BAB IV
Problematika Pendidikan Modern Dan Signifikan
Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan
A. Interaksi Ilmu
Interaksi
atau hubungan guru dan murid merupakan hal yang penting. Sejarah pendidikan
islam bahwasanya bersikap menampilkan pola hubungan guru-murid berdasarkan rasa
cinta, cermat, dan persahabatan. Hubungan
guru-murid dalam pendidikan islam selalu memiliki aspek yang sangat personal,
dimana seorang penuntut ilmu mencari seorang guru, bukan lembaga, lalu
mengabdikan diri sepenuhnya kepada guru tersebut.
Hubungan
yang terjalin antara guru dan murid selalu intim; seorang murid menghormati
gurunya seperti seorang ayah dan mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang
tak langsung berkaitan dengan pendidikannya secara norma”
Adapun
kriteria akhlak seorang pendidik (guru), antara lain:
1. mencintai
jabatannya sebagai guru
2. bersikap
adil terhadap semua muridnya
3. harus
gembira dan berwibawa
4. berlaku
sabar dan tenang
5. harus
bersifat manusiawi
6. bekerja
sama dengan guru-guru lain
7.
bekerjasama
dengan masyarakat[1]
Tugas
terpenting pula bagi seorang guru adalah ia dijadikan teladan (uswah) bagi murid-muridnya. Sebagaiman
Al-Ghazali mengisyaratkan dengan sebuah tongkat dan bayangan, beliau berkata “
bagaimana mau bayangan lurus seandainya tongkatnya saja bengkok”, bahwa hal ini
memberikan indikasi kekeliruan tingkah laku guru berakibat sangat fatal.
Sedangkan
untuk seorang murid (anak didik) paling tidak mempunyai akhlak / adab dalam
menuntut ilmu terhadap gurunya, yakni:
1. harus
membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit hati, karena belajara adalah
ibadah
2. harus
mempunyai tujuan untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan untuk
kemegahan dan kedudukan
3. pelajara
harus tabah dalam menimba ilmu pengetahuan
4. wajib
menghormati guru, sehingga guru menjadi ridho terhadap ilmunya[2]
Dari
adab murid tersebut, dapat disimpulkan betapa pentingnya dan mulianya kedudukan
seorang guru (pendidik). Menurut Ahmad Syauqy dalam syairnya yang berbunyi,”
posisikanlah seorang guru di tempat yang mulia, sebab posisi guru hampir
mendekati posisi Rasul”
B. Tujuan Pendidikan
Salah satu
aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan
tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu
sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam,
dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya.
Hal tersebut
disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk
membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli
pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari
berbagai harapan ataupun keinginan manusia.
Hitami dalam
bukunya “Menggagas Kembali Pendidikan Islam” menyebut istilah tujuan pendidikan
Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan
Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rahmatan Lil ‘Alamin”.[3]
Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam
dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak
terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai
penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang
makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam
al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan
misinya adalah “Rahmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan
dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan
harmonis.[4]
Pendidikan
sebagai usaha normatif, maka tujuannya pun normatif. Oleh karena itu berbicara
tentang tujuan pendidikan, baik pendidikan Islam maupun pendidikan lainnya,
para ahli membagi dengan pembagian yang berbeda. Langevel misalnya, sebagaimana
yang dikutip oleh Mappanganro, bahwa tujuan pendidikan diklasifikasikan kedalam
enam bagian yaitu:
1)
Tujuan
umum
2)
Tujuan
khusus
3)
Tujuan
seketika
4)
Tujuan
sementara
5)
Tujuan
tidak lengkap,
6)
Tujuan
perantara.[5]
Dilihat dari
ilmu pendidikan teoretis, tujuan pendidikan ditempuh secara bertingkat, misalnya
tujuan intermediair (sementara atau antara), yang dijadikan batas sasaran
kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu,
untuk mencapai tujuan akhir.
Adapun tujuan
akhir pendidikan Islam adalah pada hakikatnya merupakan realisasi dari
cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi kesejahteraan umat
manusia sebagai hamba Allah Swt., lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tujuan
akhir pendidikan Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli pendidikan Islam
dari semua golongan dan mazhab dalam Islam.
Pendidikan
Islam berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup
di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan
pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan
hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya.
Karena itulah
pendidikan Islam berlaku seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk dan
mengembangkan, serta memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan Islam yang
telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu
mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan,sekurang-kurangnya
pemeliharaannya supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh
diri sendiri dan bahkan pendidikan dalam bentuk formal.
