Pengertian Qasam (Aqsamul Qur’an)
BAB
I
PENDAHULUAN
Kesiapan
jiwa setiap individu dalam menerima kebenaran dan tunduk terhadap caranya itu
berbeda-beda. Jiwa yang jernih yang fitrahnya tidak ternoda kejahatan akan
menyambut petunjuk dan membukakan pintu hati bagi sinarnya serta berusaha mengikutinya
sekalipun petunjuk itu sampai kepadanya hanya sepintas kilas. Sedangkan jiwa
yang tertutup awan kejahilan dan diliputi gelapnya kebatilan tidak tergoncang
hatinya kecuali dengan pukulan peringatan dan bentuk kalimat yang kuat lagi
kokoh, sehingga dengan demikian barulah tergoncang keingkarannya itu.
Di
dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memberi penegasan akan sebuah
pernyataan. Penegasan itu berbentuk pernyataan “sumpah” yang langsung
difirmankan oleh Allah Swt. Sumpah dalam konotasi bahwa Al-Qur’an disebut
qasam. Qasam (sumpah) dalam pembicaraan termasuk salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan
bukti yang konkrit dan dapat menyeret lawan untuk mengakui apa yang di
ingkarinya.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Qasam (Aqsamul Qur’an)
Menurut
bahasa, aqsam
merupakan
bentuk jamak dari kata qasam yang berarti sumpah. Sedangkan istilah aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan
yang dipakai guna memberikan penegasan atau pengukuhan suatu pesan dengan
menggunakan kata-kata qasam
Namun
dengan pemakaiannya para ulama ada yang hanya yang menggunakan istilah al-Qasam saja seperti dalam kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karangan imam
Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi.[2]
Ada juga yang mengidofatkannya dengan al-Qur’an, sehingga menjadi Aqsamul Qur’an seperti yang dipakai
dalam kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karangan
Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kedua istilah tersebut hanya berbeda pada konteks
pemakaian katanya saja, sedangkan maksudnya tidak jauh berbeda.[3]
Kalau
demikian maka yang dimaksud dengan aqsamul
qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji
tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah Swt yang terdapat
dalam Al-Qur’an.
Selain
pengertian diatas, qasam dapat pula
diartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan
atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih.[4]
Dalam
al-Qur’an, ungkapan untuk memaparkan qasam adakalanya dengan memakai kata aqsama, dan kadang-kadang dengan
menggunakan kata halafa.
Contoh
penggunaan kedua kata tadi antara lain sebagai berikut
tPöqt
ãNåkçZyèö7t
ª!$#
$YèÏHsd
tbqàÿÎ=ósusù
¼çms9
$yJx.
tbqàÿÎ=øts
ö/ä3s9
(
tbqç7|¡øtsur
öNåk¨Xr&
4n?tã
>äóÓx«
4
Iwr&
öNåk¨XÎ)
ãNèd
tbqç/É»s3ø9$#
ÇÊÑÈ
Artinya: “(Ingatlah)
hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah) lalu mereka bersumpah kepada-Nya
(bahwa mereka bukan musyrikin) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu, dan
mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Mujadilah: 18)
ÐÏÈ
Artinya: “Sesungguhnya
sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu Mengetahui”. (Al-Waqi’ah: 76).[5]
b.
Huruf-huruf
Qasam
Huruf-huruf yang digunakan
untuk qasam ada tiga :
Pertama,
huruf
wawu, seperti dalam firman Allah Swt :
Éb>uuqsArtinya: “Maka
demi Tuhan langit dan bumi, Sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar
(akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyat:23)
Kedua, huruf ba, seperti firman Allah
Swt.
IÊÈ
Artinya: “Aku
bersumpah demi hari kiamat.” (QS. Al-Qiyamah: 1)
Bersumpah
dengan menggunakan huruf ba bisa disertai kata yang menunjukkan sumpah, sebagaimana
contoh di atas, dan boleh pula tidak menyertakan kata sumpah, sebagaimana dalam
firman Allah Swt.
ÑËÈ
Artinya: “Iblis
menjawab “Demi kekuasaan: Engkau aku akan menyesatkan merekanya.” (QS. Shaad:
82)
Sumpah
dengan menggunakan huruf ba bisa menggunakan kata terang seperti pada dua
contoh di atas, dan bisa pula menggunakan kata pengganti (dhomir) sebagaimana
dalam ucapan keseharian.
الله رب
وبه احاف لينصرنّ المئمنين
Ketiga, huruf ta, seperti firman Allah
Swt:
ÎÏÈ
Artinya: “Demi
Allah, Sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu
ada-adakan.”(An-Nahl: 56).
Sumpah
dengan menggunakan huruf ta tidak boleh menggunakan kata yang menunjukkan
sumpah dan sesudah ta harus disebutkan kata Allah atau rabb.[6]
c.
