Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Teori Pendidikan Aliran Progressivisme




BAB I
P E N D AH U L U A N

A. Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Ciri-ciri berfikir filosfis adalah dengan berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi, berfikir secara sistematis, menyusun suatu skema konsepsi, dan menyuluruh.
Ditinjau dari segi bahasa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philo yang artinya cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan atau hikmah. Jadi, berfilsafat adalah usaha berfikir dan yang kita fikirkan adalah sesuatu yang bersifat materi ataupuh inmateri, baik yang lahiriyah ataupun bathiniyah, baik yang fisika ataupun yang metafisika. Maka proses berfikir disebabkan karena kita ingin mengetahui hakikat kebenaran yang sebenar-benarnya, dan kebenaran itu hanya dapat diperoleh dari Ilmu, filsafat dan Agama.
Filsafat pendidikan sebagai suatu bidang study mengarahkan perhatiannya pada kegiatan merumuskan dasar-dasar, konsep, sistem atau teori, yang meliputi kepemimpinan, organisasi, kurikulum dan metodologi serta tujuan-tujuan pendidikan. Oleh karena itu, perkembangan dunia filsafat pendidikan maka kita harus mengenal terlebih dahulu tentang aliran-aliran filsafat dalam pendidikan seperti aliran Progressivisme, aliran Essensialisme, aliran Perennialisme, aliran Reconstruksionalisme, dan aliran Eksistensialisme. Maka, dalam makalah ini akan dibahas tentang aliran yang paling pertama dalam filsafat pendidikan Islam yaitu aliran Progressivisme.



BAB II
P E M B A H A S A N

A.    Sejarah Aliran Progressivisme
Aliran Progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berbengaruh dalam abad ke 20 ini.[1] Pengaruh ini terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat yang merupakan tempat lahirnya Aliran Progressivisme yang telah berusaha membuat pembaharuan di dalam lapangan pendidikan.
Faktor pendorong lahirnya aliran progressivisme di USA adalah semangat radikalisme dan reformasi yang dimulai di sekolah yang dipimpin oleh Francis W. Parker ( 1837-1902).[2] Masuknya aliran Froebelialisme juga sangat berpengaruh terhadap lahirnya aliran progressivisme yang menekankan pada perwujudan diri melalui kegiatan sendiri, dengan menggunakan metode montessori yaitu metode yang menekankan pendidikan diri sendiri, demi perluasan study dalam perkembanagn anak secara ilmiah (psikologi perkembangan).
Pada tahun 1919, Stanfond coob mendirikan Asosiasi Pendidikan Progresif (Progressive Education Assosiation atau PEA) yang mempunyai prinsip-prinsipsebagai berikut:
-        Bebas berkembang secara alami.
-        Minat adalah motif dari semua pekerjaan.
-        Guru adalah seorang pembimbing dan bukan seorang pemberi tugas.
-        Study ilmiah tentang perkembangan siswa.
-        Perhatian yang lebih besar tertuju pada semua yang mempengaruhi perkembangan fisik.
-        Kerja sama antara sekolah dengan rumah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup anak.
-        Sekolah prorgesif adalah pemimpin gerakan-gerakan pembaharuan pendidikan.[3]
                       
