Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Pendidikan Islam dan Tujuannya


A.    Pendidikan Islam


1.     Pengertian Pendidikan Islam dan Tujuannya
Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya ”Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.”[1] Syaiful Djamarah dalam bukunya “Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga” mengemukakan bahwa ”Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.”[2]
Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.”[3] Menurut Ahmad D. Marimba Pendidikan  adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”[4]
Menurut  Soegarda Poerbakawatja pendidikan ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untku mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.”[5]
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada konsep penciptaan manusia dalam Islam, yaitu adanya fithrah atau potensi kebaikan sejak lahir. Manusia lahir membawa potensi percaya kepada Allah, cenderung kepada Al Haq, dan selalu ingin berbuat baik. Pendidikan Islam harus berusaha menggali dan mengembangkan potensi spiritual anak didiknya. Salah satu dasar pendidikan Islam yang terpenting adalah konsep Tauhid. Konsep tauhid yang murni dan mutlak di bidang ketuhanan ini mempunyai aplikasi yang luas di dalam konsep kesatuan penciptaan dan eksistensi, kesatuan ilmu pengetahuan, kesatuan nilai kebajikan dan kesatuan kemanusiaan serta kesatuan sejarah. Konsekuensinya, didalam pendidikan Islam tidak mengenal dikotomi/pencabangan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Demikian pula tidak ada pemisahan antara nilai-nilai kebenaran dan kebajikan di dalam ilmu maupun penerapannya di dalam teknologi. Pendidikan Islam mengandung pengembangan "sense of meaning"/makna, sense of commitment"/istiqamah, "sense of purpose"/tujuan dan "sense of direction"/pengarahan.
Dengan pengembangan makna dan komitmen pendidikan, maka seseorang akan termotivasi untuk berprestasi, mempunyai semangat mencipta, semangat menemukan, semangat berinovasi yang bersumber kepada semangat percobaan dan semangat kritis. Sedang dengan pengembangan tujuan dan pengarahan pendidikan, anak didik diharapkan tidak hanya mengikuti logika dalam mengembangkan ilmu dan teknologinya, sehingga tidak menyebabkan kerusakan alam karena penggalian sumber daya alam yang berlebihan, pencemaran lingkungan hidup, perlombaan senjata, ketidak-adilan sosial, ekonomi, pelanggaran hak asasi manusia, perkembangan budaya kekerasan, dan lain-lain. Jelas sekali hasil yang akan didapat dari pendidikan Islam, yaitu rahmatan lil alamin, penebar rahmat ke seluruh alam.[6]
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih sensibilitas individu sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan. Dengan pendidikan Islam itu mereka akan terlatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk tumbuh sebagi makhluk yang rasional, berbudi dan menghasilkan kesejahteraan spiritual, moral dan fisik keluarga mereka, masyarakat dan umat manusia.
Pendidikan Islam yang memiliki tujuan besar dan universal ini, bukan berlangsung temporal, tapi dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas-batas tertentu, terhitung sampai dunia ini berakhir.[7]
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama. Sedang pendidikan Islam menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama.
Pendidikan Islam yang berkaitan erat dengan ajaran Islam itu sendiri, lengkap dengan akidah, syari’ah dan sistem kehidupannya.[8] Begitu pula menyangkut arah dan tujuannya. Tujuan agama Islam adalah memberi kebahagiaan kepada manusia di dunia dan akhirat dengan memberi kewajiban untuk tunduk dan beribadah pada Allah SWT. Tujuan ini terlihat melalui Firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzariyaat ayat 56.
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْØ¥ِنسَ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُونِ (الذاريات : ÛµÛ¶)
Artinya:          Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Qs. Adz-Dzariyaat: 56).