Unsur-unsur
Qasan
Qasam
terbagi menjadi tiga unsur yaitu adat
qasam, muqsam bih dan muqsam ‘alaih.
* Adat qasam adalah sighat yang digunakan
untuk menunjukkan qasam, baik dalam bentuk fi’il maupun huruf seperti ba, ta, dan wawu sebagai pengganti fil’il qasam.
Contoh
qasam dengan memakai kata kerja, misalnya firman Allah Swt:
ÌÑÈ
Artinya: “Mereka
bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak
akan membangkitkan orang yang mati.” (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan
membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.”(QS. An-Nahl ayat 38).
Adat qasam yang banyak dipakai dalah wawu, sebagaimana firman Allah SWT.
ËÈ
Artinya: “Demi
(buah) Tin dan (buah) Zaitun dan demi bukti Sinai.” (QS. At-Tin: 1-2)
Sedangkan
khusus lafadz al-jalalah yang digunakan untuk pengganti fi’il qasam adalah
huruf ta seperti dalam firman Allah
SWT:
وت الله لأ كيدنّ أصنمكم بعد أن تولّوا...
Artinya: “Demi
Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu
sesudah kamu pergi meninggalkannya.
*. Al-Muqsam
bih yaitu sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah. Sumpah dalam al-Qur’an
ada kalanya dengan memakai nama yang Agung (Allah), dan ada kalanya dengan
menggunakan nama-nama ciptaan-Nya. Qasam dengan menggunakan nama dalam
Al-Qur’an hanya terdapat dalam tujuh empat yaitu:
a.
QS. Adz-dzariyat ayat 43 d. QS. Maryam ayat 68
b.
QS. Yunus ayat 53 e. QS. Al-Hijr ayat 92
c.
QS. At-Taghabun ayat 17 f. QS. An-Nisa ayat 65
g.
QS. Al-Ma’arij ayat 40
Misalnya
firman Allah SWT:
*ÎÌÈ
Artinya: “Dan
mereka menanyakan kepadamu: “Benarkah (azab yang dijanjikan itu? Katakanlah:
“Ya, demi Tuhanku, Sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali
tidak bisa luput (daripadanya).”(QS. Yunus ayat 53)
Selain
pada tujuh tempat diatas, Allah memakai qasam dengan nama-nama ciptaan-Nya
seperti dalam firman Allah Swr:
*
Ixsù
ÞOÅ¡ø%é&
ÆìÏ%ºuqyJÎ/
ÏQqàfZ9$#
ÇÐÎÈ
Artinya: “Maka
aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.”(QS. Al-Waqi’ah: 75).
* Al-Muqsan ‘alaih kadang juga disebut
jawab qasam. Muqsam ‘alaih merupakan suatu pernyataan yang datang mengiringi
qasam, berfungsi sebagai jawaban dari qasam. Di dalam Qur’an terdapat dua muqsan ‘alaih, yaitu yang disebutkan
secara tegas atau dibuang jenis yang pertama terdapat dalam ayat-ayat sebagai
berikut:
ÏÈ
Artinya: “Demi
(angin) yang menerbangkan debu dengan kuat dan awan yang mengandung hujan, dan
kapal-kapal yang berlayar dengan mudah, dan (malaikat-malaikat) yang
membagi-bagi urusan, Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan
sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi.”(QS. Adz-Dzariyat:1-6)
Jenis
kedua muqsan ‘alaih atau jawab qasam
dihilangkan/dibuang karena alasan sebagai berikut:
Pertama,
di dalam muqsam bih nya sudah terkandung makna muqsam ‘alaih.
Kedua,
qasam tidak memerlukan jawaban karena sudah dapat dipahami dari reaksi ayat
dalam surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Contoh jenis ini dapat dilihat
misalnya dalam alat yang berbunyi:
È
Artinya: “Demi
waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap).”
(QS. Ad-Dhuha: 1-2)
d.
Macam-macam
Qasam
Qasam itu adakalanya
zhahir dan adakalanya mudmar.
*
Zhahir, ialah sumpah didalamnya
disebutkan fi’il qasam bih. Dan
diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya,
karena dicukupkan dengan huruf jar berupa ba,
wawu dan ta. Seperti dalam firman
Allah Swt:
ËÈ
Artinya: “Aku
bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali.”
(QS. Al-Qiyamah: 1-2).
* Mudhmar
ialah yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam
bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk kedalam jawab qasam,
seperti firman Allah:
لتبلونّ فى
أموالكم وأنفسكم
Artinya: “Kamu
sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu
sungguh-sungguh.”
e.
