Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Tanggung Jawab Orang tua, Guru dan Masyarakat dalam Pembinaan Anak Berbakat dalam Perspektif Pendidikan Islam


A.    Tanggung Jawab Orang tua, Guru dan Masyarakat dalam Pembinaan Anak Berbakat dalam Perspektif Pendidikan Islam

Tanggung Jawab Orang tua, Guru dan Masyarakat dalam Pembinaan Anak Berbakat dalam Perspektif Pendidikan Islam

1.     Orang Tua

Rumah tangga merupakan bagian terkecil dari masyarakat, disinilah anak-anak pertama sekali mendapatkan pendidikan yang disebut dengan pendidikan nonformal pertama. Anak berhadapan dengan orang tua sebelum anak tersebut bergaul dan berhadapan dengan masyarakat luas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Arifin bahwa lingkungan keluarga adalah “lingkungan pendidikan pertama yang menjadi pangkal atau dasar hidup dikemudian hari.”[1] Anak akan menjadi baik bila pendidikan dalam keluarga baik, begitu pula sebaliknya, karena keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak.
            Pendidikan pertama yang harus diterapkan dalam keluarga tersebut adalah pendidikan yang menyangkut dengan akhlak karena dengan akhlak dapat menentukan perilaku anak. Bila pendidikan akhlak telah tertanam dalam jiwa anak maka anak tersebut menjadi anak yang berakhlakul karimah, jadi apa saja yang diperbuat oleh anak selalu diikuti dengan akhlak yang baik. Begitu juga bila anak tersebut mau mencari ilmu-ilmu lain selain ilmu agama juga ilmu yang akan bermanfaat bagi manusia. Misalkan saja bila anak tersebut menuntut ilmu kedokteran, maka nantinya akan menghasilkan dokter yang baik akhlaknya, selain itu bila anak tersebut masuk tentara maka akan menghasilkan tentara yang baik, tidak melakukan perbuatan yang sewenang-wenang saja.
            Rumah tangga sebagai lembaga pendidikan juga dapat dikatakan sebagai lembaga sosial, dan pendidikan yang diperoleh anak sangat menentukan terhadap perkembangan selanjutnya. Maka oleh sebab itu mengingat besarnya peranan keluarga dalam pembinaan jiwa agama anak, untuk itu kedua orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak.
2.     Sekolah
Salah satu fitrah manusia adalah fitrah sosial. Hal ini terjadi karena manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, manusia tersebut tidak terkecuali siswa di sekolah. Berbicara fitrah sosial tentunya erat kaitannya dengan lingkungan. Dengan sendirinya siswa perlu menyesuaikan hidupnya dengan lingkungan, demi mencari kehidupan yang tenang. Dengan lingkungan siswa dapat menemukan jati dirinya, karena yang berbicara adalah lingkungan. Betapa tidak, karena dengan lingkunganlah siswa itu bisa saling komunikasi, saling memberi dan menerima antara satu dengan lainnya.
Sekolah merupakan lembaga kedua setelah rumah tangga bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Anak mendapatkan kesempatan yang luas dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan jiwanya. Sekolah juga merupakan lembaga pendidikan yang teratur dan berencana dan terpimpin yang disebut dengan pendidikan formal. Pengalaman, pengetahuan dan pendidikan keterampilan serta pergaulan yang lebih luas dari pergaulan keluarga bisa anak dapatkan di sekolah.
            Anak-anak usia enam tahun harus diserahkan ke sekolah untuk di didik dan dibekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang lebih selain yang didapatkan dalam lingkungan keluarga, dengan demikian bukan berarti tugas orang tua terlepas dari tanggung jawab, akan tetapi anak-anak masih membutuhkan orang tua dalam menunjang pendidikan yang diberikan di sekolah melalui bimbingan dan arahan agar anak tidak malas dan bisa belajar dengan baik hingga menjadi anak yang bermoral nantinya. Pembinaan pendidikan di sekolah dilaksanakan hanya secara formal saja atau secara garis besar saja, sedangkan untuk memantapkan semua itu di tunjang melalui pendidikan di rumah oleh orang tua secara kontinyu, sehingga terbinanya rasa keyakinan yang dapat menumbuhkan rasa keimanan atau rasa keagamaan kepada anak-anak. Melalui pendidikan yang diberikan disekolah para guru sebagai orang yang mendidiknya harus dapat menanamkan keyakinan beragama pada murid-muridnya disamping mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan seperti ceramah agama maupun membaca AlQuran.
