BAB I
P EN D A H U L U A N
A.
Latar
Belakang Masalah
Usman Bin Affan dikenal sebagai Abu
Abdillah, dilahirkan di Mekkah, Dzurunain gelar kehormatannya karna mengawini
dua putri Nabi berturut-turut. Ia termasuk keluarga besar Umayyah dari suku
Quraisy, dan silsilah pertaliannya dengan Nabi adalah generasi kelima. Setelah
melalui pendidikan dasarnya, Utsman menjalankan usaha nenek moyangnya yang
menjadi pedagang Arab terkemuka. Ia sahabat dekat Abu Bakar, khalifah Islam
pertama. Adalah Abu Bakar yang membawa berita pertama kali tentang Islam
kepadanya. Bersama dengan Thalhah bin Ubaidillah, ia masuk Islam kepadanya.
Bersama dengan Thalhah bin Ubaidillah, ia masuk Islam langsung melalui Nabi. Ia
sempat disiksa dengan kejam oleh pamannya sendiri, Hakim, karena masuk agama
baru itu, namun Utsman tetap pada pendiriannya.
Atas perintah Nabi, Utsman hijrah ke
Abessinia bersama kaum Muslimin lainnya. Ia berada di bawah Abu Bakar dan
membantu dana keuangan kepada Islam di masa-masa awalnya. Ia mengabdikan diri
dengan sepenuhnya walaupun harus mengorbankan perdagangannya. Ia berperan aktif
dalam dewan inti agama Islam. Meninggalkan harta bendanya kemudian hijrah ke
Madinah bersama kaum Muslimin lainnya. Pada waktu itu, di Madinah hanya ada
sebuah sumur sumber air minum bernama Bir Rumah milik seorang non Muslim yang
memungut pembayaran yang tinggi dari kaum Muslimin yang memerlukannya. Karena
Nabi menginginkan kaum Muslimin membeli sumur tersebut, seketika itu Utsman
tampil menyatakan kesediaannya. Ia membelinya dengan harga 30.000 dirham, lalu
menjadikan sumur itu milik umum. Utsman juga membeli tanah yang berbatasan
dengan masjid Nabi di Madinah, karena bangunan ibadah tidak lagi mampu
menampung orang yang sholat. Dari uangnya sendiri pula Utsman membiayai
perluasan masjid itu.
Semasa hidup Nabi, kecuali dalam
perang Badar, Utsman senantiasa berperan serta dalam setiap peperangan
mempertahankan agama Islam yang baru berkembang. Pada perang Badar, Nabi
meminta Utsman menjaga isterinya, Ruqayyah, yang sedang dalam sekaratul maut. Selama
masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, Utsman menjadi pejabat yang dipercayai
sebagai anggota terkemuka dewan inti, dan pendapatnya tentang masalah
kenegaraan yang penting-penting selalu didengarkan. Ia satu di antara dua orang
yang diajak berunding oleh Abu Bakar menjelang wafatnya, untuk membicarakan
soal pengangkatan Umar sebagai penggantinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Pengangkatan
Sebagai Khalifah
Sebelum khalifah umar bin khatab wafat karena tikaman peroz (Abu Lu’lu’ah)
beliau membentuk tim yang terdiri atas enam orang sahabat terkemuka untuk
menentukan penggantinya sebagai khalifah. Enam sahabat yang menjadi anggota
formatur adalah Utsman ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Talhah, Zuber,Abd Rahman
Ibn Auf, dan Saad Ibn Abu Waqash. Untuk menghindari deadlock dalam pemilihan,
umar mengangkat anaknya Abdullah ibn Umar, sebagai anggota formatur dengan
disertai hak pilih tanpa hak untuk dipilih. Thalhah tidak ada di madinah dan
baru kembali kemadinah setelah pemilihan khalifah selesai dilakukan.[1]
Dalam penjajakan pendapat yang
dilakukan oleh Abdurahman bin Auf terhadap angota formatur diperoleh dua calon
khalifah yaitu Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib. Ali ibn Abi Thalib
memilih Utsman bin Affan menjadi khalifah. Sebaliknya, Utsman ibn Affan memilih
Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Sa’ad ibn Abi Waqash memilih Utsman.
Sementara suara Abdurrahman bin Auf dan Zubeir tidak diketahui hak pilihnya
direalisasikan. Dewan musyawarah akhirnya berhasil mengangkat Utsman ibn Affan
sebagai khalifah ketiga sebagai pengganti Umar ibn Khatab, setelah beliau
mangkat.
