Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Nilai


BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Manusia tidak dapat hidup tanpa nilai. Nilai sebagai sifat atau kualitas yang membuat sesuatu berharga, layak diingini dan dikehendaki, dipuji, dihormati, dan dijunjung tinggi, pantas dicari, diupayakan dan dicita-citakan perwujudannya, merupakan pemandu dan pengarah hidup kita sebagai manusia. Berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan kita anut kita memilih tindakan mana yang perlu dan bahkan wajib kita lakukan dan mana yang perlu dan wajib kita hindarkan.
Berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan kita anut, kita memberi arah, tujuan, dan makna pada diri dan keseluruhan hidup kia. Dengan kata lain, berdasarkan sistem nilai yang kita miliki dan dalam kenyataan kita hayati, akhirnya kita membentuk indentitas diri kita sebagai manusia dan bahkan menentukan nasib keabadian kita.”
Demikianlah kutipan yang diambil penulis dari kata pengantar J. Sudarminta dalam buku Paulus Wahana yang berjudul Nilai Etika Aksiologi Max Scheler. Dari kutipan di atas, manusia, demikianlah ia dinamakan, adalah manusia yang tidak hidup tanpa nilai. Sebab dengan nilai, manusia digerakkan untuk “maju selangkah”; manusia mengalami transformasi. Nilai. Ia tidak berada jauh dari hidup kita. Ia berada dekat degan hidup kita. Bahkan sangat dekat. Kehadirannya menuntut kesadaran kita. Kehadirannya bukanlah pertamatama berdasarkan pada pengalaman atau karena pengalamanlah maka kita mengetahui bahwa nilai sesuatu itu baik atau jelek atau nilai itu ada dan tidak ada. Tidak! Saya tegaskan sekali lagi Tidak.
Nilai itu entah baik atau jahat ada dalam dirinya sendiri tanpa bergantung pada apa yang mengembannya. Ia tetap ada dalam dirinya sendairi. Sekarnag, kitalah yang berusaha agar apa yang bernilai itu kita sadari sehingga kita mengalami apa yang disebut mengidentifiksai plus menginternalisasi nilai. Jika demikian apa hubungan antara nilai dengan realitas pluralitas Indonesia? Hidup kita selalu dikelilingi dengan aneka nilai.
Dan nilai-nilai itu menuntut pertanggungjawaban kita artinya kita mempunyai tanggung jawab atas arah dan tujuan hidup kita tanpa mengabaikan nilai-nilai yang ada disekitar kita. Nilai-nilai yang ada disekitar kita termanifestasi dalam realitas pluralitas di Indonesia. Realitas yang menyimpan nilai-nilai yang mendorong dan mengarahkan manusia menuju kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Akan tetapi, manusia, justru menggunakan realitas itu sebagai senjata dan alsan untuk saling bermusuhan, saling bertikai satu sama lain. Jadi, agar realitas pluralitas yang tetap merupakan perbedaan tanpa mengalami pergeseran ke arah pertentangan dan yang masing-masingnya memiliki nilai yang ideal, maka perlulah kita memperlajari dan memahami nilai.


BAB II
P E M B A H A S A N
A.    Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.[1] Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental.
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batasyang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
B.    Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
1.     Nilai logika adalah nilai benar salah.
2.     Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
3.     Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.[2]
Berdasarkan klasifikasi di atas, kita dapat memberikan contoh dalam kehidupan. Jika seorang siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara logika. Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian.
Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa luikisan itu indah.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
As-Shadr, Muhammad Baqir menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai itu adalah sebagai berikut.
1)     Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
2)     Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3)     Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.[3]
Nilai kerohanian meliputi:
a)     Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b)     Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia.
c)     Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa, Will) manusia.
Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan beberapa saran.
A.    Kesimpulan
1.     Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
2.     Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
B.    Saran - Saran
1.     Disaran Bagi umat islam yang hendak melakukan pengkajian yang sangat mendalam tentang ilmu filsafat Islam.
2.     Disarankan kepada pihak Perguruan Tinggi Islam untuk dapat menyediakan Dosen yang ahli dalam ilmu filsafat Islam.



DAFTAR PUSTAKA

As-Shadr, Muhammad Baqir. Falsafatuna. Terj. M. Nur Mufid bin Ali. Bandung: Penerbit Mizan. 1995.
Rosenthal, Franz. Keagungan Ilmu Terj. Syed Muhamad Dawilah Syed Abdullah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1997.
Jujun S, Suriasumantri., “Filsasfat Ilmu”, sebuah pengantar populer. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta. 2003,




[1] Jujun S, Suriasumantri., “Filsasfat Ilmu”, Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan: 2003), hal. 30,
[2] Jujun S, Suriasumantri., “Filsasfat..................., hal 66
[3] As-Shadr, Muhammad Baqir. Falsafatuna. Terj. M. Nur Mufid bin Ali. (Bandung: Penerbit Mizan. 1995), hal. 39.