Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pemberian Hukuman Dalam Pendidikan Anak (Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002)


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Hukuman merupakan metode pendidikan represif atau disebut juga strategi pendidikan korektif, yang bertujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal yang benar atau yang tertib. Metode pendidikan represif diadakan bila terjadi suatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan peraturan-peraturan atau suatu perbuatan yang dianggap melanggar peraturan. Menyajikan stimulus tidak menyenangkan dalam pemakaian teknik penguatan negatif maupun tidak memberikan penguatan yang diharapkan siswa dalam teknik penghapusan, pada dasarnya adalah hukuman walaupun tidak langsung. Kalau penguatan negatif dan penghapusan dapat dikatakan hukuman tidak langsung, maka yang dimaksud dengan hukuman di sini adalah hukuman langsung, dalam arti dapat dengan segera menghentikan tingkah laku siswa yang menyimpang. Dengan kata lain, hukuman adalah penyajian stimulus tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera tingkah laku siswa yang tidak diharapkan.
Pendidik muslim diharapkan mampu mendasarkan pemberian hukuman pada anak didik sesuai dengan konsep pendidikan Islam. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عَمْرِ بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّ هِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوْا صِبْيَانَكُم بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِيْنَ وَ فَرّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى اْلمَضَاجِعِ. )رواه أبو داود (
Artinya: Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya beliau berkata, “Rasulullah saw pernah berkata “Suruhlah anak-anakmu melakukan shalat sejak usia tujuh tahun dan pukullah jika tidak mau shalat di usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka. (HR. Abu Dawud).[1]

adits tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam dimulai dengan mengajarkan anak terlebih dahulu secara lemah lembut, kemudian setelah dididik ternyata masih belum ada perubahan ke arah perilaku-perilaku yang positif, maka anak dapat diberikan ganjaran yang berupa hukuman yang bersifat edukatif. Dalam proses pemberian hukuman, mula-mula anak diberi nasihat, lalu diasingkan, setelah tindakan diasingkan atau pengabaian tidak juga membawa hasil, barulah terakhir beranjak ke tahapan fisik dengan diberi peringatan tegas lalu diberi pukulan yang tidak merusah fisik mereka. Sebagai hukuman tahap akhir, hal ini baru dilakukan jika dengan melalui nasihat, petunjuk dan peringatan tidak mempan, maka perlu diberi hukuman yang setimpal sebagai ujian bagi mereka. Hal ini pun perbolehkan dijadikan sebagai tahapan akhir, dengan catatan bahwa pukulan yang diberikan tidaklah sampai membekas, yang berarti pukulan itu tidaklah terlalu keras dan tidak terlalu menyakitkan.
Dari sudut pandang edukatif, apabila terjadi pelanggaran baik menyangkut norma agama maupun masyarakat, maka hal pertama yang dilakukan adalah dengan menasehati terlebih dahulu secara lemah lembut dan menyentuh perasaan anak didik. Jika dengan usaha itu belum berhasil maka pendidik bisa menggunakan hukuman pengabaian dengan mengabaikan atau mengacuhkan anak didik. Jika hukuman psikologis itu belum juga berhasil maka pendidik bisa menggunakan pukulan.[2] Akan tetapi hukuman dengan cara yang berlebihan dan diikuti oleh tindakan kekerasan penulis yakini tidak pernah diinginkan oleh siapapun, apa lagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif.
Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah hukuman yang seharusnya mengandung nilai edukatif meningkat menjadi tindak kekerasan yang tidak logis dan tidak sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh murid, akan tetapi tingkatan hukuman atau tehnik memberi hukuman yang sesuai bahkan seimbang dengan tingkat usia anak ini tidak dibahas bahkan secara khusus dalam Undang-Undang Pendidikan itu sendiri. Sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya bahwa hukuman adalah penyajian stimulus tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera tingkah laku siswa yang tidak diharapkan. Sarana pendidikan antara lain berupa ganjaran yang bersifat imbalan dan hukuman.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak didefenisikan sampai batas usia 18 tahun (termasuk anak yang dalam kandungan). Anak dianggap sebagai sosok yang bebas dalam melakukan atau menentukan keinginannya, anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, mencari serta menerima informasi. Sedangkan dalam pendidikan Islam, anak merupakan manusia yang terlahir dalam keadaan suci dan belum mengetahui apapun sehingga anak perlu dibina, dididik, diarahkan, dan dibimbing untuk terus berkembang agar mampu menjadi diri yang mandiri, beriman dan bertaqwa. Dalam pendidikan, dikenal dengan istilah imbalan (reward) dan hukuman (punishment), imbalan adalah sebagai motivasi agar anak terus mengukir prestasi dan berkepribadian mulia, sedangkan hukuman digunakan sebagai pembatasan dan teguran terhadap anak agar anak faham terhadap apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang seharusnya ditinggalkannya.
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 yang bunyinya: “Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.”[3]

Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 yang berbunyi: “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”[4] Kedua pasal di atas mengatur tentang hak-hak anak, akan tetapi menurut hemat penulis masih memerlukan penjelasan lanjut mengenai batasan defenisi kekerasan terhadap anak, apa dan bagaimana. Karena dikhawatirkan ketika orang tua, wali, bahkan guru (pendidik) dalam mendidik anak nantinya ketika melakukan upaya edukasi dengan memberi hukuman melalui suatu tindakan fisik seperti (mencubit, menjewer, memukul ringan) ke tubuh sang anak, maka itu akan dianggap sebagai anggapan tindak kekerasan dan akan terjerat hukum. Implikasinya bahwa, ke depan akan banyak anak-anak yang akan melaporkan orang tua, wali, atau guru mereka ke KPAI/KPAID, dan yang janggal dalam hal ini adalah perilaku tersebut justru bertentangan dengan pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 itu sendiri tentang kewajiban anak.
Pemberian hukuman adalah sebuah proses yang tidak bisa dihilangkan dalam usaha mendidik anak, akan tetapi jika hukuman dalam dunia pendidikan dianggap sebagai suatu tindak “kekerasan” sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 pasal 3 dan 4, maka isi pasal 9 dalam Undang-Undang yang sama (Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002) tentang hak anak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan meningkatkan kecerdasan anak akan terkendala dalam wujud implementasinya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil judul dalam penulisan skripsi ini adalah Pemberian Hukuman Dalam Pendidikan Anak (Perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002).                    
B.    Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.   Bagaimana kekerasan menurut perspektif undang-undang  perlindungan anak?
2.   Bagaimana tinjauan psikologis pemberian hukuman dalam pendidikan anak?
3.   Bagaimana tinjauan sosiologis pemberian hukuman dalam pendidikan anak?
4.   Bagaimana evaluasi pemberian hukuman dalam pendidikan anak?             
C.    Tujuan Penelitian           

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:
1.   Untuk mengetahui kekerasan menurut perspektif undang-undang perlindungan anak.
2.   Untuk mengetahui tinjauan psikologis pemberian hukuman dalam pendidikan anak.
3.   Untuk mengetahui tinjauan sosiologis pemberian hukuman dalam pendidikan anak.
4.   Untuk mengetahui evaluasi pemberian hukuman dalam pendidikan anak.  
D.    Penjelasan Istilah

Adapun istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1.     Hukuman
Kata hukuman berasal dari kata hukum. Hukum menurut bahasa adalah “Menetapkan sesuatu atas sesuatu, atau menindak sesuatu dari padanya.”[5] Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa hukum adalah undang-undang peraturan, tata tertib, sistem aturan dan sebagainya yang dibuat oleh penguasa.[6] Sedangkan istilah hukum menurut syara’ ialah: “Khitāb (titah) Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf dalam bentuk tuntutan (perintah) atau dalam bentuk pilihan atau penetapan.”[7]
Sedangkan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata (حَكَمَ), yang memiliki arti bijaksana.[8] Kata hukuman dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “hukum” yang secara kebahasaan hampir sama dengan kata akama dalam bahasa Arab. Hukuman yang dimaksud adalah sebuah sikap yang diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh seseorang, dan hukuman yang diberikanpun merupakan hukuman yang mengandung nilai-nilai pendidikan, melalui beberapa pertimbangan serta beberapa proses mulai dari satu tahap ke tahap selanjutnya.
2.     Pendidikan Anak
Suganda Poerbakawatja menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu usaha manusia untuk membawa si anak ke tingkat kedewasaan dalam arti sadar dalam memikul tanggung jawab segala perbuatan secara moral.[9]  Dalam psikologi pendidikan disebutkan pendidikan adalah: “Proses pertumbuhan yang berlangsung berkat dilakukannya perbuatan belajar.”[10]
Pendidikan yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah “suatu usaha untuk menumbuhkan, mengembangkan, mengawasi dan memperbaiki seluruh potensi fitrah manusia secara optimal dengan sadar dan terencana menurut hukum-hukum Allah yang ada di alam semesta maupun di dalam Alquran”.[11]
Sedangkan anak menurut kamus besar bahasa Indonesia, diartikan dengan: “Keturunan kedua, manusia yang masih kecil.”[12] Batasan umur anak kanak-kanak   (0-6 tahun), anak umur sekolah (6-12 tahun), umur remaja (13-16 tahun).[13]
Yang penulis maksudkan dengan anak disini yaitu manusia yang masih kecil berumur antara 6-12 tahun dan masih berada dalam masa perkembangan serta pertumbuhan baik jasmani maupun jasmani yang memerlukan asuhan dan bimbingan agar menjadi dewasa.              
E.    Kegunaan Penelitian      

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagi berikut:
              Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai pemberian hukuman dalam pendidikan anak (perspektif undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002). Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
              Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan pemberian hukuman dalam pendidikan anak (perspektif undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002) ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.       
F.     Metodelogi Pembahasan
                                                     
