A.
Strategi Pembinaan Anak Berbakat dalam Perspektif Pendidikan Islam
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian suatu
haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dihubungkan dengan pendidikan keluarga, strategi dapat diartikan sebagai
pola-pola kegiatan ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Fungsi pendidikan Islam dalam membina keluarga merupakan
suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama,
nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal
agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi,
kegiatan pengajaran tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai
tujuan pengajaran. [1]
Secara psikologi
tujuan pendidikan Islam dalam keluarga dalam Islam adalah:
- Pendidikan akal dan persiapan pikiran, Allah menyuruh
manusia untuk merenungkan kejadian langit dan bumi agar dapat beriman
kepada Allah.
- Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat terutama
pada manusia karena Islam adalah agama fitrah sebab ajarannya tidak asing
dari tabi'at manusia, bahkan ia adalah fitrah yang manusia diciptakan
sesuai dengannya.
3.
Menaruh perhatian pada kekuatan dan
potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya, baik lelaki maupun
perempuan.
4.
Berusaha untuk menyeimbangkan segala
potensi-potensi dan bakat-bakat manusia.[2]
Berdasarkan
pejesan di atas, dapat dipahami bahwa bakat merupakan suatu potensi yang harus
di kembangkan dan dibina dengan baik. Karena manusia semenjak lahir sudah
membawa suatu potensi yang harus dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman. Sifat anak yang dibawa sejak lahir seperti penyabar,
pemarah, pendiam, banyak bicara, cerdas dan tidak cerdas. Keadaan fisik seperti
warna kulit, bentuk hidung sampai rambut. Faktor bawaan merupakan warisan dari
sifat ibu/bapak atau pengaruh sewaktu anak berada dalam kandungan, misalnya
pengaruh gizi, penyakit, dan lain-lain.[3]
Faktor dari luar diri anak yang mempengaruhi proses
perkembangan anak. Meliputi suasana dan cara pendidikan lingkungan tertentu,
lingkungan rumah dan keluarganya dan hal lain seperti sarana dan prasarana yang
tersedia misalnya alat bermain atau lapangan bermain. Faktor lingkungan dapat
merangsang berkembangnya bakat dari anak yang dapat menghambat atau mengganggu
kelangsungan perkembangan bakat anak. Pengaruh yang sangat besar dan sangat
menentukan dirinya nanti sebagai orang dewasa adalah ketika anak berusia
dibawah 6 tahun, sehingga lingkungan keluarga sangat perlu memperhatikan proses
perkembangan bakat yang dimilki oleh seorang anak.
Setelah mengetahui
apa hakikat dari pola asuh anak dan apa saja faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan bakat anak. Maka dari itu timbul pertanyaan,
bagaimana cara membina bakat anak dengan baik, hal ini harus dimulai dari masa
kandungan sampai anak masuk sekolah.
Cara membina bakat anak mesti sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Perkembangan anak sejak dalam kandungan sampai berumur 6
tahun, merupakan pondasi dalam membentuk kepribadian anak. Perkembangan ini
dibagi menjadi 4 tahap, tiap tahapan mempunyai ciri dan tuntutan perkembangan
tersendiri. Kebutuhan perkembangan anak meliputi kebutuhan mental emosional dan
sosial.
Adapun strategi pembinaan anak berbakat menurut pendidikan Islam dimulai
dari lingkungan keluarga anak itu sendiri. Pembinaan ini dilakukan sesuai
dengan perkembangan anak. Hal ini dibagi dalam tahap sebagai berikut:
1. Sejak
dalam kandungan
Kesehatan anak didalam kandungan dipengaruhi oleh keadaan
kesehatan ibunya. Bila ibu sakit fisik (misalnya infeksi), maka anak dalam
kandungan dapat tertular. Bila ibunya stress, anak dalam kandungan juga dapat
terpengaruh. Karena itu, ibu juga dapat mempersiapkan diri dengan baik agar
anak dalam kandungan sehat fisik dan mental. Ibu perlu menjaga pikiran dan
perasaan supaya anaknya nanti tidak rewel dan mudah menyesuaikan diri.[4]
Suara ibu adalah suara yang sering didengar anak. Suara
keras atau lembut ibu akan diikuti anak setiap waktu. Bapak dan ibu perlu
menjaga percakapannya supaya anak terbiasa mendengarkan dan mudah meniru yang
baik-baik nantinya. Ibu pun harus tenang. Jika ibu sering cemas, sedih,
ketakutan, dan marah, maka setelah lahir anak akan menjadi rewel, selalu
gelisah dan sukar menyesuaikan diri. Hal ini akan mempengaruhi terhadap proses
perkembangan bakat anak.