Tujuan
Aqsam dalam Al-Qur’an
Menurut
Manna al-Qhaththan, tujuan qasam dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengukuhkan
dan mewujudkan muqsam ‘alaih. Karena itu, muqsam ‘alih berupa sesuatu yang
layak untuk dijadikan sumpah, seperti hal-hal yang tersembunyi, jika qasam itu
dimaksudkan untuk menetapkan kebenaran.
2.
Untuk
menjelaskan tauhid atau untuk menegaskan kebenaran al-Qur’an.[7]
f.
Faedah
Aqsam dalam Al-Qur’an
Qasam merupakan
salah satu penguat perkataan yang mashur untuk memantapkan dan memperkuat
kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qur’an al-Karim diturunkan untuk seluruh
manusia, dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya.
Diantaranya ada yang meragukan, ada yang
mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam
dalam Kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan, kesalahpahaman,
menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menerapkan hukum dengan cara paling
sempurna.[8]
Bersumpah
dengan selain Allah
Dr.
Bakri Syekh Amin dalam buku at-Ta’bit Alfan fil Qur’an bahwa sumpah dengan
selain nama Allah dihukumi dengan masyrik. Hal ini berdasarkan hadits riwayat
Umar ra, yang artinya:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم: من حلف بغير الله فقد كفر
او شرك (رواه الترمذى)
“Barang siapa bersumpah
dengan selain Allah, maka berarti dia telah kafir atau musyrik.”(HR.
Tirmidzi).
ان الله اقسم بما ساء من خلقه و ليس لا احد ات يقسم الا با لله
(رواه ابن ابي حاتم)
Dalam
hadits disebutkan, yang artinya: “Sesungguhnya
Allah bersumpah bisa dengan makhluk-Nya apa saja. Tetapi seorangpun tidak boleh
bersumpah selain dengan nama Allah.”(HR. Ibn. Abi Hatim).
Ada
pula yang mengatakan bahwa sumpah dengan selain Allah diperbolehkan berdasarkan
hadits Bukhari yang artinya sebagai berikut:
“Ketika pada saat
Rasulullah SAW sayyidina Abu Bakar ra membuka kain penutup wajah Nabi Saw lalu
memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh Beliau SAW seraya berkata:
Demi ayahku, dan Engkau dan Ibuku wahai Rasulullah... Tiada akan Allah jadikan
dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini
telah kau lewati.”(Shahihul Bukhari no. 1184, 4187)
Namun
kebanyakan ulama tetap mengharapkan bersumpah selain dengan nama Allah.
Selain
dari unsur-unsur dari redaksi sumpah tersebut di atas, yang paling fundamental
adalah rukun sumpah yang merupakan unsur-unsur sumpah muncul. Nashruddin Baidan
mengungkapkan bahwa rukun sumpah ada 4, yaitu:
1.
Muqsim
(pelaku
sumpah)
2.
Muqsam
Bih (sesuatu
yang dipakai sumpah)
3.
Adat
Qasam (alat untuk bersumpah)
Muqsam “Allah
(berita yang dijadikan isi sumpah atau disebut juga dengan jawab sumpah)[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian yang telah dibahas, kita dapat menyimpulkan Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang
membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta manfaat
(faedah) sumpah-sumpah Allah, dimana sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an itu menyebut
nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Maqsam bih.
Aqsamul
Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas suatu informasi yang
disampaikan dalam Al-Qur’an atau untuk memperkuat informasi kepada orang lain
yang mungkin sedang mengingkari suatu kebenarannya, sehingga informasi itu
dapat diterimanya dengan penuh keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA
Buchori, Didin Saefuddin. 2005. Perdana Memahami Al-Qur’an. Bogor:
Granada Sarana Pustaka.
Chirzin, Muhammad. 1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta:
PT. Dana Prima Yasa.
Manna’ Khalil Al-Qattan. 2009. (Mabahitsu fi Ulumil Qur’an) Studi imu-ilmu
Qur’an. Jakarta: PT. Halim Jaya.
Nashruddin Baidan, 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nashruddin Baidan. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
[1] Manna khalil
al-qattan studi ilmu-ilmu qur’an
[3] Al Itqan fi
Ulumil qur’an, oleh Imam assayuthi
[4] Nasruddin Baidan
Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1998. Hal: 213
[5] Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an: Pustaka Pelajar. 1998. Hal:
233
[6] Manna Qathan, Mabakhisfi
Ulum Al-Qur’an. Terj: Moh. Abdul A’la. Jakarta: Cendawan. Hal: 207.
[7] Nashruddin
Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Hal: 203
[8] Manna “Khalil
Al-Qattan. 2009. (Mabahitsu fi Ulumil
Qur’an) Studi Ilmu-ilmu qur’an. Jakarta: PT. Halim Jaya.
[9] Nashruddin
Baidan. Wawancara Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Hal: 203.