Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengembangan Kreativitas Anak atau Keterbakatan Anak


A.    Pengembangan Kreativitas Anak atau Keterbakatan Anak

Pengembangan Kreativitas Anak atau Keterbakatan Anak

Pengembangan sumber daya manusia berkualitas yang mampu mengantar Indonesia ke posisi terkemuka, atau paling tidak sejajar dengan negara-negara lain pada hakikatnya menuntut komitmen akan dua hal, yaitu: 1) Penemukenalan dan pengembangan bakat-bakat unggul dalam berbagai bidang, dan 2) penumpukan dan pengembangan kreativitas -yang pada dasarnya dimiliki setiap orang- tapi perlu ditemukenali dan dirangsang sejak usia dini.
Seorang anak dikatakan anak luar biasa karena ia berbeda dengan anak-anak lainnya. Perbedaan terletak pada adanya ciri-ciri yang khas yang menunjukkan pada keunggulan dirinya. Namun, ‘keunggulan’ tersebut selain menjadi sebuah kekuatan dalam dirinya sekaligus menjadi ‘kelemahan’. Yang dimaksud sebagai kelemahan di sini adalah diabaikannya ia sebagai individu yang memiliki hak sama dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dirinya. Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi kreatif dan kemampuan mengungkapkan dirinya secara kreatif dalam bidang dan kadar yang berbeda-beda. Yang penting dalam pendidikan adalah bahwa bakat kreatif dapat dan perlu ditingkatkan dan dikembangkan.
Pengembangan kreatifitas dengan pendekatan 4P adalah sebagai berikut[1]:
1.     Pribadi, Kreatifitas adalah ungkapan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pribadi yang unik inilah diharapkan timbul ide – ide baru dan produk-produk yang inovatif.
2.     Pendorong, Untuk mewujudkan bakat kreatif siswa diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan (motivasi eksternal) yang berupa apresiasi, dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung, tetapi dapat pula dihambat dalam lingkungan yang tidak mendukung. Banyak orang tua yang kurang menghargai kegiatan kreatif anak mereka dan lebih memprioritaskan pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memperoleh rangking tinggi dalam kelasnya. Demikian pula guru meskipun menyadari pentingnya perkembangan kreatifitas tetapi dengan kurikulum yang ketat dan kelas dengan jumlah murid yang banyak maka tidak ada waktu bagi pengembangan kreativitas.
3.     Proses, Untuk mengembangkan kreativitas siswa, ia perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif. Pendidik hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan kreatif. Untuk itu yang penting adalah memberi kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. Pertama – tama yang perlu adalah proses bersibuk diri secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut dihasilkan produk kreatif yang bermakna.
4.     Produk, Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan yaitu sejauh mana keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (Kesibukan, kegiatan) kreatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pendidik menghargai produk kreatifitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi.
Kreativitas merupakan suatu keadaan yang khusus, yang sukar dijelaskan dengan suatu definisi. Kreativitas adalah intelegensi plus menurut Parnes, keatifitas adalah fungsi dari pengetahuan, imajinasi dan evaluasi. Ia melihat proses-proses yang terlibat didalamnya sebagai mencari keterangan, masalah, ide, penyelesaian masalah dan pengakuan.[2] Faktor budaya sangat mempengaruhi arah perkembangan kreativitas, taraf fungsi dan macam-macamnya. Dari tujuh kelompok budaya yang ditelitinya didapatkan bahwa anak-anak dari lingkungan budaya yang lebih maju menunjukan ide dan kreativitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari lingkungan budaya yang kurang maju.



               [1] Utami Munandar, Pemanduan Anak Berbakat, (Jakarta: Rajawali, 1982), hal. 36.
               [2] Ahman, Bimbingan Perkembangan Disekolah dan Disertai,Tdk. (Bandung: PPS Ikip Bandung, 1998), hal. 23.