Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Kepribadian dan Maksudnya


BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG KEPRIBADIAN ANAK DAN PENDIDIKAN ISLAM

A.    Kepribadian

1.     Pengertian Kepribadian dan Maksudnya
Menurut para psikolog istilah kepribadian mempunyai arti yang lebih daripada sekedar sifat menarik. Kepribadian seseorang itu tersusun dari semua sifat yang dimilikinya. Sifat itu bermacam-macam, antara berikut ini :
a).   Ada yang berkenaan dengan cara orang berbuat, seperti tekun, tabah, dan cepat.
b).   Ada yang menggambarkan sikap, seperti sosiabilitas dan patriotisme.
c).   Ada yang berhubungan dengan minat
d).   Yang terpenting ialah temperamen emosional, meliputi optimisme, pesimisme, mudah bergejolak, dan tenang.[1]
Sedangkan menurut Woorwoorth, sebagaimana dikutip oleh Jalaludin kepribadian adalah kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang.[2] Kepribadian adalah keseluruhan dari sifat-sifat subjektif emosional, serta mental yang mencirikan watak seseorang terhadap lingkungannya dan keseluruhan dari reaksi-reaksi itu yang sifatnya psikologis dan sosial, merupakan kepribadian seseorang.[3]
Menurut L.P. Thorp sebagimana dikutip oleh Jalaludin kepribadian sinonim dengan pikiran tentang berfungsinya seluruh individu secara organisme yang meliputi seluruh aspek yang secara verbal terpisah-pisah seperti : intelek, watak, motif, emosi, minat, kesedian untuk bergaul dengan orang lain (sosialitas), dan kesan individu yang ditimbulkannya pada orang lain serta efektivitas social pada umumnya.
Kepribadian dapat didefiniskan sebagai suatu ciri khas atau kualitas dari tingkah laku seseorang yang sudah menjadi karaktasistik atau sifat khusus individu itu dalam seluruh kegiatan kegiatannya, dan ciri khas yang merupakan corak tingkah lakunya itu bersifat menetap dalam satu masa tertentu.[4]
Penulis berpendapat bahwa kepribadian merupakan kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang, baik fisik maupun psikis, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh terhadap orang lain.
2.     Macam-macam Perbedaan Kepribadian
Kepribadian manusia sangat ditentukan oleh interaksi komponen komponen nafs. Dalam interaksi itu, qalbu dan ruh memiliki posisi dominan dalam mengendalikan suatu kepribadian.
Menurut Langgulung bentuk-bentuk kepribadian diantaranya:
a. Kepribadian Ammarah (nafs al-ammarah).
Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ia menarik qalbu manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Barangsiapa yang berkepribadian ini maka sesungguhnya ia tidak lagi memiliki identitas manusia, sebab sifat-sifat humanitasnya telah hilang. Kepribadian ammarah dapat beranjak ke kepribadian yang baik apabila ia telah diberi rahmat oleh Allah SWT.
b. Kepribadian Lawwamah (nafs al-lawwamah).
Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya qalbu, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal. Dalam upayanya itu kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak zhulmaniah (gelap)-nya namun kemudian ia diingatkan oleh nur ilahi, sehingga ia mencela perbuatannya dan selanjutnya ia bertaubat dan ber-istighfar. Hal itu dapat dipahami bahwa kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah.
c. Kepribadian Muthmainnah (nafs al-muthmainnah).
Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur ruh, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen ruh untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga ia dipanggil oleh Allah SWT. Yang paling tinggi adalah jenjang ruh yang paling dekat kepada asal Ilahi, dimana manusia dinyatakan terdiri dari tanah dan ruh dihembuskan kepada Allah.
Ruh dan Nafs kadang-kadang disamakan, padahal tidak demikian. Sebab ruh itu halus dan ringan yang mendekati sifat ketuhanan, sedang nafs lebih dekat kepada sifat-sifat primitif manusia, yakni sifat kebinatangan dan dapat disamakan dengan sauh kapal yang berat dan terus menarik qalb ke bawah.
Desakan-desakan ammarah ini jika tidak diawasi oleh qalb atau fikiran rasional mudah menghancurkan dirinya sendiri dan dunia sekelilingnya jika tidak dikendalikan. Fungsi jiwa rasional, atau hati (qalb), adalah membimbing jiwa (nafs) rendah ke arah tingkah laku lebih tinggi, jadi fungsinya bersifat mengatur, dan dengan bimbingannya ia menolong merubah atau menyalurkan al-nafs al-amarah kepada tingkat yang lebih tinggi, yaitu al-Nafs al-Lawwamah dan al-Nafs al-Muthmainah. Yaitu kembalinya ruh kepada Tuhan. Inilah bentuk yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang Muslim dalam keadaan hidup temporal.[5]
3.     Pengaruh keluarga dalam pembentukan kepribadian
Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga.
Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh.
Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam al-Quran, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka, akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan dalam al-Quran.
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
a).   Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
b).   Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.
c).   Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif berkaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
d).   Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.
e).   Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.[6]

