Sumber Pendanaan dalam Pendidikan Islam
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
Islam berlangsung dari zaman dahulu sampai sekarang untuk mencapai hal itu atau
insan kamil. Tujuannya yang ingin dicapai sama, hanya saja proses dan tantangan
yang dihadapinya berbeda. Pendidikan Islam masa lalu sempat mengalami masa
kejayaan dan hal itu memunculkan tiga aliran. Ketiga aliran tersebut adalah
aliran teologi, mistik dan filsafat. Dalam perkembangannya pendukung aliran ini
saling bertikai satu sama lain. Hal tersebut mengakibatkan mulai adanya
dikotomi ilmu pengetahuan dan yang terjadi adalah satu dengan yang lainnya
saling menyingkirkan, akhirnya pada periode sesudahnya filsafat tersingkir.
Pendidikan
Islam pada masa lalu terjadi pada lembaga-lembaga yang berupa kuttab atau
maktab, masjid jami’, madrasah, dar al-ilm, ribath, khanqah, dan zawiyah.
Pendidikannya terjadi dalam sistem khalaqah. Sedangkan obyek pengajarannya yang
pertama yaitu al-Qur’an, yang meliputi membaca dan menulis serta mempelajari
bahasa al-Qur’an. Pada masa lalu pendidikan Islam yang pernah mencapai kejayaan
mampu mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan yang meliputi, ilmu pengetahuan
umum dan filsafat, ilmu agama, dan ilmu bahasa. Tiga macam cabang ilmu tersebut
sebenarnya tidak perlu dikotomikan, karena asalnya dari satu yaitu dari
ayat-ayat Allah.
Untuk
mengadakan dan menyokong pendidikan Islam yang kuat, diperlukan lembaga atau
institusi pendidikan Islam yang tidak hanya mengajarkan ilmu dalam satu
perspektif saja, namun juga dibutuhkan berbagai institusi. Dan untuk merealisasikan
itu semua, dibutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Akan tetapi, pada zaman
dahulu pembiayaan pendidikan tersebut tidak mengalami masalah seperti halnya
pembiayaan pendidikan pada masalah. Pendidikan Islam pada masa lalu mengalami
keemasan, hal itu disamping didukung oleh faktor akademik, namun juga
non-akademik yang berupa pembiayaan pendidikan. Khalifah pada masa lalu juga
menanggung dan membiayai pendidikan. Pada zaman keemasan Islam dahulu, wakaf
merupakan sumber keuangan penting bagi pembangunan negara. Razali Othman,
sebagaimana dikutip oleh Suhrawardi, mengemukakan bahwa pada zaman keagungan
Islam, sektor-sektor pendidikan, kesehatan, kebajikan, penelitian dan
sebagainya disumbangkan melalui sumber dana wakaf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Dana
dalam Pendidikan Islam
Dalam
pendidikan Islam, pemberian Honorarium/insentif/upah[1]
mengajar dan dana pendidikan ternyata mendapatkan perhatian dari Rasulullah
SAW. Dalam beberapa sabdanya pemberian
upah mengajar dan biaya pendidikan dapat berbentuk sesuatu hal yang
menyenangkan bagi si penerima, barter, dan infak di jalan Allah. Berkenaan
dengan hak gaji terdapat perbedaan di antara kalangan pra pendidik. Para ahli fikir dan filosof berpendapat
tentang boleh tidaknya dalam hal pendidik menerima gaji atau menolaknya.
Penolakan paling keras dalam menerima gaji adalah Socrates.[2]
Kemudian diikuti oleh filosof muslim, yaitu al-Ghazali dengan mengaharamkan
gaji.[3]
Sementara al-Qabisi mempunyai pendapat yang berbeda. Ia memandang gaji itu tak
dapat tidak harus diadakan. Alasan al-Qabisi guru menerima gaji karena pendidik
telah menjadi jabatan profesi, tentu berhak untuk mendapatkan kesejahteraan
dalam kehidupan ekonomi, berupa gaji ataupun honorarium.[4]
Profesionalitas
guru adalah abu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didiknya. Guru-lah yang
memberikan santapan rohani dan memperbiki tingkah laku peserta didik. Justeru
itu profesi guru itu wajib dimuliakan, mengingat peranannya yang sangat
signifikan dalam menyiapkan generasi mendatang. Muhammad Athiyah al-Abrasi,
bahwa “menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita”.[5]
Pada
masa sekarang nampaknya hak menerima gaji bagi para pendidik menjadi sesuatu
hal yang dianggap wajar, bahkan telah mendapatkan legitimasinya dalam bentuk
peraturan. Gaji yang diterima para pendidik menjadi hak yang harus diterimanya
setelah mereka melaksanakan kewajibannya dalam mendidik. Guru menjadi sebuha
profesi yang layak dihargai oleh siapa pun yang menggunakan jasanya sebagai
tenaga pendidik. Saat ini hak pendidik dikelompokan kedalam penghasilan yang
didasarkan pada kompetensi dan kualifikasi pendidik.
B.
Sumber
Pendanaan dalam Pendidikan Islam
Anggaran
pada dasarnya terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi
pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya dana
yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Besarnya, dalam pembahasan
pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya itu dibedakan dalam tiap golongan,
yaitu pemerintah, masyarakat, orang tua dan sumber-sumber lain.[6]
1.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Sumber
anggaran penyelenggaranan sekolah adalah tersedianya degan jelas sumber
anggaran sekolah yang berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sumber utama biaya pendidikan di sekolah adalah pajak yang dimasukan dalam
bentuk APBN dan APBD. “Bentuk pajak yang diperuntukan untuk membiayai
pendidikan antara lain pajak kekayaan, pajak penghasilan perorangan, pajak
pendapatan penjualan, pajak kendaraan bermotor dan lain sebagainya”[7].