2. Sejak
Lahir sampai 1,5 Tahun
Selanjutnya Aziz Mushoffa menambahkan tentang anak dalam
kandungan hidup secara teratur, hangat dan penuh perlindungan. Setelah
dilahirkan ia sepenuhnya bergantung pada orang lain terutama ibu atau
pengasuhnya. Anak perlu dibantu untuk mempertahankan hidupnya. Tahap ini untuk
mengembangkan rasa percaya pada lingkungannya. Bila rasa percaya tak didapat,
maka timbul rasa tak aman, rasa ketakutan dan kecemasan. Bayi belum bisa
bercakap-cakap untuk menyampaikan keinginannya. Ia baru bisa menangis untuk
menarik perhatian orang. Tangisan menunjukkan bahwa bayi membutuhkan bantuan.
Ibu harus belajar mengerti maksud tangisan bayi.[5]
Otak bayi berkembang pesat, untuk itu perlu gizi dan
stimulasi indra yang baik. ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
Dengan pemberian ASI, bayi akan didekap ke dada sehingga merasakan kehangatan
tubuh ibu dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya. Segala
hal yang dapat mengganggu proses menyusui dalam hubungan ibu anak pada tahap
ini akan menyebabkan terganggunya pembentukkan pengembangan bakat pada seorang
anak.
3. Usia
1,5 sampai 3 Tahun
Menurut Aziz Mushoffa: “Pertumbuhan fisik matang anak sudah
bisa berjalan.Ia mulai menggerakan badannya dapat diatur sendiri, dikuasai dan
digunakannya untuk suatu maksud. Tahap ini merupakan tahap pembentukkan
kebiasaan diri.”[6]
Aspek psikososialnya, anak bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauan sendiri,
meraih apa yang bisa dijangkau, dapat menuntut yang dikehendaki atau menolak
yang tak dikehendaki. Orang tua hendaknya mendorong agar anak dapat bergerak
bebas, mengahargai dan menyakini kemampuannya. Sehingga orang tua dapat
mengetahui potensi bakat pada anak tersebut. Dengan demikian orang tua harus
selalu membina dengan baik potensi bakat yang telah nampak pada anak itu
sendiri.
Pada masa ini potensi anak sudah mulai berkembang. Anak
sudah mulai mengenal nama-nama disekitarnya dan mulai mengolong-golongkan serta
membedakan benda berdasarkan kegunaannya. Bahasa mulai berkembang dan mulai
menirukan kata-kata dan perilaku orang disekitarnya walaupun ia belum mengerti
tentang apa ia dengar dan ia lihat.
4. Usia
3-6 Tahun
Aziz Mushoffa juga menambahakan dengan meningkatnya
kemampuan berbahasa dan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang bertujuan, anak
mulai memperhatikan dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Anak bersifat
ingin tahu, banyak bertanya, dan meniru kegiatan sekitarnya, melibatkan diri
dalam kegiatan bersama dan menunjukkan inisiatif untuk mengerjakan sesuatu tapi
tidak mementingkan hasilnya.[7]
Kemudian menurut Ibnu Musthafa: “Pada tahap tahap ini ayah
punya peran penting bagi anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang pada ibunya
dan anak perempuan lebih sayang pada ayahnya.”[8] Melalui
peritiwa ini anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati, bersaing,
memiliki, dan lain-lain. Ia dapat pula mengalami perasaan takut dan cemas.
Disini kerja sama ayah dan ibu amat penting dalam melihat dan membina potensi
bakat pada seorang anak.
Hal yang diperlu derhatikan dan dibina oleh orang tua pada
anak seusia ini adalah melatih kemampuan fisik, berpikir, mendorong anak mau
bergaul, dan mengembangkan angan-angannya. Pada tahap ini aspek intelektualnya
mulai berkembang lebih nyata tentang konsep ruang dan waktu, mulai mengenal
bentuk-bentuk dua dan tiga dimensi, warna-warna dasar, simbol-simbol angka,
matematika dan huruf.
Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan bakat
anak dalam keluarga dipengaruhi oleh bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh
orang tuanya. Peneraan pola asuh yang baik akan membentuk bakat anak yang baik
maupun sebaliknya.
[1] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hal. 5.
[2]Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), hal. 61.
[4] Aziz, Mushoffa, Mendidik Buah Hati…,
hal. 13.
[5] Ibid, hal. 15.
[6] Ibid., hal. 17.
[8] Ibnu Musthafa, Keluarga di Abad 21,
(Jakarta, Bina Aksara, 1999), hal.5.
0 Comments
Post a Comment