Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pembagian Hadist dari Segi Kuantitas, Sanad, Mutawatir, Masyhur dan Ahad


KATA PENGANTAR
 


            Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Islam sebagai agama yang sempurna.  Kemudian selawat beserta salam keharibaan Rasulullah yang telah membimbing dan menuntun umat manusia ke jalan yang lurus dan benar. Demikian juga kepada sahabat dan keluarga serta orang yang mengikuti jejak Beliau hingga hari kiamat nantinya.
Dengan taufik dan hidayah Allah, penulis telah dapat menyusun sebuah Makalah untuk menyelesaikan Mata Kuliah pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Almuslim Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Kabupaten Bireuen. Dalam hal ini penulis memilih judul: Pembagian Hadist dari Segi Kuantitas, Sanad, Mutawatir, Masyhur dan Ahad
Tentunya dalam menyelesaikan Makalah ini penulis sangat mengharapkan bantuan dari semua pihak. terutama kepada dosen yang telah mengasuh dan membimbing penulis pada mata kuliah Ulumul Hadist dan seluruh petugas pengajaran yang telah membantu penulis sehingga penulisan Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada ayahanda dan bunda tercinta yang telah mendukung baik secara moril maupun sprituil. sehingga penulis dapat mengikuti jenjang pendidikan hingga sampai ke perguruan tinggi. penulis do’akan semoga keduanya mendapat barakah dari Allah dan ditempatkan di surga-Nya di hari kiamat nantinya.
Dan ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dosen Pengasuh Mata Kuliah yang telah membimbing penulis dari awal sampai akhir penulisan Makalah ini, semoga mereka mendapat pahala dari Allah Swt.  Begitupun Makalah ini telah penulis susun dengan sebaik mungkin, namun sebagai seorang hamba yang lemah sangat menyadari bahwa masih banyak terjadi kekeliruan dan kesalahan serta banyak kekurangan.  Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan Makalah ini dapat diterima.
                                               
        Matangglumpangdua, 05 Mai 2012 M
   P e n u l i s































DAFTAR ISI

                                                                                        Halaman
KATA PENGANTAR                                                                                     i
DAFTAR ISI                                                                                                  iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                1
A.    Latar Belakang Masalah                                                                 1
BAB II PEMBAHASAN                                                                                  3
A.    Pembagian Hadist diTinjau dari Segi Kuantitas                            3
B.    Pengertian Sanad                                                                            3
C.    Pengertian Hadist Mutawatir                                                         4
D.    Pengertian Hadist Masyhur                                                            5
E.     Pengertian Hadist Ahad                                                                  6

BAB III PENUTUP                                                                                         8
A.     Kesimpulan                                                                                    8
B.      Saran – saran                                                                                  8
DAFTAR PUSTAKA                                                                           9





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayt al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44. Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.
Adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan hadits adalah salah satu problem. Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya digunakan sebagai sumber ajaran agama.
Mengingat banyaknya permasalahan, maka kajian-kajian hadits semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadits itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara selektif. Para muhaddisin, dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits di sela-sela mata rantai sanad tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pembagian Hadist diTinjau dari Segi Kuantitas
Pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas perawinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu Mutawatir:Masyhur:Ahad.
B.    Pengertian Sanad
Sanad secara bahasa berarti al-mu’tamad ( المعتمد), yaitu “ yang diperpegangi (yang kuat/ yang bisa dijadikan pegangan”. Atau, dapat juga diartikan :     ماارتفع من الأرض  yaitu “ sesuatu  yang terangkat (tinggi) dari tanah “.[1]
Sedangkan secara terminologi , sanad berarti :
هو طريق المن . أي سلسلة الرواة الذين نقلوا المن من مصدره الأول.
Artinya:Sanad adalah jalannya matan, ayitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama”.[2]
Jalan matan tersebut dinamakan dengan sanad adalah karena musnid berpegang kepadanya katika menyadarkan matan ke sumbernya. Demikian juga, para Huffazh menjadikannya sebagai pegangan (pedoman) dalam menilai sesuatu Hadis.[3] Apakah shahih atau Dha’if
Sebagai contoh dari sanad adalah seperti yang terlihat dalam hadis berikut:
روى الإمام البخاري قال : حدثنا محمد بن المثنى قال : حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال : حدثنا أيوب. عن أبي قلابة . عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما. وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله . وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار.
Artinya:Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn al-Mutsanna, ia berkata, “telah menceritakan kepada kami ‘Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata, ‘telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abi Qilabag, dari Anas, dari Nabi SAW., beliau bersabda, ‘Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia mencintai seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali-kepada kekafiran sebagaimana ia benci masuk ke dalam api neraka’.”
            Pada hadis di atas terlihat adanya silsilah para perawi yang membawa kita sampai kepada matan hadis, yitu Bukhari. Muhammad ibn al-Mutsanna, ‘Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, Ayyub, Abi Qilabah, dan Anas r.a. Ranggakaian nama-nama itulah yang disebut dengan sanad dari Hadis tersebut, karena merekalah yang menjadi  jalan bagi kita untuk sampai ke matan Hadis dari sumbernya yang pertama.[4]
C.    Pengertian Hadist Mutawatir
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Hadits mutawatir merupakan hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang dalam setiap generasi, sejak generasi shahabat sampai generasi akhir (penulis kitab), orang banyak tersebut layaknya mustahil untuk berbohong.
Suatu hadist baru dapat dikatakan hadist mutawatir, bila hadist itu memenuhi tiga syarat, yaitu[5]: Pertama: Hadist yang diriwayatkan itu haruslah mengenai sesuatu dari Rasulullah SAW yang dapat ditangkap oleh panca indera, seperti sikap dan perbuatannya yang dapat dilihat dengan mata kepala atau sabdanya yang dapat didengar dengan telinga. Kedua: Para rawi (orang-orang yang meriwayatkan hadist) itu haruslah mencapai jumlah yang menurut kebiasaan (adat) mustahil mereka sepakat untuk berbohong. Tentang beberapa jumlah minimal para rawi tersebut terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama, sebagian menetapkan dua belas orang rawi, sebagian yang lain menetapkan dua puluh, empat puluh dan tujuh puluh orang rawi. Ketiga: Jumlah rawi dalam setiap tingkatan tidak boleh kurang dari jumlah minimal seperti yang ditetapkan pada syarat kedua.
D.    Pengertian Hadist Masyhur
Hadits masyhur adalah hadist yang di riwayatkan oleh tiga orang atau lebih,serta belum mencapai derajat Mutawatir.[6] Hadis ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat. Ulama Hanafiah mengatakan bahwa hadis masyhur menghasilkan ketenangan hati, dekat kepada keyakinan dan wajib diamalkan, akan tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.[7]
Adapun Contoh hadist masyhur adalah sebagai berikut:Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya. Hadits ini ahad. Tetapi sepengetahuan kami, hadits ini masyhur, yaitu dari jalan Ibnu Umar,
قال رسول الله صلى الله عليه وآل وسلم: بني الإسلام على خمس : شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمد ا رسول الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ، وصوم رمضان
Artinya:    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, ‘Islam dibangun di atas lima asas (yaitu) syahadat (persaksian) bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji dan puasa ramadhan (dalam riwayat lain puasa ramadhan baru haji).( HR. Muslim )

