Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perumpamaan Orang Yang Patuh Dan Ingkar


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Dalam menjalani kehidupan. Seseorang sering dihadapkan dengan pilihan-pilihan dalam kehidupannya dan setiap pilihan yang diambil tentu akan mendatangkan sebuah kemaslahatan dan kemudharatan (kebaikan dan kejelekan) sebagai suatu konsekuensinya. Begitu juga sikap Ingkar dan Taat kepada Allah adalah suatu pilihan seseorang dalam menentukan jalan hidupnya untuk mencapai suatu kebahagiaan.
Allah swt telah menyediakan Surga bagi hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa yang beribadah kepada-Nya melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah juga menyediakan Neraka bagi hamba-Nya yang musyrik |mempersekutukan Allah| yang ingkar dan enggan menyembah beribadah kepada-Nya juga tidak melaksanakan perintah-Nya dan tidak mau menjauhi larangan-larangan-Nya.
Seseorang dalam beribadah kepada Allah swt, pahala dan ganjarannya bukanlah bagi oranga lain, bukan juga untuk kepentingan Allah swt, tetapi Ia yang beribadah kepada Allah swt pahala dan ganjarannya bagi kepentingan dan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Seseorang yang berbakti dan beribadah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya niscaya orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat sebagai konsekuensi dari ketaatannya kepada Allah, kebahagiaan hidup di Surga dan bertemu dengan sang maha pencipta yaitu Allah swt. Sebaliknya bagi manuisa yang ketika hidupnya di dunia gemar melanggar perintah-perintah-Nya dan menuruti kepada ajakan hawa nafsunya yang menjerumuskan pada kejelekan dan kekafiran maka balasan baginya di akhirat akan mendapatkan kehidupan sengsara dan celaka sebagai konsekuensi keingkaran kepada-Nya, inilah balasan bagi orang yang menggunakan hidupnya di dunia ini untuk bersenang-senang, serta menuruti ajakan hawa nafsunya tanpa ada pengendali dari ilmu agama.




















BAB II

PEMBAHASAN
A.    Teks Hadist
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنِي ابْنُ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الْخَامَةِ مِنْ الزَّرْعِ تُفِيئُهَا الرِّيحُ تَصْرَعُهَا مَرَّةً وَتَعْدِلُهَا أُخْرَى حَتَّى تَهِيجَ وَمَثَلُ الْكَافِرِ كَمَثَلِ الْأَرْزَةِ الْمُجْذِيَةِ عَلَى أَصْلِهَا لَا يُفِيئُهَا شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ انْجِعَافُهَا مَرَّةً وَاحِدَةً
Artinya:  Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dan Muhammad bin Bisyr keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Zakariya bin Abu Za`idah dari Sa'ad bin Ibrahim telah menceritakan kepadaku Ibnu Ka'ab bin Malik dari ayahnya, Ka'ab berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perumpamaan mu`min itu seperti tanaman yang kuat dan lentur, angin menerpanya, kadang menundukkannya dan kadang membuatnya tegak hingga bergerak, dan perumpamaan orang kafir itu seperti pohon cedar yang dicabut dengan akar-akarnya, tidak ada sesuatu pun yang menerpanya hingga ia dicabut sekali saja.".(HR. Abu Daud).[1] 

