BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan
bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara
matang (proses kerja intelektual). Oleh
karena itu, di setiap level manapun,
kegiatan pendidikan harus
disadari dan direncanakan, baik dalam tataran nasional (makroskopik), regional/provinsi
dan kabupaten kota (messoskopik), institusional/sekolah (mikroskopik)
maupun operasional (proses
pembelajaran oleh guru).
Salah satu tujuan diberlakukannya Undang-Undang (UU) No.
22/1999 tentang Otonomi Daerah (Otda) adalah untuk memberdayakan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peranserta atau partisipasi
masyarakat, dan meningkatkan sumbersumber dana dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan. Mutu pendidikan merupakan salah satu isu sentral pendidikan nasional
selain isu-isu pemerataan, relevansi, dan efisiensi pengelolaan pendidikan.
Perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas diikuti dengan pemberlakuan kebijakan dalam penyelenggaraan
pendidikan dasar yang bermutu.
Pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan, tanpa
adanya pendidikan seorang anak tidak bisa berkembang. Pendidikan adalah bagian dari
upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga
diperoleh suatu kebahagian hidup, baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan
bisa juga diartikan sebagai segala pengalaman belajar yang mempengaruhi
pertumbuhan individu, yang berlangsung dalam segala lingkungan dan berlaku
sepanjang hidup[1].
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mendefinisikan pendidikan sebagai:
Usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki muatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara[2].
Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan suatu proses
atau upaya sadar untuk menjadikan manusia ke arah yang lebih baik. Tujuan
pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan dari
luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan dan sama dengan tujuan hidup[3].
Dalam ketentuan Undang – Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas lebih banyak mengatur tentang kedudukan, fungsi, jalur,
jenjang, jenis dan bentuk kelembagaan Madrasah.
Dalam Undang – Undang Nomor tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3
disebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan definisi ini,
dapat difahami bahwa pendidikan nasional berfungsi sebagai proses untuk
membentuk kecakapan hidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka
mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat, meskipun nampak ideal
namun arah pendidikan yang sebenarnya adalah sekularisme yaitu pemisahan
peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh. Dalam
Undang-Undang Sisdiknas tidak
disebutkan bahwa yang menjadi landasan pembentukan kecakapan hidup dan karakter
peserta didik adalah nilai-nilai dari aqidah islam, melainkan justru
nilai-nilai dari demokrasi.
Dalam Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal
17 dan 18 disebutkan bahwa:
Pasal
17
(1). Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan
yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2). Pendidikan Dasar berbentuk sekolah Dasar (SD)
dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
(3). Ketentuan mengenai Pendidikan Dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal
18
(1). Pendidikan Menengah merupakan lanjutan
pendidikan Dasar.
(2). Pendidkan Menengah terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
(3).
Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah menengah Kejuruan (SMK),
dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4). Ketentuan mengenai Pendidikan Menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat
(2) dan (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah [4]
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengantarkan pendidikan Islam ke dalam
babak sejarah baru, yang antara lain ditandai dengan pengukuhan sistem
pendidikan Islam sebagai pranata pendidikan nasional. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam kini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang
serta meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan nasional.[5]
Dalam UUD 1945 telah merumuskan suatu tujuan yang ideal
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem pendidikan nasional merupakan suatu
upaya untuk mewujudkan cita-cita yang ideal tersebut ialah warga negara Indonesia
yang cerdas. Untuk mengetahui sejauh mana tercapainya manusia Indonesia yang
cerdas itu dapat kita lihat dalam kenyataan sehari-hari di dalam kehidupan
bersama masyarakat Indonesia. Manusia Indonesia yang cerdas adalah manusia
Indonesia yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan berprestasi sebagai
seorang yang bermoral. Moral yang yang dimiliki oleh manusia cerdas pertama-tama
adalah sebagai warga negara dari Indonesia yang bersatu. Moral tersebut
disinari oleh Pancasila yaitu suatu ikrar bersama dari bangsa Indonesia untuk
hidup bersama mencapai cita-cita bersama.[6]
Di dalam Undang-Undang itu setiap kali disebutkan
sekolah, misalnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu sekolah dasar, selalu
dikaitkan dengan madrasah Ibtidaiyah, disebutkan sekolah menengah pertama
dikaitkan dengan Madrasah Tsanawiyah, disebutkan sekolah menengah dikaitkan
dengan Madrasah Aliyah, dan lembaga-lembaga pendidikan lain yang sederajat,
begitu pula dengan lembaga pendidikan non formal.