            Jika pendidik ingin menjelaskan sesuatu yang mengangkut tentang aqidah hendaklah seseorang dapat menjelaskan dengan dalil-dalil berupa ayat-ayat dan hadits sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir masing-masing, agar murid dapat menerima dengan mudah dan lancar. Selanjutnya kepada anak-anak perlu menghafal ayat-ayat AlQuran terhadap ilmu yang dipelajarinya. Dengan demikian anak telah mendapatkan pertolongan dari guru atau orang tuanya dibantu dalam hal ilmu yang sedang dipelajarinya. Kesemuanya ini sungguh sangat berguna sekali bagi anak bahwa pengetahuan yang dipelajarinya itu sejalan dengan agama yang diajarkan.
            Dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah setiap guru baik guru agama ataupun bukan, maka hendaklah ia harus berjiwa agama dan berakhlak agama, sehingga anak akan mencintai agama dalam kehidupannya sesuai dengan tuntutan dalam ajaran agama Islam. Apabila jiwa agama itu tidak tercerminkan dalam sikap dan tingkah laku di sekolah, maka itu sama sekali tidak ada manfaatnya bagi anak, seorang guru memikirkan akhlak keagamaan adalah akhlak yang tinggi, sedangkan akhlak mulia itu tiang dari pendidikan Islam.
            Oleh karena itu, pendidik mempunyai tugas yang cukup berat terhadap kelangsungan pendidikan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua yang telah menyerahkan anak ke sekolah, untuk dididik dan dibekali dengan ilmu pengetahuan, harus ada hubungan timbal balik antara guru dengan orang tua sehingga rasa tanggung jawab itu benar-benar dapat terlaksana dengan baik.
3.     Masyarakat
Manusia hidup di bumi ini tidak sendiri, melainkan bersama makhluk (manusia) lain. Manusia yang lain bukan sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia lain, melainkan hidup manusia itu terkait erat dengan bagaimana kehidupan manusia lain.[2]
Masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Dalam kehidupan masyarakat anak juga dapat mengembangkan pendidikannya lewat media massa, hasil karya seni, perkumpulan, tempat peribadatan dan lainnya. Kesemuanya ini besar sekali manfaatnya terhadap pengembangan bakat anak. Dengan demikian masyarakat juga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ikut bertanggung jawab untuk mengembangkan bakat anak-anak dalam masyarakatnya.
            Pendidikan yang diterima oleh anak di sekolah dan rumah tangga dapat berkembang sepenuhnya dalam kehidupan masyarakat. Apabila pendidikan tersebut tidak sejalan dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat, maka akan terjadilah suatu sifat rasa bimbang atau ragu dalam diri anak. Oleh karena itu, pembinaan masyarakat harus terlebih dahulu dibina dengan baik. Pembinaan anak berbakat dalam masyarakat haruslah sungguh-sungguh baik pada anak-anak maupun pada remaja. Pelaksanaan tersebut dilakukan dengan mengadakan pendidikan yang dapat membantu anak dalalm mengembangkan bakatnya.
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dipahami bahwa kemampuan tokoh masyarakat sangat berperan untuk membina anak berbakat dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, kemampuan tokoh masyarakat memegang peranan penting dalam menciptakan keberhasilan pembinaan anak berbakat.



[1]M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hal. 84.
[2] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal 202.