4.     Pengaruh Masyarakat Dalam Pembentukan Kepribadian
Setiap kelompok masyarakat punya tradisi dan kebudayaan tersendiri, yang tentu saja berbeda satu dengan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan yang lebih sempurna dari suatu masyarakat yang nantinya akan dapat menjadi sebuah peradaban. Namun, walaupun masing-masing mempunyai keunikan tersendiri, budaya terdiri dari unsur-unsur dan mempunyai fungsi-fungsi tersendiri bagi masyarakatnya. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia, kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, kebudayaan juga diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah-lakunya.[7]
Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan. Oleh karena itu kebudayaan sangat erat kaitannya dengan pembentukan kepribadian seseorang, karena kepribadian merupakan susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu, dan pola-pola tingkah laku tersebut hampir semua tidak sama bahkan bagi semua jenis ras yang ada di bumi. Berbicara tentang kebudayaan memang sangat erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya dan keperibadian bagaikan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Dimana dalam hal ini budaya yang baik selalu mempengaruhi pribadi yang baik, kemudian budaya buruk selalu mempengaruhi pribadi yang buruk juga. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari, jenis busana yang dipakai seseorang yang dipandang sopan atau seronok sangat dipengaruhi oleh budaya, dalam tradisi budaya orang-orang kota memakai busana yang agak terbuka dipandang biasa, namun dalam tradisi budaya orang-orang desa memakai pakaian yang ketat-ketat dan terbuka dipandang tidak sopan dan tidak sesuai dengan norma agama.
5.     Pengaruh Lingkungan Dalam Pembentukan Kepribadian
Lingkungan tempat kelangsungan hidup manusia termasuk anak, sangat menentukan karakter anak, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Bila ketiga lingkungan ini bagus, maka dengan sendirinya juga karakter anak akan terbawa untuk bagus, begitu pula sebaliknya. Perkembangan anak lebih menitik beratkan peran lingkungan dan pengalaman ketimbang psikologi anak. tentu saja hal ini tidak berarti bahwa psikologi anak mengabaikan peran lingkungan dan pengalaman, tetapi penekanan hal tersebut lebih kurang daripada yang dilakukan para ahli psikologi perkembangan.
Elizabeth Horlock, menyebutkan bahwa “perkembangan anak penekanannya adalah pada bagaimana seorang anak berbicara, pola karakteristik cara mereka belajar berbicara, dan kondisi yang menyebabkan variasi dalam pola karakteristik.”[8] Perkembangan anak menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak dapat begitu saja di ulang. Dalam perkembangan terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikologik. Bertambahnya fungsi-fungsi otak memungkinkan anak dapat tersenyum, berjalan, bercakap dan lain sebagainya. Kemampuan berfungsi dalam tingkat yang lebih tinggi ini sebagai hasil pertumbuhan, dapat disebut kematangan.