Dalam Undang – Undang
Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 17
ayat (2) juga memang disebutkan untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu MI, M.Ts., dan Pasal 18 ayat (3)
jenjang pendidikan menengah bagi pendidikan
Islam adalah MA dan MAK. Hanya
saja khusus untuk pendidikan keagamaan baik dalam Undang – Undang
Sisdiknas Pasal 30 ayat (4) ataupun
PP No. 55 pasal 14 ayat (1) berbentuk pendidikan diniyah, dan pesantren. Ayat (2) dan ayat (3)
menjelaskan bahwa kedua model pendidikan
tersebut dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan
informal.
Namun dalam pasal 18 PP No. 55 tahun 2007 disebutkan
untuk pendidikan diniyah formal pada ayat (1) Kurikulum pendidikan diniyah
dasar formal wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa
Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam dalam rangka pelaksanaan
program wajib belajar. Begitu juga untuk pendidikan diniyah menengah formal
Kurikulum pendidikan diniyah menengah formal wajib memasukkan muatan pendidikan
kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, serta
seni dan budaya.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengantarkan pendidikan
Islam ke dalam babak sejarah baru, yang antara lain ditandai dengan pengukuhan
sistem pendidikan Islam sebagai pranata pendidikan nasional. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam kini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang
serta meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan nasional.
Berdasakan
latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk
membuat kajian skripsi dengan judul “Sistem
Pendidikan Islam di Indonesia
Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003”
B. Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk-bentuk pendidikan Islam
menurut UU No. 20 Tahun 2003?
2. Bagaimana lembaga pendidikan Islam menurut UU No.
20 Tahun 2003?
3. Bagaimana materi dan implementasi pendidikan
Islam menurut UU No. 20 Tahun 2003?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pendidikan Islam menurut UU No. 20 Tahun 2003.
2. Untuk mengetahui lembaga pendidikan Islam menurut UU No. 20 Tahun 2003.
3. Untuk mengetahui materi dan implementasi pendidikan Islam menurut UU No. 20 Tahun 2003.
D. Kegunaan Pembahasan
Adapun yang
menjadi kegunaan pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah:
Secara
teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum
dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai sistem pendidikan Islam di Indonesia menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Selain
itu hasil pembahasan ini dapat di
jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
Secara
praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan niliai tambah dalam
memperbaiki dan mengaplikasikan sistem pendidikan Islam di Indonesia menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ini dalam
pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi
tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan
Islam.
E. Penjelasan Istilah
Agar terhindar
dari kesalahpahaman
dalam pemakaian istilah, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka penulis perlu membatasi dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
Adapun istilah
yang perlu penulis dijelaskan adalah: sistem, pendidikan Islam, dan Undang-Undang No. 20 Tahun
2003.
1.
Sistem
Dessy Anwar
dalam Kamus lengkap bahasa Indonesia menjelaskan, sistem adalah sekelompok
bagian-bagian alat dan sebagainya yang bekerja bersama-sama untuk melakukan
sesuatu maksud.[7]
Adapun menurut
penulis, sistem adalah rancangan atau prosedur untuk mencapai tujuan.
2.
Pendidikan Islam
Pendidikan
berasal dari kata didik yang artinya ”Memelihara, memberi latihan, dan
pimpinan, kemudian kata didik itu mendapat awalan pe- akhiran- an sehingga
menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.”[8] Syaiful Bahri
Djamarah dalam bukunya “Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga”
mengemukakan bahwa ”Pendidikan adalah usaha-usaha untuk membina pribadi muslim
yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi,
intelektual dan sosial.”[9] Dalam Ensiklopedi pendidikan dijelaskan
bahwa pendidikan adalah ”usaha menusia untuk membawa si anak yang belum dewasa
dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya
secara normal.”[10]
Menurut
H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing
dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam
bentuk pendidikan formal maupun non formal.”[11] Menurut Ahmad
D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”[12]
Pendidikan dalam arti sempit, ialah bimbingan yang
diberikan kepada anak didik sampai ia dewasa. Sedangkan pendidikan dalam arti
luas, ialah bimbingan yang diberikan sampai mencapai tujuan hidupnya, sampai
terbentuknya kepribadian muslim. Jadi pendidikan Islam, berlangsung sejak anak
dilahirkan sampai mencapai kesempurnaannya atau sampai akhir hidupnya.
