Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Peran Keluarga Dalam Memberantas Sifat Munafik


A.    Peran Keluarga Dalam Memberantas Sifat Munafik              


Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.
Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra kelahiran  yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan azan dan iqamat pada telinga bayi yang  baru lahir, tahnik (meletakkan buah kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak. “Perilaku-perilaku anak akan menjadikan penyempurna mata rantai interaksi anggota keluarga dan pada saat yang sama interaksi ini akan membentuk kepribadiannya secara bertahap dan memberikan arah serta menguatkan perilaku anak pada kondisi-kondisi yang sama dalam kehidupan”[1]. Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada  berbagai ragam situasi dan  kondisi dalam lingkungan keluarga.
Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh. “Faktor-faktor ini (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan  lebih keras”[2].
Kedua orang tua memiliki tugas di hadapan anaknya di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya. Anak pada awal masa kehidupannya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya. Dengan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka maka orang tua akan menghasilkan anak yang riang dan gembira. Untuk mewujudkan kepribadian pada anak, konsekuensinya kedua orang tua harus memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam Alqur’an, begitu juga kedua orang tua harus memiliki pengetahuan berkaitan dengan masalah psikologi dan tahapan perubahan dan pertumbuhan manusia. Dengan demikian kedua orang tua dalam menghadapi anaknya baik dalam berpikir atau menghukumi mereka,  akan bersikap sesuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan dalam Alquran.
Orang tua bertanggung-jawab di hadapan Allah ‘Azza Wa Jalla tentang pendididkan dan pembinaan anak-anak mereka. Bila orang tua telah mengemban tanggung-jawab itu dengan baik, semua akan berbahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, bila orang tua mengesampingkannya, anak-anak akan menghadapai kondisi buruk dan orang tua akan menanggung beban dosa atas kelalainnya itu. Aspek penting dalam pengembangan anak untuk menghindari sifat munafik  adalah[3]:
1.     Pembinaan moral mereka.
Pembinaan akhlak anak-anak mesti dilakukan sejak dini supaya kecenderungannya dalam menyukai kebaikan tetap terjaga. Dengan itu, anak-anak akan menjadi insan-insan terpuji nantinya, dan sumber kebahagiaan dan ketenangan orang tua mereka serta mendatangkan kebaikn abagi mereka, di dunia sebelum di akhirat. Jadi, mendidik anak termasuk amalan shaleh yang dapat digunakan oleh orang tua untuk mendekatkan diri kepada Allah‘Azza Wa Jalla dan pahalanya akan mengalir terus-menerus sebagaimana sedekah jariyah.
2.     Penanaman  sifat jujur
Kejujuran, salah satu sifat terpenting dalam kepribadian seorang anak dan sekaligus nantinya akan menjadi pertanda keimanannya. Pasalnya, kejujuran (ash-shidqu, Arab) lawan dari berdusta (al-kadzib) yang merupakan salah satu karakter menonjol orang-orang munafik.  Keluarga Muslim bertanggung-jawab penuh di hadapan Allah ‘Azza Wa Jalla untuk mengambil peran utama dalam menanamkan sifat jujur dan seluruh akhlak yang terpuji pada kepribadian semua anggota keluarganya, baik yang dewasa maupun yang masih kanak-kanak. Pasalnya, sifat terpuji ini (kejujuran) salah satu faktor utama yang mendatangkan ketentraman hidup dalam rumah dan keindahan akhlak serta keteguhan perilaku yang baik lainnya.