Pengaruh lingkungan terhadap karakteristik anak adalah pada pola asuh anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak yang baru lahir adalah dalam keadaan suci, lingkunganlah yang menentukan baik atau tidaknya karakter anak tersebut
Hal awal dalam membentuk karakter anak adalah bagaimana anak tersebut berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaimana hasilnya atau konsekuensi dari interaksi tersebut. Dengan berkembangnya lingkungan maka berkembang pula minat seseorang. Para pendidik yang bekerja dengan anak sebaiknya memperhatikan lingkungan anak. Anak pada usia tersebut mempunyai pengalaman bersama keluarga, lingkungan rumah, teman sebaya, orang dewasa lainnya dan lingkungan sekolah. Pengalaman dan lingkungan anak yang dialaminya adalah saling berinteraksi antara satu dengan lainnya.
Soemiarti Patmono Dewo dalam bukunya Pendidikan Anak Prasekolah, menyebutkan bahwa “            perkembangan anak yang dihubungkan pada interaksi anak dengan lingkungannya secara terus menerus saling mempengaruhi satu sama lain secara transaksional”.[9]
Lingkungan anak di rumah adalah lingkungan pertama. Dengan meningkatnya usia, anak akan mengenal teman sebaya di luar rumah atau dari lingkungan tetangga. Selanjutnya anak akan masuk lingkungan sekolah, dimana mereka akan mengenal pula teman sebaya. Dari sinilah akhlak dan prilaku anak bergantung pada lingkungan, bila lingkungan tempat berada si anak itu baik, maka baik pula prilaku anak, begitu juga sebaliknya.
Lingkungan anak terdiri dari tiga tingkatan yang masing mengandung lingkungan ekologi yang berorientasi pada:
  1. Lingkungan fisik, yang terdiri dari objek, materi dan ruang. Lingkungan fisik yang berbeda akan mempengaruhi anak. Misalnya anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan objek yang serba mewah, alat mainan yang bervariasi serta ruang gerak yang luas akan lebih memungkinkan berkembang secara optimal bila dibandingkan dengan mereka yang serba kekurangan dan tinggal di rumah yang sempit.
  2. Lingkungan yang bersifat aktivitas, terdiri dari kegiatan, bermain, kebiasaan sehari-hari, dan upacara bersifat keagamaan. Misalnya anak yang aktivitas sehari-hari diisi dengan kegiatan yang bermakna misalnya bermain bersama dengan ibu, hasilnya akan lebih lebih berkualitas dibandingkan dengan anak yang bermain sendiri.
  3. Berbagai orang yang ada di sekitar anak yang dapat dibedakan dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan dan tingkat pendidikannya. Lingkungan anak akan lebih baik bila orang-orang di sekitarnya berpendidikan dibandingkan dengan lingkungannya terdiri orang yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal.
  4. Sistem nilai, sikap dan norma. Ekologi anak akan lebih baik  apabila anak diasuh dalam lingkungan yang menanamkan disiplin yang konsisten, dibandingkan bila mereka tinggal dalam lingkungan yang tidak menentu aturannya.
  5. Komunikasi antara orang disekelilingnya akan menentukan perkembangan sosial dan emosional anak.
  6. Hubungan yang hangat dan anak merasa kebutuhannya terpenuhi oleh lingkungannya, akan menghasilkan perkembangan kepribadian yang lebih mantap dibandingkan apabila hubungannya lebih banyak mendatangkan kecemasan.[10]