Sebenarnya kedua jenis pendidikan ini (arti sempit atau arti luas) satu adanya.[13]
Sedangkan menurut undang-undang sistem pendidikan
nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[14] Menurut Athiyah
Al-Abrasyi (Al-Tarbiyah Al-Islamiyah) ialah mempersiapkan manusia supaya
hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya,
sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam
pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan lisan atau tulisan.[15]
Zakiah Drajat mendefenisi “pendidikan
agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar kelak setelah selesai
pendidiknnya dapat memahami dan mengamalkan ajaran islam serta menjadikannnya
sebagai pandangan hidup.”[16]
Di samping itu Muhammad Arifin juga
mengemukakan bahwa “pengertian pendidikan Agama Islam adalah usaha orang dewasa
muslim yang bertaqwa secara sadar mengarah dan membimbing pertumbuhan dan
perkembangan fitrah peserta didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya.”[17]
Menurut Mahmud dan Tedia Priatna “
pengertian pendidkan islam adalah aktifitas bimbingan yang di sengaja untuk
mencapai kepribadian muslim, baik yang berkenaan dengan jasmani, ruhani,
akal maupun moral. Pendidikan Islam
adalah proses bimbingan secara sadar seorang pendidik sehingga aspek jasmani,
ruhani dan akal anak didik tumbuh dan berkembang menuju terbentuknya pribadi,
keluarga dan masyarakat yang Islami.”[18]
Islam adalah agama yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad SAW berpedoman kepada kitab suci Al-Qur'an yang diturunkan ke dunia
melalui wahyu Allah SWT.[19]
Secara umum konsep pendidikan islam
mengacu kepada makna dan asal kata yang membentuk kata pendidikan itu sendiri
dalm hubungannya dengan ajaran islam. Ada tiga istilah yang umum yang di
gunakan dalam pendidikan islam yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.[20] Dimensi pendidikan Islam dapat dilihat dari
makna yang terkandung dalam istilah tarbiyah yang berarti pengasuhan,
pendidikan, ta’lim pengajaran ‘ilm (pengajaran ilmu), atau
ta’dib yang berarti penanaman ilmu dan adab.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di
kita pahami bahwa pendidikan agama islam
adalah suatu proses usaha mendidikan berdasarkan ajaran islam yang mengacu kepada
metode-metode yang telah di gariskan yang telah diprektek di dalam di dunia
islam yang di mulai pada era Rasulullah, Sahabat, Tabi’in dan Khalifah-khalifah
islam yang pernah di praktetkan dari dulu sampai sekarang yaitu dengan proses
yang telah di tetapkan dalam islam yang akhirnya bisa di aplikasikan di dalam
kehidupannya dan mampu menjadi hamba yang sebenarnya yaitu hamba yang
benar-benar menjalankan ajaran agama dan taat kepada Allah SWT.
Dengan
demikian pendidikan agama islam mengandung makna suatu upaya pendidikan yang di
laksanakan menurut ketentuan ajaran islam menyangkut penyesuaian meteri, metode
dan berbagai komponen pendidikan lainnya. Serta memperbaiki potensi manusia
untuk meningkatkan pengabdian diri kepada Allah SWT. Pendidikan agama islam
merupakan penndidikan yang di tujuakan untuk membentuk prilaku manusia yang
mengabdi kepada Allah. Apabila pendidikan di laksanakan bertentangan dengan
ajaran islam, maka bukanlah pendidikan islam atau tidak dapat di kaatagorikan
sebagai proses pendidikan agama islam.
3.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 adalah Undang – Undang yang mengatur tentang pendidikan Nasional.
F. Metode Pembahasan
Adapun metodelogi dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif: suatu penelitian yang menggambarkan tentang sistem pendidikan Islam di Indonesia menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam
hal ini Sukardi menjelaskan bahwa: metode kuantitatif merupakan suatu metode
yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah pengaruh
tingkat satu variabel atau lebih”.[21]
Selanjutnya Sukardi, mengatakan pula bahwa:
Penelitian kuantitatif adalah suatu
metode penelitian yang menggunakan angka-angka dalam menjelaskan hasil
penelitian atau metode yang menunjukkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya
tentang situasi yang diambil suatu hubungan dengan kesehatan, pandangan, sikap
yang nampak atau kecenderungan yang sedang nampak, pertentangan yang sedang
meruncing dan sebagainya.[22]
Penelitian ini akan menjelaskan sistem pendidikan islam di indonesia menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
2.
