A.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas,
potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran
strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. “Ketentuan Pasal 28B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”[1].
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Bab III
Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada Bagian Kesepuluh mengatur
mengenai hak anak. Bagian yang mempunyai judul Hak Anak ini memberikan
ketentuan pengaturan yang dituangkan ke dalam 15 (lima belas) pasal, dimana
dalam Pasal 52 ayat (2) disebutkan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia dan
untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak
dalam kandungan.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia memberikan batasan
pengertian mengenai anak yaitu setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Batasan pengertian mengenai
anak yang terdapat dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia tersebut mempunyai makna yang sama dengan batasan pengertian yang
terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa “anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”[2].
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan pada setiap
warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan perlindungan terhadap
hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia
dalam usahanya untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan
anak adalah melalui pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Perlindungan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang tersebut adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 3 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “perlindungan
anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejahtera”[3].
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak yang berisi 93 (Sembilan puluh tiga)
pasal ini dibagi ke dalam XIV (empat belas) bab yang berisi mengenai:
1. Ketentuan Umum;
2. Asas dan Tujuan;
3. Hak dan Kewajiban Anak;
4. Kewajiban dan Tanggung Jawab;
5. Kedudukan Anak;
6. Kuasa Asuh;
7. Perwalian;
8. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak;
9. Penyelenggaraan Perlindungan;
10. Peran Masyarakat;
11. Komisi Perlindungan Anak Indonesia;
12. Ketentuan Pidana;
13. Ketentuan Peralihan; dan
14. Ketentuan Penutup.[4]
Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia diatur dalam
ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 yang antara lain meliputi hak :
1. atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara;
2. sejak dalam kandungan untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan
taraf kehidupannya;
3. sejak kelahirannya atas suatu nama dan status kewarganegaraannya;
4. untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya Negara.
5. untuk anak yang cacat fisik dan/atau mental untuk terjamin kehidupannya
sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
6. untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan/atau wali;
7. untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri;
8. untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing
kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa;
9. untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik
atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam
pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak tersebut;
10. untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan
kehendak anak sendiri kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbagik bagi anak;
11. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya;
12. untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi
dan berkreasi sesuai dengan minta, bakat dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri;
13. untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak sesuai
dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya;
14. untuk tidak dilibatkan di dalam peristiea peperangan, sengketa bersenjata,
kerusuhan social dan peristiwa lain yang mengandung unsure kekerasan;
15. untuk mendapat perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap
pekerjaan yang membahayakan dirinya sehingga dapat mengganggu pendidikan,
kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritualnya;
16. untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekslpoitasi dan pelecehan
seksual, penculikan, perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya;
17. untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi; dan
18. untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia tidak mencantumkan ketentuan
mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan mengenai kewajiban yang
terdapat dalam Undang_undang tersebut adalah kewajiban dasar manusia secara
menyeluruh.
“Bab III Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak dan
kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18
sedangkan kewajiban anak dicantumkan pada Pasal 19”[5]. Hak
anak yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak tersebut
antara lain meliputi hak :
1. untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi;
2. atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan;
3. untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;
4. untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri;
5. memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
fisik, mental, spiritual dan sosial;
6. memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;
7. memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang cacat;
8. memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan;
9. menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan
informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan;
10. untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang
sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan
tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri;
11. mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik
ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya;
12. untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan dan/atau
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir;
13. memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
14. memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;
15. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang dipisahkan dari
orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, serta membela diri dan
memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum, bagi setiap anak yang dirampas kebebasannya;
16. untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan
17. mendapatkan bantuan hokum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak yang
menjadi korban atau pelaku tindak pidana.
Pasal-pasal yang memuat
ketentuan mengenai hak anak dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Anak
mempunyai banyak kesamaan dengan ketentuan hak anak dalam Undang-Undang tentang
Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak juga mengatur mengenai kewajiban
yang harus dilakukan oleh setiap anak. “Ketentuan Pasal 19 menyebutkan bahwa
setiap anak berkewajiban untuk a) menghormati orang tua; b) mencintai keluarga,
masyarakat, dan menyayangi teman; c) mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d) menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e) melaksanakan etika
dan akhlak yang mulia”[6].
Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum dalam Pasal
1 angka 2 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dapat terwujud apabila
mendapatkan dukungan dan tanggung jawab dari berbagai pihak. Dukungan yang
dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur dalam
ketentuan Bab IV Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Pasal 20
Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.[7]
Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan
suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status
hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Negara
dan pemerintah juga berkewajiban serta bertanggungjawab untuk memberikan
dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Pengaturan mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah
tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak.
Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur
mengenai jaminan negara dan pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan anak.
Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan
anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain
yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga
menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai
dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang diberikan oleh negara dan
pemerintah tersebut diikuti pula dengan pengawasan dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.[8]
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak sebagaimana
diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap
perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa peran masyarakat dilakukan oleh
orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan,
lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha,
dan media massa.
Pasal 26 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai
kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang tua berkewajiban dan
bertanggungjawab untuk:
a)mengasuh, memelihara, mendidik,
dan melindungi anak; b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak,
bakan dan minatnya; dan c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Apabila orang tua tidak ada, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawabnya, atau tidak diketahui keberadaannya, maka kewajiban dan tanggung jawab
orang tua atas anak dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[9]
Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak diatur dalam Bab IX
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. Perlindungan terhadap anak
diselenggarakan dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan, social, serta
perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat.
0 Comments
Post a Comment