B.    Kosa Kata
مَثَلُ                   = Perumpamaan
الْمُؤْمِنِ               = Orang Mukmin
الْخَامَةِ                = Lentur
تُفِيئُهَا                 = Menerpanya
الرِّيحُ                 = Menundukkan
حَتَّى                  = Sampai
مَرَّةً                   = Akar
وَاحِدَةً                 = Satu
C.    Penjelasan Hadist
Salah satu penghuni bumi ini, yang hadir bersama manusia adalah pepohonan. Pohon kita manfaatkan sebagai sarana kehidupan. Mungkin selama ini yang sering kita perhatikan bagian dari pohon adalah buah, daun, ranting, cabang dan batang.  Padahal, ada bagian dari pohon yang bekerja 24 jam penuh, dialah akar. Ia menyerap berbagai sari-sari tanah kemudian mengalirkannya ke setiap bagian pohon itu.  Sejak aliran sari tanah itu sampai pada batang, dahan, ranting, daun, pohon itu pun menghasilkan buah-buahan yang lebat.
Namun, jika suatu ketika musim beralih, cuaca buruk, suplai air kurang, daun bisa kering kerontang. Ranting bisa rapuh, batang rusak fungsi akar yang menyuplai makanan pun bisa terhenti. Ketika semua fungsi-fungsi tumbuhan tersebut rusak apa yang akan terjadi? Tumbuhan itu akan tetap hidup selama ada tunas pengganti. Perlu kita amati tunas ini cikal bakal penerus pohon yang sudah diambang mati. Melanjutkan generasinya yang menghadapi kepunahan.   Tunas dapat bertahan walau keadaan musim seburuk apapun. Ia tetap hidup walau daun, ranting atau dahan yang lainnya sudah terancam dalam kesakitan. Ia akan terus bertahan tidak mudah diombang-ambing oleh apa pun.
Berharap kelak dirinya bermanfaat bagi generasinya juga bagi tempat dimana ia tumbuh. Ia bisa tetap berdiri kuat dan kokoh karena berpacu pada landasan yang jelas pada batang atau tanah. Manusia untuk menjadi pahlawan tidak mesti berubah jadi pohon atau tunas. Namun, kita masih bisa belajar pada makhluk yang kadang kita sepelekan keberadaannya ini. Bukankah dalam Al-Quran, Taurat dan Injil manusia itu disebut laksana tunas tanaman? Barangkali kita tidak akan bisa seperti Mahatma Gandi, pahlawan asketis dari India. Tidak pula kita bisa seperti Umar Bin Abdul Aziz, khalifah nan qonaah yang membiarkan dirinya sengsara guna menyejahterakan rakyatnya. Tidak pula seperti pahlawan-pahlawan heroik lainnya di dunia ini.
Namun, kita masih sebagai pahlawan bagi diri sendiri, bagi keluarga anak-istri, atau setidaknya masyarakat terdekat. Kita sedang membawa misi agar bahagia diri dan membahagiakan orang lain. Sejenak kita bisa mengingat kembali Rasulullah Saw., figur yang tidak mempunyai rumus menyerah pada keadaan sesulit apapun. Begitu juga kita, yang memiliki segudang harapan yang tidak akan pernah habis. Kita ini kuat dan kokoh karena memperjuangkan misi kita.
D.    Balasan Bagi Orang Patuh dan Ingkar
Dalam menjalani kehidupan. Seseorang sering dihadapkan dengan pilihan-pilihan dalam kehidupannya dan setiap pilihan yang diambil tentu akan mendatangkan sebuah kemaslahatan dan kemudharatan (kebaikan dan kejelekan) sebagai suatu konsekuensinya. Begitu juga sikap Ingkar dan Taat kepada Allah adalah suatu pilihan seseorang dalam menentukan jalan hidupnya untuk mencapai suatu kebahagiaan.
Allah swt telah menyediakan Surga bagi hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa yang beribadah kepada-Nya melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah juga menyediakan Neraka bagi hamba-Nya yang musyrik |mempersekutukan Allah| yang ingkar dan enggan menyembah beribadah kepada-Nya juga tidak melaksanakan perintah-Nya dan tidak mau menjauhi larangan-larangan-Nya. Seseorang dalam beribadah kepada Allah swt, pahala dan ganjarannya bukanlah bagi oranga lain, bukan juga untuk kepentingan Allah swt, tetapi Ia yang beribadah kepada Allah swt pahala dan ganjarannya bagi kepentingan dan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Seseorang yang berbakti dan beribadah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya niscaya orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat sebagai konsekuensi dari ketaatannya kepada Allah, kebahagiaan hidup di Surga dan bertemu dengan sang maha pencipta yaitu Allah swt. Sebaliknya bagi manuisa yang ketika hidupnya di dunia gemar melanggar perintah-perintah-Nya dan menuruti kepada ajakan hawa nafsunya yang menjerumuskan pada kejelekan dan kekafiran maka balasan baginya di akhirat akan mendapatkan kehidupan sengsara dan celaka sebagai konsekuensi keingkaran kepada-Nya, inilah balasan bagi orang yang menggunakan hidupnya di dunia ini untuk bersenang-senang, serta menuruti ajakan hawa nafsunya tanpa ada pengendali dari ilmu agama.
Tujuan hidup manusia setelah meninggalnya di alam dunia ini ada 2 tujuan (kebahagiaan dan kecelakaan) yaitu Surga dan Neraka. Jalan untuk menuju kebahagiaan di akhirat itu banyak halangan dan rintangannya ada saja godaan yang menghampiri kita karena seringkali keinginan hawa nafsu dalam diri yang cenderung pada kebahagiaan dunia tidak sesuai dengan apa yang kita kerjakan dalam melaksanakan kebaikan ataupun ketaatan kepada-Nya, namun sebaliknya jalan untuk menuju kecelakaan di akhirat itu penuh dengan kesenangan serta kenikmatan-kenikmatan dunia yang sesuai dengan keinginan nafsu kita, tidak menghiraukan hukum syara’ yang penting bahagia padahal itu bertentangan dengan aturan dan perintah agama.
Memang hidup orang mukmin di dunia ini terikat oleh aturan-aturan atau hukum-hukum Allah sehingga tidak bebas melakukan apa saja, ada hal-hal yang dilarang untuk dilaksanakan ada juga kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan, maka hidupnya orang mukmin di dunia ini bagaikan hidup di penjara yang tidak bebas semau keinginannya melakukan apa saja. Namun suatu saat nanti orang mukmin yang bersikap seperti ini (memilih taat kepada Allah) akan merasakan akhiratnya sebagai surga yang penuh dengan kenikmatan-kenikmatan yang dijanjikan sebagai balasan untuknya.











BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis bahas diatas, maka pada bab ini penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:
A.    Kesimpulan
Dalam menjalani kehidupan. Seseorang sering dihadapkan dengan pilihan-pilihan dalam kehidupannya dan setiap pilihan yang diambil tentu akan mendatangkan sebuah kemaslahatan dan kemudharatan (kebaikan dan kejelekan) sebagai suatu konsekuensinya. Begitu juga sikap Ingkar dan Taat kepada Allah adalah suatu pilihan seseorang dalam menentukan jalan hidupnya untuk mencapai suatu kebahagiaan.
B.    Saran-saran
1.     Disarankan kepada kaum muslimin agar dapat taat dan patuh pada perintah Allah Swt..
2.     Disarankan kepada mahasiswa agar dapat memperdalam pengkajian ilmu agama, karena dengan ilmu agama hidup akan jadi lebih mudah.







DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdullah bin Muhammad Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 1, Mesir: Maktabah, Al-Husaini, t.t.

Al-Nawawi, Syarh Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1402.

Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj,  Ushul al-Hadits: ‘Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr,1989.

Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib. ‘Ulum al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Beirut: Dar alFikr, 1989.

Al-Iman al-hafizh Abi Isa bin Saurah al-Termidzi, Tahqiq oleh Abdurrahman Muhammad Usman, Sunan al-Turmidzi, Abwaba al-Birru wa al-Shilah, Juz 8,  al-Madinati al-Munawarah, Salafiyah,tt.




               [1] Al-Iman al-hafizh Abi Isa bin Saurah al-Termidzi, Tahqiq oleh Abdurrahman Muhammad Usman, Sunan al-Turmidzi, Abwaba al-Birru wa al-Shilah, Juz 8, ( al-Madinati al-Munawarah, Salafiyah,tt), hal. 184.