Ruang Lingkup penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Penelitian
No
|
Ruang Lingkup
|
Hasil Yang
Diharapkan
|
1
|
Bentuk–bentuk pendidikan Islam
|
a)
Pendidikan formal
b)
Pendidikan informal
c)
Pendidikan nonformal
|
2
|
Lembaga pendidikan Islam
|
a)
Madrasah Aliyah (MA)
b)
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
c)
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
|
3
|
Materi dan implementasi Pendidikan Islam
|
a)
Aqidah Akhlak
b)
Al-qur’an hadist
c)
Fiqih
d)
Bahasa Arab
e)
SKI
|
3.
Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera
diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[23].
Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.
Sumber
data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer
tersebut yaitu buku “Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Guru dan Dosen”
Tim Pustaka
Merah Putih yang diterbitkan Pustaka PT. Agromedia Pustaka, 2007,
“Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa”, karya Abdul Rachman Shaleh yang diterbitkan PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
Pengembangan Pendidikan Islam: Sekilas Telaah Dari Sisi Mekanisme Alokasi
Posisional, karya Fajar, Malik, yang diterbitkan IPHI, 2004.
4.
Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik
pengumpulan data yang penulis gunakan adalah teknik Library Research yaitu menelaah buku-buku, teks dan
literature-literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[24]
Suatu metode pengumpulan data atau bahan melalui perpustakaan yaitu dengan
membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan
masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan fasilitas
internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi
ini.
5.
Tehnik Analisa Data
Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia
membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap
analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di antara
dimensi-dimensi uraian.
Menurut Moleong, Lexy J
analisis data adalah yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi
dengan mengidentifikasi karakter khusus secara obyektif dan sistematik yang
menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap
dalam komunikasi.[25]
G. Sistematika
Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab satu, pendahuluan
meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, kegunaan
pembahasan, penjelasan istilah, metode pembahasan dan sistematika penulisan.
Bab dua, pendidikan islam di indonesia meliputi : sejarah pendidikan islam di indonesia, perkembangan pendidikan islam di indonesia, tokoh-tokoh pendidikan islam di indonesia dan kerangka berfikir
Bab tiga, sistem pendidikan islam di indonesia menurut Undang-Undang no. 20 tahun
2003 meliputi : bentuk-bentuk pendidikan islam menurut Undang-Undang no. 20 tahun 2003, lembaga pendidikan islam menurut Undang-Undang no. 20 tahun 2003 dan materi dan implementasi pendidikan islam menurut Undang-Undang no. 20
tahun 2003
Bab empat, penutup meliputi: kesimpulan dan saran-saran
Sedangkan dalam penulisan skripsi ini untuk
adanya keseragaman dan kesamaan dalam penulisan pengetikan penulis berpedoman
pada buku ” Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2009.
Pendidikan pada
Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006), hal. 3.
[2] Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sisdiknas dan Peraturan
Pemerintah R.I Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2008), hal. 2.
[3] Undang-undang RI Nomor 20...., hal. 4.
[4]Tim
Pustaka Merah Putih, Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional Guru dan
Dosen, Cet. II, (Tangerang: PT.
Agromedia Pustaka, 2007), hal. 7.
[5]Abdurrahman
An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Cet. I, (Jakarta:
Gema Insani Press. 1996), hal. 37.
[6] H. A. R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan
Nasional; Suatu Tinjauan Kritis, Cet. III, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal 76.
[9] Syaiful Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua
dan Anak Dalam Keluarga, Cet. III, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 78.
[10]Soeganda
Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta:
Gunung Agung, 1976, (hal. 214.
[11] HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan
Agama, Cet. II, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), hal. 12.
[15]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet.
I, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 3-4.
[16] Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. XI, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1992), hal. 86.
[18] Mahmud, Tedia Priatna, Pemikiran Pendidikan
Islam, Cet. II, (Bandung:
Sahifa, 2005), hal. 18-19.
[19]
Poerbakawatja, Ensiklopedi...,
hal. 340.
[20] Jamaluddin Idris, Kompilasi Pemikiran
Pendidikan, Cet. IV, (Banda-Aceh:
Taufiqiyah Sa’adah, 2005), hal.153-154.
[23]
Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,
Cet. II, (Bandung:
Angkasa, 1987), hal. 163.
[25]Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Cet. I, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.
0 Comments
Post a Comment