misalnya ceramah,
cerita, sindiran, pujian, ejekan, berita, dialog, anjuran, perintah dan
sebagainya. Sedangkan rangsangan non verbal dalam bentuk prilaku berupa sikap
dan perbuatan.
b. Pendekatan
rasional, yaitu usaha memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan
menerima kebenaran ajaran Islam.
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
Manusia adalah makhluk yang sempurna diciptakan. Manusia berbeda dengan makhluk
lain yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya terletak pada akal. Manusia
mempunyai akal, sedangkan makhluk lain seperti binatang dan sejenisnya tidak
mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah yang dapat berfikir, sedangkan makhluk
lain tidak mampu berfikir.[19]
Dengan kemampuan akalnya manusia dapat membedakan mana
perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana
kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula manusia dapat
membuktikan dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas
segala sesuatu di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal untuk
memikirkan dan memecahkan sesuatu persoalan, tetapi diyakini pula dengan akal
dapat dicapai ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan teknologi moderen.
Oleh karena itulah manusia dikatakan sebagai homo sapien, semacam
makhluk yang kecenderungan berfikir.
Di sekolah anak didik dididik dengan berbagai ilmu
pengetahuan. Perkembangan berfikir anak dibimbing ke arah yang lebih baik,
sesuai dengan tingkat usia anak. Perkembangan berfikir anak mulai dari yang
abstrak sampai yang kongkrit. Maka pembuktian sesuatu kebenaran, dalil,
prinsip, atau hukum menghendaki dari hal-hal yang sangat sederhana menuju ke
kompleks. Pembuktian tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah keagamaan
harus sesuai dengan tingkat berfikir anak. Kesalahan pembuktian akan berakibat
fatal bagi perkembangan jiwa anak. Usaha yang terpenting bagi guru adalah
bagaimana memberikan peranan kepada akal (rasio) dalam memahami dan menerima
kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran
agama.[20]
Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan
pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan
pengajaran di sekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode
mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, latihan, kerja kelompok dan pemberian tugas.
c. Pendekatan
fungsional, yaitu usaha untuk menyajikan ajaran Islam dengan menekankan pada
segi kemanfaatannya bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah
bukanlah hanya sekedar mengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan
anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memaafkan
ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian
anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak
mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu untuk kepentingan hidupnya. Dengan
begitu, maka nilai ilmu sudah fungsional dalam diri anak.[21]
Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk memberantas
kebodohan dan pengisian kekosongan intelektual, tetapi untuk diimplementasikan
ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang pada akhirnya
hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam berbagai jenis dan
tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan kebutuhan siswa dan
masyarakat.
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan
dapat menjembatani harapan tersebut. Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu
saja diperlukan penggunaan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode
mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan,
pemberian tugas, ceramah, Tanya jawab, dan demonstrasi.
d. Pendekatan
keteladanan, yaitu menyuguhkan keteladan, baik yang langsung melalui penciptaan
kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, prilaku pendidik, dan
tenaga kependidikan lain yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak
langsung melakui
suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan.
Pendidikan dengan menggunakan pendekatan keteladanan berarti
pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara
berfikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa
pendidikan dengan menggunakan pendekatan keteladanan merupakan metode yang paling
berhasil guna. Hal itu karena, orang dalam belajar, pada umumnya lebih mudah
menangkap yang kongkrit ketimbang yang abstrak. Dalam hal ini Abdullah Ulwan
menggambarkan bahwa ”pendidikan barang kali akan mudah mengkomunikasikan
pesannya secara lisan. Namun, anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan
itu apabila ia melihat pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang
disampaikannya”.[22]
Dalam al-qur’an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan keteladanan
dalam pendidikan.
Sebagaimana termaktub dalam surat
al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن
كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا (الأحزاب: ٢١)
Artinya:
Sesungguhnya ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q. S. al-Ahzab: 21)[23]
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
guru boleh memilih salah satu metode atau menggabungkan beberapa metode
mengajar yang ada. Yang perlu diperhatikan adalah, bahwa metode yang dipilih
tersebut sesuai dengan tujuan pelajaran, materi pelajaran, sarana yang ada,
serta waktu yang tersedia.
Namun demikian dalam penerapan metode-metode tersebut
terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metode, antara lain:
a. Tujuan
Yang Hendak Dicapai
Setiap melaksanakan pengajaran tentunya mempunyai tujuan
yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Misalnya pada tujuan pengajaran
tafsir Al-Qur'an dan hadits berbeda dengan tujuan pengajaran akhlak. Dan
pelajaran tauhid berbeda tujuannya dengan pelajaran Fiqih, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena itu tujuan umum maupun tujuan khusus dari
masing-masing pelajaran memiliki perbedaan dan tekanannya masing-masing, maka
implikasinya dalam pemilihan metode hendaklah mampu melihat perbedaan-perbedaan
tersebut dan membawanya ke dalam situasi pemilihan riset metode yang dianggap
paling tepat dan serasi untuk diterapkan.[24]
Berdasarkan keterangan di atas, menandakan bahwa penerapan
metode pengajaran agama Islam harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang
akan diberikan, karena hanya dengan cara demikian barulah tujuan yang
dikehendaki akan tercapai.