Ayat di atas menunjukkan secara jelas tentang tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk mengabdi dan menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah disyari’atkan begitu juga dengan pendidikan Islam yang sejalan dengan tujuan agama Islam, yaitu mendidik individu muslim agar tunduk dan beribadah kepada Allah. Jelasnya tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian dimana seluruh aspek dijiwai oleh ajaran Islam.
Tujuan pendidikan Islam tersebut merupakan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakannya. Karena dalam pendidikan Islam yang ditanamkan terlebih dahulu adalah akidah, sebab dengan akidah yang teguh maka akan menguatkan ketaatan dalam menjalankan ajaran agama. Pendidikan Islam tidak akan tercapai tujuannya dalam waktu singkat dan sekaligus, tetapi memerlukan proses dan waktu yang panjang dengan tahap-tahap tertentu, yaitu bermula dari penanaman akidah hingga menimbulkan rasa ketaatan dan tunduk kepada perintah agama.
Di bawah ini penulis akan mengemukakan pendapat dari beberapa para ahli tentang tujuan pendidikan Islam:
  1. Menurut Mahmud Yunus, Pendidikan Islam adalah “pendidikan yang menjamin untuk memperbaiki akhlak anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi serta berbahagia dalam hidup dan kehidupannya”.[9]

  1. Al-Ghazali dalam buku Fathiyyah Hasan Sulaiman mengatakan
Manusia adalah insan sempurna baik di dunia maupun di akhirat. Menurutnya manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila berusaha mencari ilmu dan selanjutnya mengamalkan fadhilahnya melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Fadhilah ini selanjutnya dapat membawa dekat kepada Allah dan kemudian membahagiakan hidup di dunia dan akhirat.[10]

  1. Muhammad Athiyah AL-Abrasyi dalam buku Zakiah Daradjat menyebutkan ada 5 tujuan pendidikan  Islam yaitu :
1.     Pembentukan akhlak mulia
2.     Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat
3.     Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat
4.     Menumbuhkan semangat ilmiah pada para pelajar
5.     Menyiapkan pelajar dari segi profesi.[11]

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk kepribadian manusia dengan sempurna dan mampu memahami serta mengamalkan ajaran agama dengan sebenar-benarnya sesuai dengan tuntutan agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.     Hakikat dan Sifat Pendidikan Islam
Kalangan ahli pendidikan berpendapat, secara pedagogis manusia dapat disebut sebagai homo-educandum, makhluk yang dapat dididik. Melalui pendidikan inilah manusia dapat dibentuk, dirubah dan dikembangkan kearah yang lebih baik. Pendidikan berfungsi memanusiakan manusia yang sebenarnya. Pendidikan seyogyanya berusaha untuk mengembangkan potensi manusia secara baik dan benar, yaitu sesuai dengan fitrahnya. Fitrah manusia sebagai homo divinans (makhluk ber Tuhan) dan makhluk religius (makhluk beragama).[12]
Meskipun manusia sudah memiliki fitrah beragama, namun manusia tetap memerlukan pendidikan dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga (orang tua), guru maupun masyarakat. Tanpa adanya pendidikan dikhawatirkan fitrah beragama sebagai sifat bawaan manusia akan berjalan liar atau tidak sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia. Sebagaimana yang terungkap dalam firman-Nya dalam al-Quran surah adz-Dzariyaat ayat 56: yang artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Manusia dibekali oleh Allah potensi berupa akal dan hati nurani. Melalui akal dan hati nurani inilah yang bisa mengukur kadar baik dan buruk sesuatu hal. Landasannya adalah ajaran agama, sebab tolak ukur perbuatan baik dan buruk yang sebenarnya adalah bersumber dari ajaran agama yang diajarkan Allah kepada manusia. Apa yang dikatakan baik oleh Allah itulah kebaikan yang sesungguhnya, begitu pula sebaliknya.
Agama Islam adalah agama universal, yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik dunia maupun akhirat. Islam mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan karena dalam perspektif Islam, pendidikan juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi demi mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal kehidupannya.[13]
Surah yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah dalam surah al Alaq ayat 1-5 yang artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dari ayat di atas jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan dilanjutkan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan. Islam selain menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam mewajibkan umatnya untuk belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan mengajar adalah bersifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat kemanusiaannya dalam kontek manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik.
Oleh karena itu pendidikan berarti merupakan suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir dan berkarya, sehat, kuat dan berketerampilan tinggi untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya. Pendidikan diharapkan tidak hanya fokus pada masalah intelektual tetapi juga emosional dan spritual. Walaupun kecerdasan intelektual (IQ) memiliki kedudukan dan posisi yang sangat penting, akan tetapi tanpa kehadiran kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spritual (SQ) yang merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan perasaan yang bersumber pada hati, tidak akan optimal dan bermakna. Banyak orang berusaha untuk merubah dunia, tetapi sedikit sekali orang terlebih dahulu berusaha merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dan shaleh. Orang sukses sejati adalah orang yang terus menerus berusaha membersihkan hati.