B.    Anak

1.     Pengertian Anak
Daryanto,SS, dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan, anak adalah Keturunan yang kedua manusia, kelompok terkecil dari manusia, seseorang yang dilahirkan di suatu daerah, bagian dari suatu kelompok keluarga.[11]
Pengertian anak dalam bahasa Indonesia, menurut M. Mursal Thaher dkk,  adalah manusia dalam periode perkembangan dan berakhirnya masa bayi hingga menjelang masa pubertas”.[12] Sedangkan Muhammad Arifin seorang pakar pendidikan ia mengemukakan definisi “anak” adalah “makhluk yang masih lemah dalam keseluruhan kehidupan jiwanya”.[13]
2.     Kedudukan Anak Dalam Pandangan Keluarga
Dalam pandangan Islam, keluarga atau rumah tangga merupakan gerbang utama dan pertama yang membukakan pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak. Keluargalah yang memiliki andil besar dalam menanamkan prinsip-prinsip keimanan yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani aktivitas hidupnya. Berikutnya, mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan ilmu setingggi-tingginya dalam koridor taqwa. Jadi keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung jawab yang pertama untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak. Singkatnya, keluarga sebagai cermin keteladanan bagi generasi baru.[14]
Penelitian membuktikan bahwa masa optimal untuk merangsang kemampuan dasar belajar pada anak, sebagian besar terjadi sebelum anak berumur 5 tahun dan belum masuk sekolah. Dan jika distimulasi dengan tepat, akan meningkatkan kecerdasan anak dan menimbulkan kegairahan belajar seumur hidupnya. Orang tua adalah guru pertama dan paling penting bagi anak. Orang tua mempunyai kesempatan paling besar untuk mempengaruhi kecerdasannya pada saat-saat ia sangat peka terhadap pengaruh luar, serta mengajarnya selaras dengan temponya sendiri.
Belajar semasa kecil berarti menerapkan pengetahuan mengenai kebutuhan otak anak selama tahun pertama dari hidupnya. Sehingga perkembangan mentalnya akan sesuai dengan kemampuannya dan anak akan lebih cerdas dan lebih bergairah. Kemampuan anak memperoleh kecakapan ditentukan baik oleh rangsangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya, maupun oleh tempo perkembangannya.
Anak-anak yang diikutsertakan dalam proses belajar semasa kecil tampak gembira dan bergairah. Juga pengamatan di kemudian hari menunjukkan respon positif terhadap kepribadian, perasaan, tingkah laku, penglihatan ataupun kesehatan mereka. Anak-anak yang belajar membaca lebih awal mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan anak-anak lain dengan taraf kecerdasan sama.”[15]
Anak kecil senang sekali belajar. Mereka dilahirkan haus akan belajar. Dan kehausan ini tidak akan terpuaskan. Coba kita ikuti kegiatan anak selama sehari. Apa yang membuat dia gembira? Apa yang menyebabkannya mencurahkan perhatian sepenuhnya? Pada umumnya kegiatan di mana ia bisa belajar sesuatu yang meningkatkan kemampuannya atau yang memuaskan rasa ingin tahunya. Apalagi bila orang tuanya ada di sampingnya dan ikut bergembira. Bila anda mencintai anak dan memberikan cukup waktu baginya, tanpa disadari anda telah membantu perkembangan intelektualnya. Apa yang dapat anda lakukan? Salah satu cara adalah memberikan kesempatan untuk mengembangkan pengamatan. Sejak Dini bayi belajar mengenal dunia melalui kelima indranya : penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman.
Lingkungan yang penuh dengan barang dan mainan yang bisa dicapai oleh bayi akan merangsang pertumbuhan pengamatannya. Juga melalui bermacam kontak dan pengalaman dengan orang dewasa. Anda juga dapat merangsang kemahiran berbahasa anak-anak. Perkembangan bahasa seorang anak sangat tergantung pada orang dewasa yang ada di sekitarnya dalam tahun-tahun pertama hidupnya. Anda perlu mendorong anak-anak mengucapkan kata-kata, berbicara, dan memujinya bila ia mengucapkan kata-kata dengan betul. Membacakan buku pada anak juga penting.[16]