b. Kemampuan
Guru
Efektif tidaknya suatu metode juga sangat dipengaruhi oleh
kemampuan guru yang memakainya, di samping kepribadian guru memang cukup
dominant pengaruhnya, misalnya seorang guru A oleh karena mahir dan cerdik
dalam berbicara sehingga setiap pendengar menjadi terkesan dan terpukau dengan
pembicaraannya, maka metode ceramah menjadi pilihan utama di samping metode
lain sebagai pendukungnya. Akan tetapi metode ceramah tersebut akan menjadi
tidak efektif bagi seorang guru yang pendiam dan tidak menguasai teknik-teknik
metode ceramah yang baik.[25]
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dipahami bahwa kemampuan guru sangat berperan
untuk memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan. Jika
metode yang digunakan tidak sesuai, maka proses belajar mengajar tidak akan
berhasil. Oleh karena itu, kemampuan guru memegang peranan penting dalam
menciptakan keberhasilan belajar mengajar.
c. Anak
Didik
Hal yang perlu diperhatikan pula dalam penggunaan metode
adalah anak didik, karena guru berhadapan dengan makhluk hidup yang bernama
anak didik itu, atau siswa dengan potensi dan fitrah yang dimilikinya memberi
kemungkinan sekaligus harapan untuk berkembang dengan baik ke arah pribadi yang
sempurna.[26]
Pada fitrahnya memang setiap individu anak didik itu telah
diberikan hidayah kebaikan (berupa ketauhidan dan keimanan) oleh Allah SWT.
Akan tetapi iman dan tauhid itu dapat saja berubah ke arah kelunturan apabila
tidak disiram dan dipupuk dengan pendidikan dan bimbingan ke jalan menuju ke
arah keimanan dan Islam. Guru di samping itu juga berhadapan dengan anak didik
yang masing-masing memiliki perbedaan kemampuan, kecerdasan, karakter, latar
belakang sosial ekonomi dan perbedaan tingkat usia antara satu dengan yang lain
selamanya siswa berbeda dalam kelas. Oleh karena itu untuk mendukung hal
tersebut diperlukan mengajar dengan kearifan sesuai dengan firman Allah dalam
surat an-Nahlu ayat 25 sebagai berikut:
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة
والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم
بالمهتدين (النحل: ١٢٥)
Artinya: Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. Q. S.
an-Nahlu: 125)[27]
Dari gambaran ayat di atas, maka diketahui bahwa usaha untuk
mensukseskan belajar mengajar harus ditempuh dengan cara mendidik anak didik
sebijaksana mungkin. Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan keberhasilan
proses belajar mengajar siswa.
d. Situasi
dan Kondisi di mana Pengajaran Berlangsung
Situasi dan kondisi di mana berlangsungnya pengajaran juga
harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penggunaan metode mengajar.
Situasi dan kondisi yang dimaksud, yaitu termasuk kondisi
fisik gedung sekolah, apakah berada di pasar atau di samping bioskop dan
sebagainya. Demikian juga keadaan guru dan murid saat mana waktu akan
memberikan pelajaran di kelas apakah guru atau murid dalam keadaan lelah
sehingga penerapan metode pada saat itu perlu dipertimbangkan dan diganti
dengan metode lain yang dianggap lebih tepat seperti sosiodrama, tanya jawab,
diskusi dan sebagainya. Ini berarti guru perlu mempertimbangkan situasi dan
kondisi dalam pemilihan metode jika pengajaran ingin berhasil secara optimal.[28]
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dipahami bahwa situasi
dan kondisi merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi proses belajar,
karena keberhasilan belajar mengajar sangat bergantung pada situasi dan
kondisi. Apabila situasi dan kondisi tidak dipengaruhi oleh kebisingan atau
rasa lelah yang menimpa guru atau siswa, maka proses belajar mengajar akan
berhasil dengan baik.
e. Fasilitas
yang Tersedia
Tersedianya sarana dan prasarana atau media pengajaran
misalnya tersedia gedung sekolah tempat dan alat praktikum, buku-buku bacaan,
alat-alat peraga serta fasilitas lainnya sangat tergantung terhadap efektif
tidaknya penggunaan suatu metode.[29]
Misalnya bagaimana kita ingin memakai metode demonstrasi dan eksperimen
sementara peralatan untuk praktek pelajaran ibadah atau buku-buku bacaan yang
berbobot untuk diteliti tidak ada. Hal ini jelaslah bahwa tersedia atau
tidaknya fasilitas sekolah perlu diperhatikan dalam penentuan metode mengajar
yang baik dan khusus.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
fasilitas merupakan faktor terpenting untuk menyukseskan pendidikan agama,
karena tidak mungkin berjalan proses pengajaran apabila sarana yang tersedia
kurang memadai, apalagi tidak ada sama sekali.
f. Waktu
yang Tersedia
Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, masalah
waktu yang tersedia juga perlu diperhatikan, apakah waktunya cukup jika guru
menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan
eksperimen, sementara acara pengajaran hanya tersedia 40 menit saja, atau
sebaliknya. Apakah tidak sebaiknya kita memakai metode demonstrasi dan
eksperimen di samping metode lainnya, karena acara pengajaran cukup tersedia.
