BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Perenialisme merupakan suatu aliran
dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari
kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang
ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis
berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta
mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan
pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik.
Mohammad Noor Syam mengemukakan
pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Tempat Asal Aliran Perenialisme Dikembangkan
Di zaman kehidupan modern ini banyak
menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang
pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme
memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang
dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.[1]
Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya
kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa
pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena
dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis
ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat
perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme
rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun
praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat
jika dikatakan bahwa perenialisme mcmandang pendidikan itu sebagai jalan
kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman
modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa
lampau.
Perenialisme merupakan aliran
filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan
hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang
tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan
menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat
khususnya filsafat pendidikan.[2]
Setelah perenialisme menjadi
terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha
untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat
memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas
yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan
hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.
B. Tokoh-tokoh Perenialisme
AristotelesFilsafat perenialisme
terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran
filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh
St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.[3]
Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa
Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada
sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
PlatoAsas-asas filsafat perenialisme
bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu
perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja
Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles.[4]
Pendapat di atas sejalan dengan apa
yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa
Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana
seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas
Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama
Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama
Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham
gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama
perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas
di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula
pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan
Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan
perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme
ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan
abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup
dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan
eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka
metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di
kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat
spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya,
manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun
yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Jadi aliran perenialisme dipakai
untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles
dan S.T Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari
lingkungan agama Katholik atau diluarnya.
C. Pandangan Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat
yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah
seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan
berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut
epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika
pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas,
maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme,
harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan
realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri
dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi,
yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan
dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai
dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme penguasaan
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk
mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai
penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.[5]
Dengan pengetahuan, bahan penerangan
yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya
masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men
gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan
suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut
perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi
landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran
tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra,
sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan
lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah
lampau.
Dengan mengetahui rulisan yang
berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan
bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1.
Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang
telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2.
Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya¬karya
tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi)
zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan
mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa
lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli
terse¬but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana
peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka
sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang
ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni¬alisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah
mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya.
ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut.
Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan
pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik
memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam
pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya
dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan
adalah guru-guru, di mana tug as pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan
pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam
akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan
tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad
pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat
metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di
samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting
maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh
Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa
pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika
yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert
Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka
perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut
pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses
belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan
tiap individu itl! terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.
D. Pandangan dan Sikap Saya tentang Aliran Perenialisme
1. Pandangan secara Ontologi
Ontologi perennialisme terdiri dari
pengertian-pengertian seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi.
Perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut
istilah ini. Benda individual disini adalah bend a sebagaimana nampak
diha¬dapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu,
rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari
esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus
yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan
esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus,
sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya
partikular dan uni versal, ma¬terial dan spiritual.
Jadi segala yang ada di alam semesta
ini seperti halnya manusia, batu bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya mem¬pakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada,
tidak hanya merupakan kambinasi antara zat atau bend a tapi merupakan unsur
patensiaJitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang
diutarakan aleh Aristateles tetapi ia juga merupakan sesuatu yang datang
bersama-sama dari sesuatu "apa" yang terkandung dalam inti (essence)
dan potensialitas dengan tindakan untuk "berada" yang merupakan unsur
aktualitas sebagaimana yang diungkapkan oleh ST. Thomas Aquinas.
Uraian di atas sejalan dengan apa
yang dikatakan I.R Poedjawijatna bahwa esensi dari pada kenyataan itu adalah
menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari patensialitasnya.
Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah
patensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Misalnya meskipun manusia
dalam hidupnya jarang dikuasai oleh sifat eksistensi kemanusiaan, tidak jarang
pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauan¬nya, Schula ini dapat dikurangi.
Hal-hal yang bersifat partikular yang merintangi kehidupan dapat diatasi. Maka
dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini manusia dapat makin mendekatkan
diri kepada gerak yang tanpa gerak itu, ialah tujuan dan bentuk terakhir dari
segalanya.
Jadi dengan demikian bahwa segala
yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang
disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu
adalah patensialitas yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat
eksistensi keduniaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan
kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat
bergerak untuk menuju tujuan (teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri
pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan
merupakan tujuan akhir.