3.     Ruang Lingkup Pendidikan Islam dan Sistemnya

Pendidikan agama Islam mempunyai materi-materi tersendiri, materi dimaksud adalah bahan yang disampaikan kepada siswa menyangkut materi keislaman. Ruang lingkup pendidikan islam meliputi meliputi : Aqidah, Ibadah, Akhlak dan Mua’malah.
a. Akidah
Pendidikan akidah merupakan pendidikan langkah awal yang ditanamkan sejak anak masih kecil, karena akidah merupakan ajaran dasar dalam pendidikan Islam sebagai dasar untuk menegakkan ajaran Islam, sebagaimana didalam al-Quran Allah menerangkan cara Luqman mengajarkan anaknya, terutama masalah akidah, firman Allah Swt.
ÙˆَØ¥ِØ°ْ Ù‚َالَ Ù„ُÙ‚ْÙ…َانُ Ù„ِابْÙ†ِÙ‡ِ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙŠَعِظُÙ‡ُ ÙŠَا بُÙ†َÙŠَّ Ù„َا تُØ´ْرِÙƒْ بِاللَّÙ‡ِ Ø¥ِÙ†َّ الشِّرْÙƒَ Ù„َظُÙ„ْÙ…ٌ عَظِيمٌ) لقمان: ١٣(
Artinya : Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai Anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman : 13).

Pendidikan pertama dan utama yang harus dilakukan adalah pembentukan keyakinan kepada Allah. Dengan pendidikan tersebut diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku, dan kepribadian anak didik dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam melaksanakan segala hal, ia tidak akan terjerumus kedalam hal-hal yang dapat menyekutukan Allah. Keyakinan adanya Tuhan, malaikat, kitab-kitab, hari kiamat, para Rasul, qadha dan qadar merupakan pembinaan yang harus ditanamkan pada setiap anak, agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada mereka, bahkan mereka tidak akan tersesat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
b.Ibadah
Ibadah secara awam diartikan sesembahan.[14] Secara luas ibadah dapat diartikan sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah Swt atau menunaikan segala kewajiban yang diperintahkan Allah Swt maupun yang dianjurkan Nabi Saw. Perintah pertama adalah ta’abut (memperhambakan) diri kepadaNya. Perintah ini biasa dijalankan oleh hambaNya, dengan melaksanakan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Segala hal kebaikan yang berhubungan dengan manusia juga merupakan salah satu cabang dari ibadah, yang perlu dilakukan oleh setiap manusia, seperti menyerukan berbuat baik dan mencegah dari perbuatan-perbuatan yang mungkar serta menanamkan sifat-sifat yang terpuji dalam dirinya, juga merupakan salah satu kewajiban manusia sebagai makhluk Allah Swt.
Perlunya pendidikan ini pada setiap anak ialah untuk membina jiwa mereka menjadi jiwa yang bersih dan terhindar dari perbuatan yang keji, sehingga dapat menyelamatkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat.
  1. Akhlak
Akhlak adalah nilai kepribadian yang tertanam didalam jiwa seseorang untuk mendorong bertingkah laku yang baik, karena nilai dan kehormatan terletak pada akhlak yang mulia dan budinya yang tinggi. Akhlak juga merupakan tabiat dari seseorang yang dapat  mempengaruhi segenap perkataan dan perbuatan dalam menjalani hidup.
Pendidikan akhlak ini sangat perlu bagi setiap individu, sebab akhlak merupakan cerminan dari sikap seseorang yang menggambarkan kepribadiannya ketika berinteraksi dalam keluarga dan masyarakat luas. Sejalan dengan pentingnya penyampaian materi akhlak ini, Rasulullah Saw juga diutus kedunia ini untuk menyempunakan akhlak manusia, sebagaimana diterangkan dalam salah satu hadits Nabi sebagai berikut:
عن ابى هر يرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صل الله عليه وسلّÙ… : Ø¥ِÙ†َّÙ…َا بُعِØ«ْتُ ِلأُتَÙ…ِّÙ…َ Ù…َÙƒَارِÙ…َ اْلأَØ®ْلاَÙ‚ِ ( رواه البهقى )[15]
Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Bersabda Rasulullah Saw :  Sesungguhnya aku diutus kedunia ini, hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia (H.R. Baihaqi).

Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa tugas Rasulullah  Saw, selain mengajak manusia untuk menyembah Allah, juga diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, berakhlak yang mulia merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antara sesamanya.
Akhlak termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini. Tingkatnya berada setelah keyakinan dan keimanan. Dalam akhlak mengandung juga nilai ibadah kepada Allah Swt. Apabila beriman kepada Allah dan beribadat kepadaNya berkaitan erat hubungan antara hamba dan TuhanNya. Maka akhlak berkaitan erat dengan hubungan muamalah manusia dengan orang-orang lainya, baik secara individu maupun kolektif, tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia lainya, tetapi mengatur hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud kehidupan ini, malah melampaui itu, yaitu mengatur hubungan antara hamba dengan TuhanNya.[16]
Akhlak tidak hanya mengatur tata cara hubungan antara sesama manusia, tetapi juga mengatur hubungan sekitar, baik itu terhadap hewan ataupun tumbuhan dan segala makhluk hidup lainya, dan juga akhlak mengatur hubungan antara manusia dengan sang pencipta.
  1. Mu'amalah
Mu’amalah adalah aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dalam pergaulan hidup didunia. Hubungan antara sesama manusia dalam pergaulan dunia senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan kemajuan dan kehidupan manusia, kebanyakan hadist Nabi yang mengatur persoalan mua’malah ini menyerap dari mua’malah yang berlaku sebelum Islam datang dengan melalui suatu seleksi menurut prinsip yang telah ditetapkan dalam al-Qu’ran.[17]
Dalam kehidupan ini, harta merupakan bagian mua’malah yang sangat penting, oleh sebab itu Islam mengatur cara dalam memperoleh harta dengan baik yaitu harta yang diperoleh dengan jalan halal dan melarang memperoleh harta dengan jalan yang batil. Mua’malah dalam bentuk transaksi dalam mencari harta yang ada dalam agama Islam dengan ketentuan dan aturan yang benar sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan hadist Nabi. Sebagai contoh, bentuk-bentuk transaksi dalam Islam diantaranya jual-beli, a’riyah (pinjaman), utang-piutang, agunan, sewa, waqaf, dan wasiat.
Agama Islam juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (Mua’malah) dalam mencari nafkah dengan jalan kerja sama dalam berusaha untuk mendapatkan keuntungan atau sesuatu bentuk tolong menolong yang disuruh dalam agama selama kerja sama itu tidak dalam bentuk dosa dan permusuhan, kerjasama ini dapat berlaku dalam usaha pertanian, perkebunan, perternakan dan industri, seperti: muzara’ah, musaqah, mudharabah, syirkat ‘inan, syirkah mufawadhah, syirkat usaha dan serikat wibawa.
Selain mua’malah dalam bentuk harta Islam juga mengatur mua’malah-mua’malah dalam bentuk lain seperti hubungan dalam keluarga, masyarakat, agama dan juga hubungan sosial lain. Hubungan antara sesama manusia diatur dalam al-Qur’an karena manusia itu mahkluk sosial yang bisa menimbulkan persengketaan sesamanya dan ketidakstabilan dalam pergaulan hidup antara sesamanya, sehingga dengan adanya aturan mua’malah dalam Islam dapat dijadikan mu’amalah yang bernilai ibadah.
Dengan adanya aturan dalam al-Quran dan hadits, maka menjadi pegangan bagi manusia dalam berhubungan baik antara sesamanya sehingga dapat tercipta keharmonisan dan kekompakan dalam kehidupan demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
4.     Kedudukan, Peran dan Fungsi Pendidikan Islam
Bila seseorang percaya bahwa agama itu adalah sesuatu yang benar, maka timbullah perasaan suka terhadap agama. Perasaan seperti ini merupakan komponen afektif dari sikap kegamaan. Selanjutnya dari adanya kepercayaan dan perasaan senang seseorang itu akan mendorong untuk berperilaku keagamaan atau yang dikenal dengan pengamalan ajaran agama. Dengan demikian konsisten antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen afektif dengan perilaku terhadap agama sebagai komponen kognitif menjadi landasan pembentukan sikap keagamaan. Baik buruknya keagamaan seseorang tergantung kepada tingkat kepercayaan terhadap agama.
Sikap keagamaan mencakup semua aspek yang berhubungan dengan keagamaan sepanjang yang bisa dirasakan dan dijangkau oleh anak di lingkungan keluarga dan sekolah, seperti sikap yang berhubungan dengan aspek keimanan, ibadah, akhlak dan muamalah. Sikap keagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama.
Ada tiga komponen sikap keagamaan:
a).   Komponen Kognisi, adalah segala hal yang berhubungan dengan gejala fikiran seperti ide, kepercayaan dan konsep.
b).   Komponen Afeksi, adalah segala hal yang berhubungan dengan gejala perasaan (emosional: seperti senang, tidak senang, setuju)
c).   Komponen Konasi, adalah merupakan kecenderungan untuk berbuat, seperti memberi pertolongan, menjauhkan diri, mengabdi dan sebagainya.[18]
Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak-anak didik dan mengangkat mereka kederajat yang tinggi, serta berbahagia dalam hidup dan kehidupannya. Pendidikan agama membersihkan hati dan mensucikan jiwa, serta mendidik hati nurani dan mencetak mereka agar berkelakuan yang baik dan mendorong mereka untuk memperbuat pekerjaan yang mulia.
Pendidikan agama memelihara anak-anak, supaya mereka tidak menuruti nafsu yang murka, dan menjaga mereka supaya jangan jatuh ke lembah kehinaan dan kesesatan. Pendidikan agama menerangi anak-anak supaya melalui jalan yang lurus, jalan kebaikan, jalan kesurga. Sebab itu mereka patuh mengikuti perintah Allah, serta berhubungan baik dengan teman sejawatnya dan bangsanya, berdasarkan cinta-mencintai, tolong-menolong dan nasehat-menasehati.[19]
 Oleh sebab itu pendidikan agama harus diberikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai keperguruan tinggi. Dengan demikian pendidikan agama sangat berperan dalam memperbaiki akhlak anak-anak untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa mereka. Agar mereka berkepribadian baik dalam kehidupannya. Dengan pendidikan agama, maka anak-anak menjadi tahu dan mengerti akan kewajibannya sebagai umat beragama, sehingga ia mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan menjauhi larangan agama.



