Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)
Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)
Pada mulanya belajar tuntas diperkenalkan oleh Bloom dan
Carrol (1963). Carrol menyatakan bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran
mengenai waktu yang diperlukan untuk mempelajari suatu tugas pada jenjang
tertentu dalam kondisi pengajaran yang diharapkan/ideal (Hamalik, 1991: 84). Sistem belajar tuntas mengharapkan
program belajar mengajar dapat dilaksanakan sedemikian rupa agar tujuan yang
hendak dicapai dapat diperoleh secara optimal. Belajar tuntas merupakan
pengajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan strategi kelompok.
Ciri-ciri belajar tuntas menurut Nasution (2005: 87) adalah
a.
Pengajaran didasarkan atas
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
b.
Memperhatikan perbedaan individu
terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya.
c.
Evaluasi dilakukan secara kontinue
agar guru maupun siswa dapat segera memperoleh balikan.
Orman E. Gronlund dalam Sardiman (2001: 26) mengemukakan
bahwa batas ketuntasan hasil belajar sebaiknya menggambarkan tingkat
pembelajaran yang obyektif dari hasil penilaian dan disesuaikan dengan batas
ketuntasan yang ditetapkan sekolah. Belajar tuntas adalah setiap siswa
dalam kelas dapat menguasai tiap topik pelajaran matematika minimal 75% atau
antara 70%-75%, sehingga semua guru diharapkan agar dalam pengisian raport
tidak ada penambahan angka, kalau guru menghendaki siswa mencapai penguasaan
bahan pelajaran, maka bahan harus disusun secara sempurna, begitu juga dengan
instrument evaluasi hasil belajar. Bahan harus diperinci dan diorganisasikan kedalam
satuan-satuan tertentu sampai satuan yang terkecil yang bermakna dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari satuan yang lebih besar.
Dalam kegiatan Mastery learning ada dua kegiatan yaitu
pengayaan dan perbaikan atau remedial.
a.
Pengayaan
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang
diberikan kepada siswa yang telah mencapai ketentuan dalam belajar yang
dimaksudkan untuk menambah wawasan atau memperluas pengetahuannya dalam materi
pelajaran yang telah dipelajarinya (Usman, 1993: 108). Pengayaan bukan merupakan kegiatan
untuk memberikan konsep baru yang akan diberikan pada waktu mendatang. Kegiatan
pengayaan yang dilakukan oleh guru tidak dibenarkan untuk memberikan kegiatan
pengayaan dengan konsep yang baru. Tujuan program pengayaan selain
untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap materi yang sedang
dipelajarinya juga agar siswa dapat belajar secara optimal.
Program pengayaan didasarkan pada hasil tes formatif. Bentuk
pelaksanaannya dapat berupa pengayaan untuk membantu teman-temannya yang belum
mencapai ketuntasan belajar. Dapat juga bentuk pengayaan dengan menyelesaikan
tugas, latihan mengerjakan soal-soal yang rumit.
b.
Remedial atau perbaikan.
Remedial
dilihat dari arti katanya berarti menyembuhkan, membetulkan, ataupun membuat
menjadi baik (Usman, 1993: 103), dengan demikian remedial atau perbaikan adalah
suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau
pengajaran yang membuat menjadi lebih baik.
Suharsimi Arikunto dalam Djamarah
(2006: 24) juga mengemukakan konsepnya dalam upaya pelaksanaan kegiatan
perbaikan atau remedial. Keampuhan peranan metode diusulkan dalam hal ini.
Menurutnya jika ditinjau dari jenis metode, banyaknya metode yang sudah dikenal
dapat digunakan untuk mengajar. Sebagai program perbaikan, guru seyogyanya
memilih metode mengajar yang paling sesuai dengan topik yang akan diajarkan.
Menurut Mariana (2003: 23) ada
beberapa prinsip dalam membantu siswa pada pembelajaran remedial yaitu:
1)
Penyiapan pembelajaran merupakan proses
identifikasi kebutuhan siswa dan menyiapkan rencana pembelajaran agar efektif.
2)
Merancang berbagai kegiatan:
mengelompokkan berbagai kegiatan belajar untuk siswa yang bervariasi dalam
mencapai tujuan yang sama
3)
Merancang belajar bermakna: merancang
situasi yang bermakna, misalnya dalam bentuk permainan yang memberikan
pengalaman belajar yang menarik minatnya dan timbul inisiatif belajar.
4)
Pemilihan pendekatan: pendekatan dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dari contoh yang konkret sebelum
masuk ke konsep yang abstrak.
5)
Memberikan arahan yang jelas:
pembelajaran remedial hendaknya memberikan arahan yang jelas untuk menghindari
kebingungan.
6)
Rumusan gagasan utama: ajak siswa
merumuskan gagasan utama pembelajaran tersebut sesuai dengan kesulitan yang
dialaminya.
7)
Meningkatkan keinginan belajar dan
motivasi: karena terlalu sering mengalami kesulitan dalam belajar dapat
menyebabkan frustasi pada siswa.
8)
Mendorong siswa berpartisipasi aktif
dalam kelas.
9)
Memfokuskan pada proses belajar.
10)
Memperlihatkan kepedulian terhadap
aktifitas siswa.