Akan tetapi, bisaanya waktu tersebut telah ditentukan dalam kurikulum, sehingga
diperlukan keahlian guru untuk memilih metode yang sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan itu.[30]
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
usaha untuk menyesuaikan metode dengan materi sangat bergantung waktu yang
disediakan dalam kurikulum, sebab apabila waktu yang disediakan tidak
mencukupi, maka metode yang digunakan tidak efektif. Namun untuk mencegah hal
tersebut, maka seorang guru diwajibkan memilih metode yang sesuai dengan waktu
yang telah disediakan dalam kurikulum.
g. Sifat
Materi
Sifat materi sangat penting diperhatikan oleh seorang guru,
karena ditentukannya metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan sangat
tergantung dari materi yang diajarkan kepada siswa.[31]
Keterangan di atas mengidentifikasikan bahwa dalam metode
pengajaran tersedia banyak metode mengajar, yang kesemuanya tentu cocok untuk
diterapkan. Akan tetapi perlu juga diperhatikan, dari kesemua metode tersebut
ada yang paling tepat dan cocok dengan materi yang diajarkan kepada siswa. Dan
di sini juga membutuhkan kemahiran guru dalam menentukannya.
h. Kelebihan
dan Kekurangan Suatu Metode
Dari masing-masing metode yang banyak itu, sudah barang
tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, akan tetapi kekurangan
suatu metode tertentu dapat dilengkapi oleh keunggulan dalam suatu metode yang
lain. Oleh karena itu, guru perlu menerapkan banyak metode dalam setiap
pengajaran, bahkan guru harus menggunakan satu sampai empat metode secara
bervariasi, dan oleh karena itu guru hendaklah mempertimbangkan sisi kelebihan
dan sisi kekurangan suatu metode dalam mengkombinasikannya dalam satu kesatuan
yang harmonis dan kompak.[32]
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dipahami bahwa
kelebihan dan kekurangan sebuah metode menjadi perhatian serius dalam usaha
mensukseskan kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, sebagai usaha untuk
menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh sebuah metode, maka seorang
guru mengkombinasikan beberapa metode agar di antara metode tersebut bisa
saling menutupi.
[1]H.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
interdesipliner, (Jakarta: Bumi Akasara, 1991), hal. 61.
[2]Imam Bernadib, Filsafat Pendidikan, Sistem dan
Metode, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan IKIP Yogyakarta, 1990), hal. 85.
[3] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran
tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-ma'arif, 1991), hal. 183.
[4]Dalam
bahasa Arab kata metode diungkapkan
dalam berbagai kata, seperti al-thariqah,
manhaj dan al-wasilah. Al-tariqah berarti jalan, manhaj dan al-wasilah berarti
perantara atau mediator. Kata al-Thariqah
dalam al-Qur'an dihubungkan sebagai jalan
menuju neraka (Q.S: 4:169),
terkadang juga dihubungakn dengan sifat
dari jalan lurus, seperti al-thariqah al-mustaqim yang berarti jalan
yang lurus (Q.S: 46:30). Ada
juga Al-thariqah fi-al-bahr yang berarti jalan (yang kering) di laut (Q. S: 20: 77). Di
samping itu diartkan juga kepatuhan kepada jalan "Dan
bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan memberikan minum kepada
mereka air yang segar"
(rezeki yang banyak) (Q.S: 72: 16).
Dan juga thariqah berarti tata
surya atau langit. "Dan
sesungguhnya Kami telah mencibtakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami
tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami" (Q.S: 23: 17 ).
[6]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2008),
hal. 125.
[7]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 201.
2004), hal. 9.
[11]Tayar
Yusuf dan Syaiful Bahri Djamarah, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa
Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 45.
[12]Imamsyah
Ali Pandie, Didakdik Metodik Pendidikan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional,
t.t.), hal. 79.
[14]Team
Didakdik Metodik Kurikulum FKIP Surabaya, Pengantar Didakdik Metodik
Kurikulum Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1981),
hal. 48.
[17]Chadijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi
Pendidikan, Cet. I, (Surabaya: Al-Ikhlash, 1994), hal. 39.
[20]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi
Belajar Mengajar, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 76-77.
[23] Departemen Agama RI, al-Qur'an dan
Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an, 1989), hal. 445.
[25]Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, Cet. V, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 33.
[27]Departemen Agama RI, al-Qur'an dan
Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an, 1989), hal. 345.
[29]Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 53.
0 Comments
Post a Comment