[1] Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central, 1997), hal 28.

[2] Syaiful Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, Cet. I,                  (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 78

[3] HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, Cet. II, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), hal. 12.

[4] Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan, Cet. I, (Bandung: Al Ma’arif, 2000), hal.19
[5] Soegarda Poerbakawatja, dkk, Ensiklopedi Pendidikan, Cet. VI, (Jakarta: Gunung Agung, 2008), hal. 257.
[6] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. Ke II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal 88.

[7] Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: KDI, 2002), hal 78.

[8]Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), hal. 138.
[9]Mahmud Yunus, Metode Khusus PAI, Cet. I, (Jakarta: Bulan Binatang, 1979), hal. 417.

[10]Fathiyyah Hasan Sualaiman, Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenai Pendidikan Ilmu, Cet. II, (Bandung: Diponegoro, 1986), 31.
[11]Zakiah Daradjat, Mendambakan Anak Shaleh, Cet. I, (Yogyakarta: Al-Bayan, 1991), hal. 27.

[12] Achwan, Roihan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Volume 1, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1991), hal. 28.
[13] Roihan, Prinsip-prinsip....., hal. 30.
[14]Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta : Bina Aksara, 1992), hal. 158.
[15]al-Baihaqy, Sunan Kubra, Jilid.X, (Beirut: Darul Fikri), hal. 192.
[16]Zuhairini, Dkk, Filsafat...,hal. 156.

[17] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Cet. I, (Jakarta: Pranada Media,2003), hal. 176.
[18] Jalaludin, Psikologi Agama, Cet. I, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), hal. 212.

[19] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Cet. XI, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,1983), hal. 7-8.