3.     Penanaman  sifat amanah
Sifat ini sangat tinggi dan penting kedudukannya dalam Islam dimana AlQuran menyebutkan bahwa amanah mencakup seluruh aspek perintah dan larangan dalam Islam. Amanat adalah segala hal yang dipercayakan kepada seseorang dan ia dituntut untuk menjalanknnya. Allah memerintahkan untuk menjalanknnya dengan sempurna. Termasuk dalam makna amanat ialah amanat memegang kekuasaan, kekayaan atau rahasia dan lainnya. Orang yang diserahi amanat untuk mengemban sesuatu, maka harus wajib memeliharanya dengan baik, karena amanat tidak bisa dijalankan kecuali denga cara memeliharanya.  Kejujuran termasuk bagian dari amanah dan pelengkapnya. Hal ini dapat diketahui bahwa Rasullullah Shallallahu ‘Alai Wa Sallam menggandengkan antara amanah dan kejujuran dalam hadits sebagai sifat seorang Mukmin, dan dua sifat yang bertolak belakang dengannya (dusta dan khianat) termasuk tanda nifak.
Atas dasar itu, menjadi kewajiban orang tua untuk membiasakan diri mereka dan anak-anak untuk menjaga amanah dan memperingatkan mereka dari khianat dan dampak buruknya. Termasuk memrintahkan mereka untuk menjaga hak-hak orang dan barang milik mereka yang mereka temukan di tengah jalan, meskipun harganya tidak seberapa dalam pandangan kita. Orang tua harus mendidik ank-anak agar tidak punya keinginan untuk memiliki barang milik orang lain sekalipun berada di tengah jalan tanpa diketahui pemiliknya. Justru sebaliknya mengajak mereka untuk mencari pemiliknya sedapat mungkin. Ini akan menggoreskan pelajaran mendalam pada jiwa anak di kemudian hari untuk tidak pernah berharap memiliki barang miliki orang lain apalagi sampai mengambilnya dengan cara-cara haram.
4.     Membiasakan lisan mereka untuk berkata-kata yang baik saja
Mendidik anak untuk hanya berkata-kata yang baik dan menjauhi ungkapan-ungkapan buruk bagian dari akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam melalui AlQuran dan Hadits. Orang tua yang hendak mendidik anak untuk menjaga lisan dari celaan, umpatan, dan kata-kata kotor lainnya, maka harus menempuh empat cara:
a.    Orang tua terlebih dulu harus menjauhi ucapan-ucapan yang buruk secara mutlak. Sebab, mereka itulah cermin dan teladan bagi anak-anak.”Sesungguhnya indahnya kepribadian pendidik dan kedua orang tua di depan anak-anak adalah bentuk tarbiyah (pendidikan) yang terbaik”.
b.   Mengajarkan anak-anak dan mengingatkan mereka dengan ayat-ayat AlQuran dan Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alai Wa Sallam yang mengajak untuk menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak baik, setiap kali mereka membutuhkan peringatan
c.    Melakukan pengingkaran saat anak-anak mengeluarkan kata-kata yang buruk dan tidak senonoh.
d.   Memilihkan teman pergaulan yang baik dan menjauhkannya dari teman pergaulan yang buruk, agar anak-anak terjaga dan terlindungi. Maka, menjadi kewajiban orang tua untuk mengawasi teman-teman pergaulan anak-anak mereka dan memperingatkan anak-anak jangan sampai berkawan dengan orang-orang yang berperilaku buruk.[4]

5.     Anak-anak harus dijauhkan dari benih-benih penyimpangan
Menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk menjauhkan anak-anak dari benih-benih penyimpangan. Man syabba’ala sya’in syaba ‘alaih demikian bunyi pepatah Arab yang bermakna siap yang tumbuh denga pola hidup tertentu, maka ia akan terbiasa dengan itu di masa tuanya. Maka, mata rantai penyimpangan hendaknya diputus sejak dini pula. Kelahiran anak yang meupakan salah satu pengaruh adanya sebuah perkawinan yang sah menjadi amanah bagi kedua orang tuanya. Secara riil, pelaksanaan amanah ini di antaranya dengan mendidik mereka dengan ajaran-ajaran Islam dan mengajarkan mereka hal-hal yang mereka butuhkan dalam urusan agama dan dunia mereka.


               [1] Ibrahim Amini, Agar tidak Salah Mendidik Anak, Cet. 1, (Jakarta: Al Huda, 2006), hal.
107-108.
               [2]Jalaluddin Rakhmat, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Moderen, Cet. 2, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 20.
               [3] Sofyan Syafri Harahap dan Anshori Siregar, Pedoman Pendidikan Aqidah Remaja,
Cet. 1, (Jakarta: PT. Pustaka Quantum, 2002), hal. 180.
               [4] Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan sekolah dan Keluarga, Cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang: 1978), hal. 80.