Ruang Lingkup Pendidikan Islam
A.
Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Secara garis
besar ruang lingkup pendidikan
Agama Islam terdiri tiga unsur pokok yang mendasar, diantaranya: aspek Aqidah,
aspek Syari’ah dan aspek Akhlak.
1.
Aspek
Aqidah
Menurut bahasa Aqidah berarti “ikatan atau angkutan”.
Sedangkan aqidah menurut teknisi berarti ”kepercayaan atau keyakinan”.
Berbicara mengenai aqidah sangatlah luas objek pembahasannya, akan tetapi
disini penulis cukup menguraikan pokok-pokok pembahasannya saja. Pembahasan
mengenai aqidah Islam pada umumnya berkisar pada arkanul iman (rukun iman yang
enam), diantaranya:
a.
Iman kepada
Allah.
b.
Iman kepada Malaikat-Malaikat
Allah.
c.
Iman kepada Kitab-Kitab Allah.
d.
Iman kepada Rasul-Rasul
Allah.
e.
Iman kepada Hari
Kiamat.
Aqidah juga
dapat diartikan dengan sesuatu kayakinan yang mendalam yang terdapat di dalam
jiwa manuasia. Dalam Al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah diantaranya
terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 136 yang berbunyi:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ آمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي
نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيَ أَنزَلَ مِن قَبْلُ وَمَن يَكْفُرْ
بِاللّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلاَلاً بَعِيداً) النساء: ١٣٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasulnya dan kepada kitab yang di turunkan kitab
sebelumNya. Barang siapa yang kafir kepada Allah , Malaikat-MalaikatNya,
Kitab-kitaNya, Rasul-RasulNya, dan hari kiamat, maka sesungguhnya orang itu
sesat sejauh-jauhnya . (Qs. An Nisa’: 136).
2.
Aspek Syari’ah
Menurut bahasa Syari’ah berarti “jalan” sedangkan secara istilah syari’ah atau
sering juga di sebut syari’ah Islam adalah suatu sistem norma Ilahi yang
mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan, hubungan sesama manusia, maupun
hubungan manusia dengan alam. Secara garis besar syari’ah dibagi atas 2 ruang
lingkup yaitu:
a.
Ibadah
Ibadah adalah
segala sesuatu yang dilakukan hanya semata-mata karena Allah dan tidak terlepas dari
tempat, waktu, dan juga tidak dipengaruhi oleh perkembangan zaman.[2] Allah
menciptakan manusia di dunia ini bukanlah semata-mata hidup untuk makan, minum,
beranak pinak, lalu mati. Akan tetapi manusia diciptakan melainkan untuk
menyembahNya. Dalam Al-Qur’an surat Al-Dzariat ayat 56 Allah berfirman:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) الذاريات: ٥٦(
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.(Qs. Al- Dzariat 56).
Aktifitas ibadah dilakukan
dengan lima prinsip yaitu mengucapkan 2 kalimat syahadah, mendirikan shalat, mengeluarkan
zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji bagi yang mampu. Hal ini
sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ
الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ (البخري)
Artinya: Ibnu Umar r.a, Rasulullah Saw. bersabda: Islam berdiri
Atas lima perkara, percaya bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad
Utusan Allah, Mendirikan Shalat, Puasa Pada Bulan Ramadhan, Menunaikan Zakat
dan Naik Haji Bagi yang mampu (H.R Bukhari)[3]
b. Muamalah
Muamalah
artinya ialah tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan
benda. Muamalah dapat juga dibagi kedalam dua garis besar yaitu:
a.
Al-Qanul khas (hukum
perdata) yang meliputi:
1.
Hukum niaga (perdagangan)
2.
Munakahah (pernikahan)
3.
Waratsah
(waris)
b.
Al-Qanul ’Am (hukum publik)
yang meliputi:
1.
Jinayah (hukum
pidana)
2.
Khilafah (hukum
kenegaraan)
Ciri-ciri
utama fiqh muamalah adalah terdapatnya kepetingan, keuntungan material dalam
proses akat dan kesepakatan. Berbeda dengan fiqh ibadah yang lakukan hanya semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan
kepada Allah tampa ada terindikasi kepentingan material.[5]
Dalam
Al-Qur’an banyak membicarakan tentang muamalah, diantaranya terdapat dalam
surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ
مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ) البقرة: ٢٧٥(
Artinya: Orang-orang yang
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya. (Qs. Al-Baqarah: 275).
3.
Aspek
akhlak
Akhlak secara etimologi (bahasa) berasal dari
kata khalaka yang kata asalnya khuluqun, yang artinya perangai, tabiat,
adat atau khaqun, yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. akhlak secara etimologi diartikan
perangai, tabiat atau sistim prilaku yang di buat.[6]
Akhlak dapat
juga diartikan dengan suatu sikap mental dan tingkah laku perbuatan yang luhur,
mempunyai hubungan dengan zat yang maha kuasa. Akhlak Islam
adalah berasal dari keyakinan dalam jiwa, tauhid manusia itu sendiri.[7] Akhlak juga
merupakan implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku, baik yang
berhubungan dengan sesama manusia maupun dengan tuhanNya.[8]
Pada
garis besar akhlak mencakup 3 hal diantaranya:
a.
Akhlak manusia
terhadap khalik.
b.
Akhlak manusia
terhadap manusia.
c.
Akhlak manusia
terhadap makhluk (alam)[9].
Dalam
Al-Qur’an banyak membicarakan tentang akhlak, diantaranya terdapat dalam surat
Luqman ayat 18-19 yang berbunyi:
وَلَا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ٥ وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن
صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ) لقمان:
١٨-
١٩(
Artinya: Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam
berjala dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai. (Qs. Luqman: 18-19).
[1] Jalaluddin Rahmat, Wawasan Islam,
Pradikma Dan Sistem Islam, (Bandung: Matahari Press, 2003), hal 44.
[3] M. Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadis, Alih bahasa dari Al-Lu’lu Warmajan, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
2005), hal. 7.
[4] Jalaluddin Rahmat, Wawasan...
hal.45.
[5] Dedel Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Dirasah Islamiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), hal. 71.
[6] Abu Ahmadi dan Noor Salmi, Dasar-Dasar
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 198.
[8] M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam
Prefektif al-Qur’an, Cet I, (Jakarta: Maduel Press, 2001), hal. 149.
[9] Rahmat, Wawasan..., hal. 46.