2.
Orang tua atau peserta didik
Sumber
pendanaan pendidikan Islam tidak terlepas dari kontribusi orang tua siswa ini
kemungkinan merupakan keharusan karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh
kebutuhan dasar dana sekolah.
Hal
ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang seperti kita. Namun, di negara
maju yang pemerintahannya dapat membangun fasilitas sekolah dan fasilitas
pendidikan yang baik, mulai dari menyediakan guru yang baik, menyediakan dana
yang cukup untuk berbagai program sekolah. Dalam hal ini di dunia pendidikan kita
orang tua siswa masih berkehendak untuk menyumbang dana atau berbagai peralatan
yang diperlukan sekolah, mereka menginginkan anak-anak mereka memasuki dunia
nyata dengan bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh.
3.
Kelompok Masyarakat
Sumber
pendanaan tidak terlepas dari sumbangsih masyarakat atau kelompok-kelompok
masyarakat, kelompok masyarakat ini juga merupakan sumber yang penting dalam
hal pendanaan lembaga pendidikan Islam. Tugas kelompok masyarakat ini
dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari pada tokohnya (utamanya informal) di
masyarakat, seperti kaum ulama, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain sebagainya.
4.
Yayasan
Kita
banyak melihat lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh yayasan,
lembaga-lembaga keagamaan atau lembaga-lembaga lain yang bukan berdasarkan
idiologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah. Yayasan memberikan
dukungan finansial kepada sekolah atau lembaga pendidikan Islam seperti :
bangunan, peralatan sekolah, dan sumber daya manusia
C.
Peralatan
dalam Pendidikan Islam
Sarana
pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara
langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Habis
tidaknya dipakai
a. Sarana pendidikan
yng hbis dipakai, segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis
dalam waktu yang relatif singkat. Contoh, kapur tulis.
b. Sarana
pendidikan yang berubah bentuk, misalnya, kayu, besi, dan kertas karton yang
digunakan guru dalam mengajar.
c. Sarana
pendidikn tahan lama, adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan
secara terus menerus dan dalam waktu yang relatif lama. Contoh, bangku sekolah,
mesin tulis, atlas, globe, dan peralatan olah raga.
2.
Bergerak tidaknya saat pada saat digunakan
a.
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana
pendidikan yan bisa digerakan atau dipindah sesuai kebutuhan pemakainya,
contohnya almari arsip sekolah.
b.
Sarana pendidikan yang tidak bergerak, adalah
semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk
dipindahkan misalnya, saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
3.
Hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Ditinjau
dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, sarana pendidikan dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu :
a.
Alat pelajaran, adalah alat yang digunakan
secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya buku, alat tulis, dan alat praktik.
b.
Alat peraga, adelah alat pembantu pendidikan
dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan, atau benda-benda yang mudah
memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai
yang konkret.
c.
Media pengajaran, adalah sarana pendidikan yang
digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih
mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada
tiga jenis media, yaitu audio, visual, dan audio visual.
Adapun
prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
:
1.
Prasarana pendidikan yang secara langsung
digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang
perpustakaan, ruang praktik ketrampilan, dan ruang laboratorium.
2.
Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak
digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sngt menunjang
terjadinya proses belajar mengajar, misalnya, ruang kantor, kantin sekolah,
tanah dan jalan menuju sekolah, kmar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, uang
guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan[8].
Berdasarkan
PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikn, pasal 42
i. Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
ii. Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.[9]
BAB
III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:
A.
Kesimpulan
1.
Sumber
pendanaan lembaga pendidikan Islam dewasa ini dapat kita lihat melalui sumber
SPP, Orang tua murid, masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat dan yayasan
kesemuanya bertanggung jawab terhadap penyelengaraan pendidikan yang baik dan
berkualitas.
2.
Sarana
pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara
langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu :Habis tidaknya dipakai, Bergerak
tidaknya saat pada saat digunakan, Hubungannya dengan proses belajar mengajar.
B.
Saran-Saran
1.
Disarankan kepada Mahasiswa agar dapat
membekali diri dengan ilmu pengetahuan.
2.
Disarankan kepada mahasiswa agar dapat lebih
giat dalam membuat pengkajian tentang pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Musthafa Sa’i al-Khin, dkk. Mazhab al-Muttaqin Syarh Riyadh
al-Shalihin, Beirut, Muassah al-Risalah, 1972.
Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta:
Andi Ofset, 1994.
Bustani. A. Gani, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 2000.
Hasbullah, Otonomi pendidikan: Kebijakan otonomi daerah dan
implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006.
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, strategi,
dan aplikasi kebijakan menuju organisasi sekolah efektif, Jakarta: Rineka
Cipta, 2008.
Tilaar, H.A.R, Kebijakan Pendidikan: PENGANTAR untuk Memahami
Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan public,
Yogyakarya: Pustaka Pelajar, 2008.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pasal 42
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1
angka 15.“Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya
atas penyelenggaraan pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial
secara berkala sesuai peraturan perundang-undangan” Pasal 1 Angka 16,
“Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk
finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru
atau dosen sebagai pendidik professional”.
[1]
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 angka 15.“Gaji adalah hak
yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya atas penyelenggaraan
pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai
peraturan perundang-undangan” Pasal 1 Angka 16, “Penghasilan adalah hak yang
diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan
melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan
atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik
professional”.
[3]
A.
Piet Sahertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Ofset,
1994), hal. 20.
[6]
Hasbullah,
Otonomi pendidikan: Kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap
penyelenggaraan pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 51
[9]
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 42