Dalam lingkungan yang demikian, perbendaharaan kata-kata bagi anak tumbuh dan kemampuannya menggunakan kalimat juga akan berkembang. Bila ia telah mahir menggunakan kata-kata, ia akan mulai belajar menyatakan perasaan dan keinginannya melalui bahasa. Ia berusaha menggunakan bahasa sebagai alat berpikir. Anda perlu mendorong anak-anak sedapat mungkin 'belajar untuk belajar'. Anak dilatih menghadapi dunia sebagai sesuatu yang dapat dikuasai melalui kegiatan menyenangkan yaitu belajar. Ini berarti mengembangkan kemampuannya untuk memberikan perhatian pada orang lain dan melakukan kegiatan dengan tujuan tertentu, yang artinya melatih anak untuk menunda pemenuhan keinginannya guna mencapai tujuan yang lebih panjang. Ini berarti mengusahakan agar anak memandang orang dewasa sebagai sumber pengetahuan, penghargaan, dan pengakuan.
            Rumah Tangga memiliki pengaruh yang cukup banyak terhadap individu dan sosial. Rumah tangga juga merupakan sarana bagi kehidupan individual manusia dan memberikan corak serta warna bagi kehidupannya. Diantaranya adalah :
1. Pembinaan Jasmani Anak
            Rumah tangga merupakan komunitas dan sarana terpenting dalam pembinaan secara fisik dan berbagai sisi kehidupan anak – anak. Kesehatan tubuh, pertumbuhan sempurna anggota tubuh, bahkan berbagai segi kesehatan dan kemaslahatan anak–anak sebagian besar tergantung pada kondisi rumah tangga dan metode pendidikan serta pembinaan dan pengawasan orang tua mereka.
            Melalui makanan yang tepat, yang di sajikan setiap hari, juga pemeliharaan kebersihan dan kesehatan serta upaya menjaga tubuh anak–anak dari berbagai bahaya, memiliki peran cukup besar dalam membentuk daya tahan dan kekebalan terhadap penyakit serta bagi pertumbuhan tubuh anak–anak. Betapa banyak penyakit yang di sebabkan kelalaian orang tua yang terjadi pada masa kanak–kanak, yang harus di tanggung hingga akhir hayat mereka. Begitu pula cacat atau sempurnanya kondisi penglihatan, pendengaran, organ – organ dalam pernafasan, jantung, ginjal, lambung dan seterusnya, sangat bergantung pada perlakuan orang tua terhadap anak – anak mereka.[17]
            Untuk mengetahui betapa pentingnya peran rumah tangga, khususnya peran ibu, cukup kiranya penulis menyinggung masalah pemberian air susu ibu     ( ASI ). Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa air susu ibu merukan makanan yang terbaik dan sempurna. Seorang anak yang tidak memperoleh air susu ibu secara memadai akan menderita berbagi macam penyakit dan kesulitan dalam pertumbuhannya.
2. Pembinaan akal dan berbagai potensi
            Sejak masa kelahirannya, setiap anak telah memiliki tingkat kecerdasan tertentu di bawah pemeliharaan keluarga akan terus bertumbuh. Pertumbuhan dan pembinaan kecerdasan, rasa ingin tahu yang ada pada diri anak, mempertanyakan mengapa dan bagaimana, kecendrungan untuk mengetahui hubungan sebab akibat, perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan akal, pemeliharaan daya ingat dan daya khayal, serta kebiasaan meneliti berbagai hal, sebagian besar bergantung pada sikap keluarga dalam mendidik dan memelihara anak – anak.
            Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang anak dilahirkan ke dunia ini disertai dengan berbagai kemampuan dan potensinya. Sebagian orang mengatakan bahwa seorang anak yang baru dilahirkan tidak ubahnya bahan galian dimana orang tua dan pendidiknya bertugas menggali berbagi bakat dan potensinya. Mereka mesti menggerakkan kehidupan sang anak berdasarkan bakat dan potensinya itu. Betapa banyak pendidik yang tak mampu mengetahui bakat dan potensi anak didiknya. Namun para ibu yang bijak, akan mampu menyingkap, menemukan, dan kemudian mengarahkan anak tersebut sesuai dengan bakat dan potensi yang dimilikinya. Kisah–kisah sering disampaikan para pujangga dan cendekiawan menyatakan bahwa orang tua merupakan sumber pelajaran yang amat berharga bagi anak – anaknya.

