A. Tauhid
Sebagai Pendidikan Islam
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam
agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan tentang kedudukan
Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah yang banyak sekali dilanggar oleh
mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai seorang muslim namun pada
kenyataannya mereka menujukan sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain
Allah, baik itu kepada wali, orang shaleh, Nabi, malaikat, jin dan sebagainya.
Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia, Allah berfirman
dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 sebagai berikut:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) الذاريات: ٥٦(
Artinya: Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada-Ku.(Qs. Adz-Dzariyat: 56).
Maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah
mentauhidkan Allah dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah
dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir.
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di
dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan
untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya ayat 16-17 sebagai berikut:
وَمَا
خَلَقْنَا السَّمَاء وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ, لَوْ أَرَدْنَا أَن نَّتَّخِذَ لَهْواً لَّاتَّخَذْنَاهُ مِن
لَّدُنَّا إِن كُنَّا فَاعِلِينَ) الأنبياء: ١٦-١٧(
Artinya: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan
bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami
hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika
Kami menghendaki berbuat demikian. (Qs. Al Anbiya: 16-17).
Selain itu, tauhid juga adalah tujuan diutusnya beberapa
rasul ke muka bumi, dalam hal ini Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36
sebagai berikut:
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ
الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ
الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُكَذِّبِينَ) النحل: ٣٦(
Artinya:
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula
di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (Rasul-Rasul). (Qs. An-Nahl: 36).
Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rasul mulai dari
Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam
diutus oleh Allah untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah
semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Selain itu tauhid
merupakan perintah Allah yang paling utama dan pertama, Allah berfirman dalam
surat an-Nisa ayat 36 sebagai berikut:
وَاعْبُدُواْ
اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ
الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً )النساء :٣٦(
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh , dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri. (Qs. An-Nisa: 36).
Dalam ayat ini Allah menyebutkan hal-hal yang Dia
perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan
tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada
orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika
seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak
menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Allah semata.
Pendidikan dalam arti yang lebih luas merupakan pranata kehidupan
manusia untuk menemukan hakikat siapa dirinya dan untuk apa dia hidup di dunia
ini. Melalui pendidikan diharapkan ada kemajuan yang dicapai manusia pada
kelangsungan kehidupannya agar ia selalu bisa berbuat lebih baik.[1]
Namun pada teori dan prakteknya pendidikan sering kali terbentur pada
wilayah-wilayah politik, ekonomi, sosial dan lebih parahnya lagi adalah
kepentingan birokrasi pemerintah, yaitu dengan adanya kebijakan-kebijakan
pendidikan yang sebenarnya tidak sesuai dengan hakikat dari pendidikan itu
sendiri. Oleh karena itu perlu kiranya formulasi pendidikan yang dapat menjadi
solusi atas ketercarutmarutan situasi sosial belakangan ini.
Pendidikan Islam sebagi bagian dari sistem pendidikan nasional
mempunyai tanggung jawab strategis untuk turut menciptakan iklim pendidikan
yang lebih baik. Yaitu sebuah sistem pendidikan yang benar-benar mampu menjadi
solusi bagi segala pernik kehidupan. Dengan demikian diharapkan pendidikan
Islam mampu menjadi jalan bagi pencarian umat menuju kepribadian yang sempurna.
Dalam kondisi inilah, kemudian banyak kalangan gerakan dan
intelektual Islam yang mencoba membangun kembali semangat yang pernah hilang.
Semangat dan cita-cita yang secara kaffah untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam. Semangat ini coba digali lagi dari kekuatan tauhid. Doktrin
tauhid yang menjadi ruh kekuatan Islam tidak pernah hilang dari perjalanan
sejarah, walaupun aktualisasinya dalam dimensi kehidupan tidak selalu menjadi
kenyataan. Dengan kata lain, kepercayaan kepada ke-Esa-an Allah belum tentu
terkait dengan perilaku umat dalam kiprah kesejarahannya. Padahal, sejarah
membuktikan bahwa tauhid menjadi senjata yang hebat dalam menancapkan
pilar-pilar kesejarahan Islam. Pentingnya
pendidikan tauhid ini sebagaimana terdapat dalam pengajaran Nabi Lukman kepada
anaknya berikut ini:
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ) لقمان: ١٣(
Artinya: Dan
(ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya dan dia mengajarnya, 'Hai
anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah Swt. Sesungguhnya syirik itu
adalah kezaliman yang besar'.' (Qs. Lukman: 13).