2. Pandangan Epistemologis Perennialisme
Perenialisme berpendapat bahwa
segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang
terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan
kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya
adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian.[6]
lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi
dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala
sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa penge¬tahuan itu inerupakan
hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang
konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang
tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan
menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris kebenarannya
terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi filsafat dengan metode
deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat
self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir
sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak
asasi.
3. Pandangan Aksiologi Perennialisme
Perenialisme memandang masalah nilai
berdasarkan azas-azas supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan
azas seperti itu, tidak hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas
prinsip teologi dan supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam
tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subyek telah memiliki
potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu adapula
kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.
Masalah nilai itu merupakan hal yang
utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada azas-azas supernatural
yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi
hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah pada jiwanya.[7]
Oleh karena itulah hakekat manusia itu juga menentukan hakikat
perbuatan-perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam
aksiologi, prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika,
tindakan itu ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia,
karena manusia itu secara alamiah condong kepada kebaikan.
Jadi manusia sebagai subyek dalam
bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di
samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan dorongan-dorongan kearah yang
tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional
(pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adaJah lercermm dari
jlwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuatan potensial yang membimbing
tindakan manusia menuju pada Tuhan at au menjauhi Tuhan, dengan kata lain
melakukan kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri
pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Dalam bidang pendidikan
perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato,
Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki
tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya
berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang
ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Dengan demikian jelaslah bahwa
perenialisme itu rnenghendaki agar pendidikan disesuaikan dengan keadaan
manusia yang mempunyai nafsu, kemauan dan pikiran sebagaimana yang dimiliki
secara kodrat. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi
pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Ide-ide Plato ini kemudian
dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekatkan kepada dunia kenyataan,
Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah "kehahagiaan". Untuk
mencapai pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelek harus di
kembangkan secara seimbang. Sejalan dengan uraian di atas, Zuhairini Arikunto
juga berpendapat dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan tujuan
pendi¬dikan yang dikehendaki oleh Thomas Aquinas ialah sebagai usaha mewujudkan
kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan nyata,
Oalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan memberikan bantuan pada anak
didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian-uraian yang
penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan beberapa saran.
A.
Kesimpulan
1.
Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman
sekarang.
2.
AristotelesFilsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya
Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles
sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai
pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
3.
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti
benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme membedakan suatu
realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini.
B.
Saran - Saran
1.
Disaran Bagi umat islam yang hendak melakukan pengkajian yang
sangat mendalam tentang filsafat, karena ilmu ini sangat penting dalam
pendidikan
2.
Disarankan kepada pihak Perguruan Tinggi Islam untuk dapat
menyediakan Dosen yang ahli dalam masalah filsafat.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Saeful. Filsafat
Ilmu Al-Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Bandung: Pustaka Setia.
2007.
Beerling. Filsafat
Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin. Jakarta: Balai Pustaka1988..
Kattsof, Louis.
Element of Pholosophy. Terj.Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1987.
Suriasumantri,
Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. 1986.
Soetriono dan
SRDm Rita Hanafie. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Andi. 2007.
Zainuddin, M. Filsafat
Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta: Lintas Pustaka. 2006.
[1] Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), hal. 186.
[2] Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta:
Yayasan Obor, 1991), hal. 47
[3] Aqqad, Abbas Mahmud, Filsafat Pemikiran Ibn Sina, (Solo:
Pustaka Mantiq, 1988), hal. 10
[4] Abdullah, Amin, ‘Teologi dan Filsafat dalam Perspektif
Globalisasi”, dalam Mukti Ali, Agama Dalam Pergumulan Masyarakat, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1998 ), hal. 39
[5] Zainuddin, M. Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam. (Jakarta:
Lintas Pustaka. 2006).hal. 56
[6] Zainuddin, M. Filsafat Ilmu: Perspektif.................hal. 27
[7] Beerling. Filsafat Dewasa Ini. Terj. Hasan Amin. (Jakarta:
Balai Pustaka1988), hal. 49
0 Comments
Post a Comment