Rumusan lain
tentang tujuan pendidikan Islam oleh Arifin Saputra sebagai berikut: “Tujuan
pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan dan diusahakan dalam proses
pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik tingkah laku individu
dari kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat serta pada alam sekitar di
mana individu itu hidup atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses
pengajaran sebagai suatu tindakan kegiatan asasi dan sebagai proporsi di antara
profesi asasi dalam masyarakat”.[6]
Tujuan-tujuan
tersebut dapat paralel dan dapat pula pada urutan satu garis (linier) dalam hal
ini, terdapat tujuan yang dekat, lebih jauh atau dalam istilah lain terdapat
beberapa tujuan sementara atau tujuan akhir pendidikan Islam. Fungsi dari
pendidikan Islam adalah memelihara arah usaha itu dan mengakhiri setelah tujuan
itu tercapai. Fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah usaha dan
menjadikan titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut dari tujuan
akhir. Pendidikan Islam ialah usaha yang bertujuan banyak dalam urutan satu
garis (linier), sebelum mencapai tujuan akhir, pendidikan Islam lebih dahulu
mencapai beberapa tujuan sementara.
Tujuan
pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim. Bila pendidikan
dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada
tercapainya tujuan pendidikan.[7]
Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu
perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang
diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kehidupan
manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriahnya, dengan kata lain
perilaku lahiriah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal memacu di
dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses pendidikan.
Pendidikan
Islam juga mempunyai tujuan yang sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup
yang digariskan Alquran. Ibnu Khaldun mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Bahar,
Aswandi bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua tujuan. Pertama tujuan
keagamaan, maksudnya beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan
telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan ke atasnya. Kedua, tujuan ilmiah
yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern
dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.[8]
Demikian pula Ngalim
Purwanto menyatakan bahwa pendidikan Islam mengarah pada dua tujuan. Pertama,
persiapan untuk hidup akhirat; kedua, membentuk perorangan dengan ilmu
pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesan hidup di dunia. Semua
rumusan tujuan yang dikemukakan di atas sesuai dengan nilai-nilai Islam.[9]
Tujuan
pendidikan Islam adalah mengandung tentang nilai-nilai ideal yang bercorak
Islami. Hal ini mengandung bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah:
Tujuan merealisasikan idealitas Islami. Sedangkan idealitas Islami itu sendiri
pada hakikatnya mengandung nilai perilaku manusia yang disadari atau dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan yang ditaati.
Selanjutnya
al-Gazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama ialah
beribadah dan taqarrub kepada Allah Swt., dari kesempurnaan insani yang
tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat. Selain dari pandangan yang dikemukakan
oleh al-Gazali sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung tentang tujuan
pendidikan Islam. Al-Gazali merumuskan tujuan umum pendidikan Islam kedalam
lima pokok:
1)
Membentuk
akhlak yang mulia (al-fadhilah);
2)
Persiapan
untuk dunia dan akhirat;
3)
Persiapan
untuk mencari rezki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya. Keterpaduan
antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia kepada kesempurnaan;
4)
Menumbuhkan
ruh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki
kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu;
5)
Mempersiapkan
para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia mudah mencari rezki.[10]
Sebagaimana
diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah salah satu faktor determinan dalam
pendidikan pada umumnya. Secara khusus dalam pendidikan Islam, yang menjadi
tujuan utama adalah terbentuknya akhlak yang mulia (akhlak al-karimah).
Berbagai aspek
yang harus dilihat dalam rangka penetapan dan pemantapan tujuan pendidikan
tersebut termasuk pendidikan Islam. Aspek-aspek yang dimaksud adalah berkaitan
dengan berbagai hal yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan subjek dan
objek didik.
Sebagai titik
akhir yang ingin dicapai adalah kesempurnaan jiwa manusia. Kesempurnaan jiwa
diasumsikan sebagai suatu capaian yang harus diraih oleh segenap usaha manusia.
Oleh karenanya perangkat pendidikan yang direkayasa senantiasa mencerminkan
daya dukungnya terhadap tujuan itu.
Dengan kondisi
ideal seperti itu menurut para ahli pendidikan Islam, manusia harus diarahkan
ke arah pencapaian kualitas tertentu yang dapat digunakannya dalam kehidupan
ini. Berbagai penelitian yang telah dikemukakan untuk mengkaji sekitar tujuan
umum pendidikan Islam yang bersumber dari kenyataan-kenyataan serta
pemikiran-pemikiran yang berkembang sekitar pendidikan Islam.
Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga
di Sekolah dan Masyarakat
menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah
1)
meningkatkan kemampuan akal dan menumbuhkan pikiran,
2)
menumbuhkan potensi-potensi bakat yang dibawa sejak lahir,
3)
mengembangkan potensi generasi muda,
4)
menjaga keseimbangan potensi dan bakat manusia.[11]
Akal merupakan
anugrah pemberian Tuhan yang dikhususkan kepada manusia sebagai jenis makhluk
yang mengembang tugas berat dan mulia. Oleh karena pengembangan akal manusia
harus menjadi prioritas dalam tujuan pendidikan
Hal tersebut
dapat dikomentari bahwa pakar tersebut menekankan lebih banyak kepada peranan
akal dalam kehidupan manusia. Fungsi akal yang dimanifestasikan lewat kemampuan
berpikir dapat menjadi sarana untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan.
Demikian juga dapat mengembangkan potensi berupa bakat yang ada dalam diri
setiap orang.
Lain halnya
dengan Hasan Langgulung mengemukakan
bahwa tujuan-tujuan pendidikan Islam hendaknya diambil dari Alquran sebagaimana
telah disebutkan beberapa tujuan dimaksud adalah:
1)
Menyadarkan
manusia tentang posisinya di antara makhluk yang lain,
2)
Memperkenalkan
tanggung jawab yang diemban oleh manusia dalam kehidupan diri dan sosialnya,
3)
Mendalami
hikmah penciptaan makhluk lain berupa alam dan segala isinya yang digunakan
oleh dan untuk kepentingan manusia,
4)
Memperkenalkan
keagungan pencipta alam raya ini.[12]
Dari gambaran
tujuan yang dirumuskan oleh Nahlawi tersebut tampaknya dapat didekati dengan
pemahaman yang berdimensi internal. Bahwa dalam diri manusia harus ditumbuhkan
keadaan yang mendalam tentang berbagai hal, baik yang menyangkut eksistensinya
maupun tanggung jawabnya secara hakiki. Bahkan sebagai makhluk Tuhan, manusia perlu
memiliki suatu pandangan yang benar tentang aqidah dan keyakinan kepada Allah
Sang Maha Pencipta yang dapat didekati lewat atribut-atribut alamiah yang mudah
dipahami.
Muhammad Usman
Najati dalam bukunya Psikologi Dalam Tinjauan Hadith Nabi menjelaskan dua
tujuan pendidikan yang hendak dicapai, yakni;
1)
Kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah kedekatan dengan Allah,
2)
Kesempatan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan
akhirat.[13]
Berdasarkan
tujuan tersebut tampaknya al-Gazali melakukan upaya dan menjabarkannya dalam
berbagai bentuk pengajaran yang menurutnya dapat dan mampu mendekati puncak
pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Dari pandangan
di atas dapat dipahami sebagaisuatu kebulatan yang pada dasarnya tidak
bertentangan satu sama lain. Mereka saling melengkapi guna mendapatkan rumusan
tujuan ideal yang hendak dicapai oleh segenap usaha dan proses pendidikan
Islam. Rumusan tersebut bila dicermati, berakar dari petunjuk-petunjuk Alquran
serta berakar pada pengalaman historis dalam pelaksanaan pendidikan Islam
hingga kini.
Dengan
memperhatikan kerangka tujuan yang dikutip di atas, juga tergambar secara umum
bahwa sistem pendidikan Islam memiliki ciri khas yakni dengan warna religius
serta dilengkapi dengankerangka etis tanpa mengenyampingkan kepentingan-kepentingan
duniawi. Apabila ditelusuri lebih jauh tentang kecenderungan al-Gazali dalam
praktek dan proses pendidikan yang dilakukannya, tampak dengan jelas adanya
aksentuasi ke arah bidang ruhani sebagai konsekuensi dari pandangan dalam bidang
filsafat dan sufistik. Penjelasan Fathiyah Hasan tersebut menyimpulkan bahwa
al-Gazali sebenarnya memiliki tujuan hakiki yakni mencapai kesempurnaan manusia
dunia dan akhirat.[14]
Dari berbagai
macam tujuan pendidikan dikemukakan di atas kita dapat mengambil kesimpulan
kepada dua macamkesimpulan yang prinsipil yaitu:
a)
Tujuan Keagamaan
Yang dimaksud
dengan tujuan keagamaan ini adalah bahwa setiap pribadi orang muslim beramal
untuk akhirat atas petunjuk dan ilham keagamaan yang benar, yang tumbuh dan
dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci. Tujuan keagamaan
mempertemukan diri pribadi terhadap Tuhannya melalui kitab-kitab suci yang
menjelaskan tentang hak dan kewajiban, sunat dan yang fardhu bagi seorang
mukallaf.