3. Pembinaan emosi ( perasaan )
            Rumah tangga merupakan pusat kasih sayang dan pengorbanan. Ayah dan ibu merupakan simbol dan teladan yang tanpa pamrih, senantiasa mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya. Orang sering mengatakan bahwa seorang ibu akan merelakan matanya tertusuk duri asalkan duri tersebut tersebut tidak menusuk kaki anaknya. Ungkapan ini mungkin terlalu berlebihan. Namun itu mengisyaratkan betapa besar perhatian dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya.
            Dalam lingkungan keluarga, seorang anak belajar bagaimana cara berkasih sayang terhadap sesama. Perasaan marah dan kasih seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai macam perasaan dasar yang merupakan dasar dalam interaksi dan hubungan dengan sesama manusia, berawal dari lingkungan rumah tangga. Penelitian dan pengkajian dilakukan terhadap para pelaku kriminal membuktikan bahwa sebagian besar mereka adalah orang – orang yang pada masa kanak-kanaknya tidak memperoleh kasih sayang dari orang tuanya, khususnya sang ibu. Dengan kata lain, seorang yang tak mendapatkan kasih sayang dalam rumah tangganya, takkan dapat mengasihi dan menyayangi orang lain. Demikian pula, rumah tangga memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk perasaan takut, dengki, dendam, pemaaf, riang, dan gembira pada diri anak.
1.     Pembinaan kepribadian dan kejiwaan
Rumah tangga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam membentuk kepribadian manusia, serta membangkitkan semangat hidup dan ketenangan jiwanya. Pada dasarnya, rumah tangga merupakan factor utama di mana kepribadian seorang anak akan tumbuh dan berkembang. Rumah tangga ibarat sebuah pabrik di mana system kerjanya adalah mencetak pribadi anak dalam sebuah cetakan. Di tahun – tahun pertama kehidupan seorang anak, ini nampak lebih jelas. Kebiasaan, kecendrungan, kemarahan, ketenangan, kegelisahan, kebesaran jiwa, pemikiran yang sejalan dengan kehidupan social, dan pemahaman jalur menuju kebaikan atau kerusakan, sebagian besar bersumber dari rumah tangga.
2.      Pembinaan sisi akhlak dan spiritual
Rumah tangga merupakan lingkungan pertama dan di situlah sisi dasar jasmani dan rohaninya mulai terbentuk. Rumah tangga dapat di anggap sebagai pembangun sisi akhlak dan maknawiah. Sampai-sampai sebagian orang mengatakan bahwa berbagai sifat mulia dan tercela, semuanya berasal dari rumah tangga. Setelah sifat – sifat itu mulai terbentuk dalam sekolah dan lingkungannya, maka berikutnya itu akan terbentuk dalam kehidupan sosialnya. Betapa banyak sifat khusus dan prilaku baik yang berasal dari dikte atau perbuatan kedua orang tuanya yang kemudian melekat dalam diri sang anak, seperti keberanian, semangat, kerjasa, pengorbanan, kerendahan hati, ke ikhlasan, persahabatan, kerelaan berkorban, dan berbagai sifat manusiawi lainnya. Tentunya, cara paling tepat dan utama dalam menjaga kelanggengan sifat-sifat mulia itu adalah melalui rumah tangga.
Rumah tangga, khususnya para ibu, memiliki pengaruh yang luar biasa pada pembentukan sisi spiritual anak. Ibadah, doa, merendahkan diri, dan memohon pertolongan Allah, keadaan spiritual seluruh anggota keluarga, upaya menjaga ketakwaan, dan semangat berjalan menuju nilai – nilai spiritual dan kesempurnaan, merupakan pelajaran yang tepat dan merupakan suatu bentuk pengarahan bagi anak untuk menuju kehidupan penuh nilai – nilai spiritual dan keikhlasan.
Dengan demikian, rumah tangga merupakan pusat pendidikan anak, dalam membentuk dan membina berbagi sisi kemanusian anak. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa rumah tangga berada pada posisi puncak dalam upaya pembentukan manusia. Kebaikan dan keburukan individu berasal  dan bersumber dari rumah tangga dan rumah tangga merupakan akar dari berbagai sifat anak. Oleh karena itulah, kita meyakini bahwa apabila rumah tangga senatiasa melakukan pembinaan secara efektif, maka kemunculan berbagai sisi kemanusiaan anak akan menjadi kepastian. Dengan kata lain, akal ( kecerdasan ) dan pertumbuhan sebuah masyarakat, kebaikan dan keburukannya, bersumber dari rumah tangga.[18]
3.     Kedudukan Anak dalam Pandangan Masyarakat
Di lingkungan inilah seorang anak lebih banyak menghabiskan waktunya dibandingkan dengan di rumah atau di sekolah. Di dalam masyarakat anak mulai belajar berhubungan dengan orang lain, belajar menghormati, menghargai dan memahami orang lain. Anak akan terbentuk dengan kebiasaan-kebiasaan dan adat yang ada di lingkungannya. Adat dan kebiasaan tersebut akan ikut mewarnai sikap dan perilaku anak.[19]
Oleh karena itu masyarakat juga ikut serta memikul tanggung jawab dan ini merupakan tanggung jawab moral dari setiap individu muslim. Tanggung jawab ini hendaknya dilakukan dengan sukarela dan dengan penuh kesadaran bahwa pendidikan anak sebagai generasi penerus adalah di tangan orang tua dalam kelompok besar yakni masyarakat, karena sudah menjadi kodrat bahwa manusia mempunyai kecenderungan berkumpul dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga perlu dibangun masyarakat muslim yang berakhlak dan berintelektual yang menyeru kepada kebaikan. Firman Allah SWT :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ…..(ال عمران : ۱۱۰)
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah… (QS. Ali Imran : 110).