Aliran Progressivisme berdasarkan falsafah naturalisme romantik dari Rousseau dan filsafat pragmatisme dari John Dewey. Filsafat Rousseau yang mendasari pendidikan progresif ialah pandangannya mengenai hakikat manusia, sedangkan dari pragmatisme Dewey ialah ajarannya tentang minat dan kebebasan dalam teori pengetahuan.[4]
Maka, Aliran Progressivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan gerakan pendidikan di sekolah yang berpusat pada anak (child centered), sebagai reaksi terhadap pelaksana pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher centered) atau bahan pelajaran (subject centered).
Menurut penulis, kalau kita kaji kembali sebenarnya aliran pendidikan progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey ini tidak terlalu bertentangan dengan konsep pendidikan Islam. Hal ini dapat kita lihat adanya persamaan dan segi positif antara konsep pendidikan Islam dan konsep dari aliran progressivisme ini. Seperti proses penciptaan dan perkembangan umat manusia yang tumbuh secara berproses dan bertahap-tahap sehingga mencapai kesempurnaan yang baik sebagai khalifah di bumi ini. Allah SWT berfirman:
ما لكم لا ترجون لله وقارا , وقد خلقكم أطوارا
Artinya: Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?  Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. (Q.S. Nuh: 13-14).
            Ayat Al-Qur’an di atas dapat kita jadikan sebagai dasar dalan aliran progressivisme. M. Arifin berpendapat bahwa progressivisme dalam alitan pragmatisme ala John Dewey yang menafikan atau menghilangkan nilai-nilai moralitas dan transendental bahkan lebih bercorak sekularistik dalam nilai-nilai, sehingga nnila-nilai kultural relativisme menjadi dasar pegangan dalam proses kepepndidikan kususnya dalam usaha penyusunan kurikkulum pendidikan. Akan tetapi pendidikan Islam mendasari proses kependidikannya dengan nilai-nilai absolut yang bersifat membimbing pikiran dan kecerdasan sertya kemampuan dasar untuk tumbuh dan berkembang, sehingga dengan nilai absolut tersebut itulah, proses pendidikan Islam akan berlangsung secara tetap dan konstan ke arah tujuan yang tidak berubah-ubah.[5]
B.    Perkembangan Aliran Progressivisme
            Meskipun Pragmatisme-progressivisme sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke 19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh kebelakang sampai pada zaman Yunani purba.[6] Heraclitus (484-544), mengemukakan bahwa sifat yang utama dari realita adalah perubahan karena tidak ada yang tetap di dunia ini. Socrates (399-469), berusaha mempersatukan epistimologi dan axiologi, menurutnya pengetahuan adalah kunci untuk menggapai kebajiakan. Dan Aristoteles mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur yang ikut menyebabkan tejadinya sikap jiwa yang disebut Pragmatisme-progressivisme.
            Sejak abad 16, Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang pikiran dalam proses terjadinya aliran Pragmatisme-progressivisme. Francis Bacon memberikan sumbangan dengan usahanya untuk memperbaiki dan memperhalus metode experimentil. Locke dengan ajarannya tentang kebebasan berpolitik. Rousseau dengan keyakinan bahwa sesungguhnya kebaikan itu telah ada di dalam diri manusia. Kant yang sangat menjunjung tinggi kepribadian manusia. Dan Hegel yang menyatakan bahwa alam dan manyarakat bersifat dinamis selalu bergerak dan melakukan perubahan tiada hentinya.
            Pada tahun 1896, John Dewey mendirikan sekolah Experimental di Chicago dengan nama “laboratory School”.[7] Dan pada tahun 1901  terbentuklah sekolah pendidikan (school of education) di lingkungan Universitas di Chicago yang dipimpin oleh Parker.[8] Sehinggga sejak tahun 1930, sekolah- sekolah progresif sudah tersebar ke seluruh Amerika Serikat. Sekolah-sekolah tersebut hampir semuanya merupakan sekolah swasta, dan hampir semuannya berorientasi pada pendidikan yang berpusat pada anak.
C.    Dasar Filosofis Aliran Progressivisme
-                Realisme Spiritualistik
Gerakan pendidikan Progresif bersumber dari prinsip-prinsip Spiritualistik dan         Kreatif dari froebel dan montessori serta ilmu baru tentang perkembangan anak
-        Humanisme Baru
Paham ini menekankan pada penghargaan terhadap martabat dan harkat manusia         sebagian individu. Dengan demikian orientasinya individualistik.[9]
D.    Teori Pendidikan Aliran Progressivisme
a.     Tujuan pendidikan
Progressivisme adalah untuk melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai pekerjaannya, dan bekerja dengan otak dan hati.[10] Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.
            Tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat tempat dimana si anak hidup             dan menjadi tempat berlangsungnya pendidikan, karena pendidikan berlangsung             dalam kehidupan. maka, tujuan pendidikan tidak berada di luar kehidupan,             melainkan dalam kehidupan itu sendiri.
b.     Kurikulum
            Kurikulum pendidikan progresif adalah kurikulum yang berisi pengalaman-pengalaman atau merupakan kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum).[11] Contoh kurikulum progresif adalah:
-        Study tentang dirinya sendiri,
-        Study tentang lingkungan sosial,
-        Study tentang lingkungan alam, dan
-        Study tentang seni.
            Menurut Progressivisme, kurikulum yang baik adalah seperti fungsi laboratorium. Ia selalu sebagai rentetan kontinu suatu eksperimen yang pelakunya adalah murid yang didampingi oleh gurunya, Sehingga kurikulum itu tidak kaku. Kurikulum progressivisme bergerak dinamis di atas prinsip “liberal road to culture” yang mempunyai makna yaitu toleran dan bersifat terbuka.[12]
            Isi kurikulum progressivisme adalah belajar dari pengalaman kehidupan, bukan dari teks buku atau materi yang disampaikan oleh pendidik. Kurikulum pendidikan progresif ini disusun dari semua kegiatan anak dan seluruh pengalamannya, jadi ruang lingkup kurikulum progressivisme adalah kehidupan manusia itu sendiri.[13]



BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian-uraian yang penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan serta mengajukan beberapa saran.
A.    Kesimpulan
1.     Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
2.     Ada beberapa aliran filsafat pendidikan, salah satunya adalah Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatism.
3.     Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis.
B.    Saran - Saran
1.     Disarankan kepada umat islam umumnya dan khususnya kepada mahasiswa STIT Almuslim untuk memperdalam pengkajian ilmu filsafat.
2.     Disarankan kepada pihak STIT Almuslim agar dapat menyediakan staf pengajar yang ahli dibidang filsafat, karena dengan adanya staf pengajar yang ahli dapat meningkatkan kualitas para mahasiswa.
3.     Disarankan kepada para mahasiswa untuk dapat menelaah islam secara mendalam, supaya dapat menambah ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
                                                  
Amsal Amri, Study Filsafat Pendidikan,Banda Aceh: Yayasan Pena, 2007.

Bukhari Muslim, Konsep Kurikulum Pendidikan Barat Menurut Perspektif Pendidikan Islam,(Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007.

Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik,Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.

Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,   2001.

Warul Walidin, Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum,Banda Aceh: Ar-  Raniry, 1999.

Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Akasara, 1994.


[1] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Akasara, 1994), hal. 20
[2] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal.142
[3] Ibid., hal.143
[4] Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal. 46
[5]Bukhari Muslim, Konsep Kurikulum Pendidikan Barat Menurut Perspektif Pendidikan Islam, (Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007), hal. 7  
[6] Zuhairini, Filsafat pendidikan...,  hal. 22
[7] Redja Mudyahardjo, Pengantar pendidikan...., hal. 149
[8] Ibid., hal. 148
[9] Ibid., hal. 144
[10]Ibid., hal. 144
[11] Ibid., hal. 145
[12] Warul Walidin, Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum (Banda Aceh: Ar-Raniry, 1999), hal. 4
[13] Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 50