Tujuan ini
menurut pandangan pendidikan Islam dan para pendidik muslim mengandung esensi
yang sangat penting dalam kaitannya dengan pembinaan kepribadian individual ;
diibaratkan sebagai anggota masyarakat yang harus hidup di dalamnya dengan
banyak berbuat dan bekerja untuk membina sebuah gedung yang kokoh dan kuat. Di
sini tampak jelas tentang pentingnya tujuan pendidikan ini, karena sebenarnya
agama itu sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai aspek pendidikan
kejiwaan dan pendidikan kebudayaan secara ilmiyah dan falsafiyah. Maka
dari itu agama mengarahkan tujuannya pada pencapaian makrifat tentang kebenaran
yang haq, yaitu Allah Swt.
Di samping itu
tujuan keagamaan juga mengandung makna yang lebih luas yakni suatu petunjuk
jalan yang benar di mana setiap pribadi muslim mengikutinya dengan ikhlas
sepanjang hayatnya, dan juga masyarakat manusia berjalan secara manusiawi.[15]
Dengan demikian
agama sebenarnya memberikan berbagai topik pembahasan, di antaranya yang paling
essensial ialah pembahasan dari sudut falsafah, misalnya agama berusaha
memberikan analisis yang benar terhadap permasalahan wujud alam semesta dan
tujuannya, dan agama menetapkan garis dan menjelaskan kepada kita jalan
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Tentang kehidupan di akhirat
filsafat juga berusaha menganalisis problem-problemnya.
b)
Tujuan Keduniaan
Tujuan ini
seperti yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan modern saat ini yang diarahklan
kepada pekerjaan yang berguna (pragmatis) atau untuk mempersiapkan anak
menghadapi kehidupan masa depan. Tujuan ini diperkuat oleh aliran paham
pragmatisme yang dipelopori oleh ahli filsafat John Dewey dan William
Kilpatrick. Para ahli filsafat pendidikan pragmatisme lebih mengarahkan
pendidikan anak kepada gerakan amaliah (keterampilan) yang bermanfaat dalam pendidikan.
Dari ungkapan
tersebut dapat dipahami bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah kesempurnaan
ruh (jiwa) manusia yang pada hakikatnya menjadi inti keberadaan manusia dalam
perjuangan hidupnya mencari keridhaan Allah. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan Islam pada dasarnya memperoleh tujuan ideal guna
mengantarkan dan mengarahkan manusia dalam upaya memantapkan dan menjaga
kesucian jiwanya.
Dapat pula dikatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal
menurut ajaran Islam yakni, meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek
intelektual. Semua aspek itu adalah sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang
muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt. sesuai tuntunan
Alquran.
[1]
Hasan Asari,. Nukilan Pemikiran Islam Klasik. (Yogyakarta: PT Wacana
Yogya. 1999), hal. 27.
[2]
http://www.geocities.com/Athens/Ithaca/8306/baru1420/tafsir/tafsir1.htm
http://khalilullah85.multiply.com/journal/item/19
[3]
Hitami, Munzir. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. ( Yogyakarta: Infinite
Press, 2004), hal. 32.
[4]
Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat
Indonesia, ( Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, 2003 ), hal. 142
[5]
Muhammad Syadid, Konsep Pendidikan Menurut Al-Qur’ân, tej. Rusydi Helmi,
Cet. I, ( Jakarta: Penebar Salam, 2001 ), hal. 107.
[6]
Arifin Saputra,. Masa Depan Pendidikan,(
Jakarta: Lucky Publishes,2002 ), hal. 77.
[8]
Bahar, Aswandi, Dasar-Dasar Pendidikan, ( Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1989 ), hal. 29.
[9]
Ngalim Purwanto, M, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis, ( Bandung :
Remaja Rosdakarya,2000 ), hal. 49.
[10]
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Sebuah Analisa Psikologi dan
Pendidikan), ( Jakarta: Al-Husna, 2005 ), hal. 88.
[11] Abdurrahman An-Nahlawi, , Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan
Islam dalam Keluarga di Sekolah dan Masyarakat, Terj. Herry Noer Ali, (
Bandung:CV. Dipenogoro,2003 ), hal. 64
[12]
Hasan Langgulung, Manusia dan......................, hal. 62.
[13]
Muhammad Usman Najati, Psikologi Dalam Tinjauan Hadith Nabi, Cet. IV, (
Jakarta: mustaqim, 2000 ),hal. 63.
[14] Wasty
Soemanto, Psikologi Pendidikan, Cet. I, ( Jakarta: Rineka Cipta, April
2004 ), hal. 30.
[15] Oemar Muhammad Al-Tomy Al-Syaibani , Filsafat Pendidikan Islam.
Terj. Hasan Langgulung, Cet. I, ( Jakarta: Bulan Bintang,1979 ), hal. 29.
0 Comments
Post a Comment