E.    Pengertian Hadist Ahad
Al-Ahad jama’ dari ahad, menurut bahasa al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah berita yang disampaikan oleh satu orang. Ada juga ulama yang mendefinisikan hadis ahad secara singkat, yakni hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir, hadis selain hadis mutawatir atau hadis yang sanadnya sah dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi) tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak samapi kepada qat’i dan yaqin.[8]
Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hadis ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau sejumlah orang tetapi jumlahnya tidak sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir. Jumhur ulama sepakat bahwa beramal dengan hadis ahad yang telah memenuhi ketentuan maqbul hukumnya wajib, sedangkan golongan Qadariah, Rafidhah dan sebagain ahli Zhahir menetapkan bahwa beramal dengan dasar hadis ahad hukumnya tidak wajib.[9]
Menurut Al-Ma’udi, Hafidz dalam bukunya Ilmu Musthalahah Hadist, yang dimaksud dengan hadist Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir[10]. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhanniy".













BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:
A.    Kesimpulan

1.     Sanad adalah jalannya matan, ayitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama.
2.     Hadits mutawatir merupakan hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang dalam setiap generasi, sejak generasi shahabat sampai generasi akhir (penulis kitab), orang banyak tersebut layaknya mustahil untuk berbohong.
3.     Hadits masyhur adalah hadist yang di riwayatkan oleh tiga orang atau lebih,serta belum mencapai derajat Mutawatir.
4.     Hadis ahad yakni hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir, hadis selain hadis mutawatir atau hadis yang sanadnya sah dan bersambung hingga sampai kepada sumbernya (Nabi) tetapi kandungannya memberikan pengertian zhanni dan tidak samapi kepada qat’i dan yaqin
B.    Saran-saran
1.     Disarankan kepada umat islam untuk dapat mengamalkan islam sesuai dengan petunjuk Al – qur’an dan as – Sunnah.
2.     Disarankan kepada para mahasiswa/I untuk dapat meningkatkan pembelajaran tentang kajian Al – Qur’an dan As – Sunnah.
3.     Disarankan kepada umat islam untuk berpegang tuguh kepada Al – Qur’an dan as – Sunnah.

DAFTAR PUSTAKA
 ‘Azami, Mustafa, Studies In Hadits Metodologis and Structure, Washintong: American Trust, 1977.

Fazlurahman, Ikhtisar Mustalahul Hadis, Bandung: al-Ma’arif, 1995.

Ahmad Muhammad Syakir, al-Ba’ith al-Hadits fi Ikhtisar al-Hadits, Baeirut: Dar al-Fikr, t. th.

Ismail, Syuhudi M., Kaedah Kesahihan Sanad Hadist Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta; Bulan Bintang, 1988.

Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, Bandung :CV  Pustaka Setia, 1998.

Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarata: PT Raja Grafindo Persada,2002.

Rahman, Fatchur, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung:PT Alma’arif, 1974.




[1] ‘Azami, Mustafa, Studies In Hadits Metodologis and Structure, (Washintong: American Trust, 1977), hal. 45.

[2] Fazlurahman, Ikhtisar Mustalahul Hadis, (Bandung: al-Ma’arif, 1995), h. 143-145 dan Ahmad Muhammad Syakir, al-Ba’ith al-Hadits fi Ikhtisar al-Hadits, (Baeirut: Dar al-Fikr, t. th), hal. 40.

[3] Ibid, hal. 55.
[4] Ismail, Syuhudi M., Kaedah Kesahihan Sanad Hadist Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta; Bulan Bintang, 1988), hal. 39.
[5] Syuhudi M., Kaedah..., hal. 42.

[6] Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadis, (Bandung :CV Pustaka Setia, 1998), hal. 87.

[7] Suparta, Munzier..., hal. 111.

[8] Suparta, Munzier, Ilmu Hadis ( Jakarata: PT Raja Grafindo Persada,2002 ), hal.107
[9] Munzier Suparta.…, hal. 109.

[10] Rahman,Fatchur, Ikhtisar Musthalahul Hadits, (Bandung:PT Alma’arif, 1974), hal. 20.