Ayat di atas menjelaskan bahwa umat Islam merupakan umat terbaik yang diutus Allah, masyarakat yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Jika lingkungan ini dapat diwujudkan maka akan terbentuklah masyarakat yang dijadikan teladan bagi anak dan hal ini merupakan tanggung jawab kita semua.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan anak menurut konsep Islam adalah pendidikan yang dijalankan atas dasar yang pokok yaitu al-Qur'an dan hadits serta ditanami dengan sikap dan suri teladan yang baik sesuai dengan ajaran Islam untuk mencapai tujuan akhir yaitu terbentuknya generasi yang bertakwa dan berintelektual.


[1] Alex B. Sobur, Psikologi Umum, Cet.I, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), H. 301-302.

[2] Jalaludin, Psikologi Agama, Cet, III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 174.

[3] Soeganda Poerbakawatja H.A.H. Harahap, Ensiklopedia Pendidikan, Cet. II, (Jakarta: GunungAgung, 2000), hal. 173.
[4] Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Cet, II, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal. 95
[5] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Cet. I,(Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003), hal. 227.
[6] Friedman, Howard S. Kepribadian Teori Klasik Dan Riset Modern, Jilid II, (Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 16.
[7] Winarti Euis, Pengembangan Kepribadian, Cet. II, (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007), hal. 66.
[8]Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Cet. I, (Jakarta: Erlangga, 1978), hal. 3.
[9]Soemiarti Patmono Dewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Cet.II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 45
[10]Soemiarti Patmono Dewo, Pendidikan Anak.., hal. 48 .

[11] Daryanto,SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet. I, (Surabaya: Apollo, 1998),hal. 35.
[12] M. Mursal Thaher Dkk, Kamus Umum Ilmu Jiwa Pendidikan, Cet. II, (Bandung: Al-Ma’aruf, 1976), hal. 17.

[13] Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Cet. I, (Jakarta: departemen P dan K : 1973), hal. 31.

[14] Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, Cet. III, (Surabaya: Risalah Gusti, 2002 ), hal.67.
[15] Aisyah Abdurahman, Istri-Istri Nabi SAW., Cet. I, ( Surakarta: Pustaka Mantiq, 2008 ), hal 67.
[16] Abu Mohd Rosyid Ridho, Wanita Sholihah: Ciri-ciri dan Fungsinya, Cet.II, (Medan: Hikmah, 1985 ), hal. 89.
[17] Arifin, Hubungan..., hal. 54
[18] Umar Sulaiman Al Asqar, Ciri-ciri Kepribadian Muslim, Cet.II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 44
[19] Supratiknya A. editor, Teori-Teori Sifat dan Behavioristik, Cet.II, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 27.