Pengajaran Lukman kepada anaknya yang diungkapkan Allah Swt pada
ayat tersebut, merupakan bagian dari kegiatan Lukman dalam mendidik anaknya
untuk bertauhid (mengesakan Allah Swt). Ternyata Lukman memilih tauhid sebagai
materi pendidikan yang mendasar. Ayat tersebut juga mengimbau setiap manusia
untuk meneladani cara Lukman dalam mendidik anaknya. Manusia harus
mengedepankan pendidikan tauhid kepada generasi penerus yang bakal menjadi ahli
warisnya.[2]
Pentingnya pendidikan tauhid ini seharusnya menjadi pertimbangan
untuk didahulukan daripada pendidikan disiplin ilmu yang lain. Selain itu
pendidikan tauhid juga harus menjadi dasar pendidikan ilmu pasti, ilmu sosial
dan politik, sains dan teknologi, ilmu ekonomi, biologi, olahraga, dan
sebagainya. Sehingga segala jenis pendidikan yang dipraktekkan manusia tersebut
mempunyai tujuan luhur yang sifatnya tidak hanya duniawi namun juga ukhrawi.
Pendidikan tauhid menyentuh segala aspek kehidupan manusia, baik
itu pada aspek kognisinya, afeksinya dan juga psikomotoriknya. Pendidikan
tauhid sebagai landasan bagi pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang lebih
luas yaitu bahwa pendidikan Islam harus mencakup segala kebutuhan hidup manusia
yang tentunya didasari nilai-nilai ketauhidan. Sehingga pendidikan Islam
dituntut untuk melahirkan insan-insan yang senantiasa berbuat dan bersikap
dalam kebaikan pada dirinya, pada tuhannya, pada sesama makhluk dan pada
lingkungan sebagai wujud konkret sebagi insan yang beriman[3].
Tauhid merupakan dasar peradaban Islam, sebab esensi peradaban
Islam adalah agama Islam. sementara esensi ajaran Islam itu sendiri adalah
tauhid, yaitu suatu afirmasi atau pengakuan bahwa Allah adalah Maha Esa,
Pencipta yang mutlak dan transenden serta Raja dan Penguasa alam semesta. “Tauhid
memiliki implikasi yang sangat penting dalam sistem dan struktur amal dalam
Islam. Dengan tauhid, seorang muslim akan menjadikan Allah sebagai terminal
akhir dan ultimate serta dasar aksiologi dari semua mata rantai aktivitas di
dunia”[4]. Menurut pendapat Amin
Rais, Pandangan dunia tauhid itu bukan saja mengesakan Allah seperti yang
diyakini oleh kaum monoteis, melainkan juga mengakui kesatuan penciptaan,
kesatuan kemanusiaan, kesatuan tuntunan hidup, dan kesatuan tujuan hidup, yang
semua itu merupakan derivasi dari kesatuan ketuhanan”[5].
Formulasi kalimat tauhid adalah kalimat thayyibah Laa Ilaaha
illallah, yang berarti tiada Tuhan selain Allah. Dengan mengucapkan kalimat Laa
Ilaaha Illallah ini, seorang manusia tahu dan memutlakkan Allah Yang Maha Esa
sebagai Khalik dan menisbikan selain-Nya, sebagai ciptan-Nya (makhluk). Dengan
dasar ini maka pendidikan tauhid menjadi suatu yang vital dalam kehidupan
manusia sebab dengan memembekali dasar tauhid manusia akan selalu ingat kepada
Allah. Orang yang berpaling dari pengetahuan tentang tauhid akan tersesat
karena akan selalu mengikuti pikiran-pikiran yang salah yang akan menjerumuskan
kelembah kemusyrikan. Pengalaman tauhid merupakan pengalaman yang bersifat
suci, maka pengalaman ini dalam kehidupan manusia akan menjadi sumber inspirasi
kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusiaan yang tinggi. Hal ini disebabkan
tauhid akan mendidik jiwa manusia untuk mengikhlaskan seluruh hidup dan
kehidupannya kepada Allah semata. Tujuan hidup hanyalah Allah dan harapan yang
dikejarnya adalah keridhaan-Nya, yang akhirnya akan membawa
konsekuensi pembinaan karakter yang agung dan menjadi manusia yang suci, jujur,
dan teguh memegang amanah Allah.
[1]
Muhammad Sa’id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, Sebuah terobosan Baru
pendidikan Anak Modern, (Jakarta: Cendekia,1998), hal. 44..
[2] M.
Hamdani B. Dz, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2001), hal. x.
[3]
Osman Bakar, Tauhid & Sains Perspektif Islam tentang Agama & Sains,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), hal. 148.
0 Comments
Post a Comment