1.     Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif yang menggunakan data-data dari bahan-bahan yang bersifat kepustakaan (library research). Library research adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data serta informasi dengan bantuan buku-buku, naskah-naskah, catatan-catatan, kisah sejarah tertulis, dokumen dan materi pustaka lainnya yang terdapat dalam koleksi perpustakaan. [14]       
2.     Metode Penelitian     

Adapun metode yang penulis digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan masalah yang ada masa sekarang meliputi pencatatan, penguraian, penafsiran dan analisa terhadap data yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menjelaskan pemberian hukuman dalam pendidikan anak (perspektif undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002).
Sedangkan dipilihnya metode deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan.[15]
Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah atau dokumen lainnya.                                  
3.     Ruang Lingkup Penelitian     

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
NO
Ruang Lingkup Penelitian
Hasil Yang diharapkan

1
Kekerasan menurut perspektif undang-undang  perlindungan anak                 
a).   Kekerasan fisik
b).   Kekerasan non fisik
2
Tinjauan psikologis pemberian hukuman dalam pendidikan anak
a).   Hukuman Asosiatif,
b).   Hukuman Logis,
c).   Hukuman Moril,
3
Tinjauan sosiologis pemberian hukuman dalam pendidikan anak
a).    Menakut-Nakuti
b).   Balas Dendam
c).   Memperbaiki
4
Evaluasi pemberian hukuman dalam pendidikan anak
a).   Menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
b).   Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.
                                                           
4.     Sumber Data  
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)     Data primer
Data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[16]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah  Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT. Gramedia Indonesia, 2000, Muhammad Joni, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti,1999.
2)     Data skunder
Data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat karya Abdurrahman An Nahlawi yang diterbitkan Gema Insani Press. 1996, Fiqih Wanita karya Kamil Muhammad Uwaidah yang diterbitkan Pustaka Al-Kautsar, 2006, Alfiah Catatan Kasih Bunda: Pengalaman Mengasuh Bayi dengan Cinta karya Kalsum Ananda dan Muhammad Ridwan,, Cet. I, yang diterbitkan Al-Bayan Mizan, 2004, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak karya Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, Cetakan kedua yang diterbitkan Remaja Rosdakarya, 1992, “Al-Islam Wa Al-Thiful”, Penerj. Lukman Hakim, Hak Anak Dalam Islam karya Abdur Razaq Husain yang diterbitkan Penerbit Pustaka, 2001, Mempersiapkan Anak Shaleh: Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasulullah Saw karya Jalaluddin yang diterbitkan Raja Grafindo Persada, 2000.                                                          
5.     Tehnik Pengumpulan Data    

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini  adalah sebagai berikut:
a.     Studi dokumenter, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari  sumber-sumber informasi milik objek yang ditulis secara langsung  tanpa perantara penulis lainnya.
b.    Studi kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari  literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan  mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan seperti teks book,  jurnal ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini  guna mendapatkan landasan teoritis.                   
6.     Tehnik Analisa Data              

Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data adalah yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi karakter khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[17]                        
G.   Kajian Terdahulu
     
Diantara para peneliti sebelumnya, antara lain :
Nama: Chairul Miswar Nim: A. 273732/2682 (Sekolah Tinggi Agama Islam) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2009 dengan judul dengan judul skripsi Pengaruh Ganjaran dan Hukuman Terhadap Keberhasilan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Agama Islam metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah Metode Deskriptif Kualitatif dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Bentuk – bentuk ganjaran dan hukuman adalah berupa teguran atau larangan langsung secara lisan, atau peringatan secara lisan maupun secara tertulis yang dimaksudkan membuat siswa takut, sadar, ataupun tidak ingin mangulangi lagi perbuatan yang kurang baik,
2.     Dampak ganjaran terhadap pendidikan adalah ganjaran atau penghargaan dengan berbagai bentuknya memiliki peran menyihir di dalam memikat hati, memperbarui semangat, melebur kemalasan, mendorong keinginan dan Pemberian hukuman bertujuan untuk memberikan efek jera dan mencegah berlanjutnya perilaku negatif dan ganjaran berguna untuk penguatan atas perilaku positif.




[1]Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Dawud, Jilid. I, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.), hal. 127.
[2]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, terj. M Arifin dan Zainuddin, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 228.
[3]Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Indonesia, 2000), hal. 16.

[4]Ibid., hal. 16.
[5]T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Bulan Bintang, 1975), hal. 118.

[6]Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal. 314.
[7]Muhammad Abū Zahrah, Ushul Fiqh, (Bairut: Dār al-Fikr al-Arabī, t.t.), hal. 21.
  
[8]A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 286.

[9]Suganda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidkan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hal. 214.

[10]H.C.Whtherington, Psikologi pendidikan, Terjemahan Bukhari, Cet. IV, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hal. 12.

[11]Abdul Fida Kastori, "Sistem Pendidikan Islam", Ishlah, Ed. 43/Tahun III, 1995, hal. 38.

[12]Ibid, hal. 30-31.

[13]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 133-134.
               [14] Komarudin, Kamus Riset, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 145.

               [15] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 234.
[16] Winarmo Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,                   (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[17]Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.