B. Masa Kekhalifahan Utsman
ibn Affan
- Perluasan Wilayah dan Kodifikasi Al-Quran
Pada zaman khalifah Utsman ibn Affan,
perluasan wilayah dilanjutkan kewilayah Armenia, Tunisia, Cyprus,Rhodes,
sebagian Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Utsman bin Affan adalah khalifah
pertama yang memperluas masjid nabi SAW. Di Madinah dan masjidil Haram di
makkah.dan dia khalifah pertama yang menentuka adzan awal shalat jumat. Pekerjaan
berat yang dilakukan utsman ibn Affan adalah kodifikasi Al-Quran lanjutan kerja
yang telah diawali oleh Abu Bakar atas
inisiatif Umar r.a. Latar belakang pembukuan Al-quran pada zaman Utsman
yakni masalah perbedaan qiraat dimasing-masing daerah kekuasaan islam yang
berbeda sehingga menimbulkan percekcokan diantara umat islam[2].
Pada saat penyalinan Al-Quran yang
kedua kalinya, panitia penysunan mushaf yang dibentuk oleh Utsman melakukan
pengecekan ulang dengan meneliti kembali mushaf yang sudah disimpan di rumah
Hafshah dan memban dingkannya dengan mushaf lain. Ketika terdapat empat mushaf
Al-Quran yang merupakan mushaf pribadi. Pertama, mushaf yang ditulis Ali ibn Abi Thalib, mushaf Ali
terdiri dari 111 surat. Surat pertama adalah surat Al-baqarah dan surat
terakhir adalah al-Mwazatain. Kedua,mushaf yang. disusun oleh Ubay ibn Kaab.
Yang terdiri atas i05 surat, surat yang pertama adalah Al-Fatihah dan yang
terahir adalah An-Nas. Ketiga, mushaf ibn Mas’ud yg terdiri 108 surat. Surat
yang pertama adalah Al-Baqarah dan yang terahir Al-Iklas. Dan yang keempat,
mushaf milik Ibn Abbas, yang terdiri atas 114 surat. Surat pertama Al-Alaq dan
yang terahir An-Nas.
Selain itu, tugas panitia adalah
menyalin mushaf Al-Quran yang disimpan Hafsah dan menyeragamkan qiraat dan
bacaannya, yaitu dialek Quraisy. Setelah membuat salinannya Said bin Tsabit
mengembalikan naskah yang disalinnya kepada Hafsah. Khalifah Utsman
memerintahkan Said bin Tsabit agar membuat sejumlah salinan mushaf dan dikirim
ke Mekah, Madinah, Basrah, Kufah,dan Syiria dan salah satunya disimpan oleh
Utsman bin Affan yang kemudian disebut mushaf al imam. Sedangkan mushaf lain,
selain mushaf yang telah disusun oleh panitia yang dipimpin oleh Said bin
Tsabit, diperintahkan untuk dibakar.
- Otonomi Daerah
Pada zaman khalifah Abu Bakar dan
Umar, wilayah dibedakan menjadi dua: wilayah yang pemimpinnya memiliki otonomi
penuh dan pemimpinnya disebut amir,dan wilayah yang tidak memiliki otonomi
penuh yang pemimpinnya disebut wali. Pada zaman Utsman dilakukan perubahan
status wilayah sehingga semua wilayah memiliki otonomi penuh. Oleh sebab itu
seluruh pemimpin wilayah jabatan setingkat gubernur bergelar amir. Abd al Wahab
mengimformasikan pembagian wilayah dan amir-nya pada zaman Utsman sebagai
berikut;
No.
|
Wilayah
|
Amir
|
1
|
Makkah
|
Nafi Ibn
Abd al-Harits al-Khuza’i
|
2
|
Tha’if
|
Sufyan ibn
Abdullah al-Tsaqafi
|
3
|
Shan’a
|
Ya’la ibn
Munbih
|
4
|
Jand
|
Abdullah
ibn abi rabi’ah
|
5
|
Bahrain
|
Utsman ibn
Abi ai’Ash al-tsaqafi
|
6
|
Kuffah
|
Al-Mugirah
ibn Syubah al-Tsaqafi
|
7
|
Bashrah
|
Abu Musa
Abduullah ibn Qaish al-ay’ari
|
8
|
Damaskus
|
Mu’awiyah
ibn Abi Sufyan
|
9
|
Himsh’
|
Amir ibn
Sa’d
|
10
|
Mesir
|
Amr ibn
al-Ash
|
C. Masa Krisis Khalifah
Utsman Ibn Affan dan Masa Kehancurannya
H.A.R. Gib dan J.H Krames membagi
membagi fase pemerintahan Utsman bin Affan menjadi dua periode: selama enam tahun pertma administrasi
pemerintahan berjalan secara bersihdari pengangkatan kerabat sebagai pejabat
Negara (bebas KKN). Sedangkan periode kedua adalah enam tahun terahir yang
merupakan periode pemerintahan yang tidak bersih dari pengangkatan kerabat
sebagai pejabat Negara.
Kebijakan Khaliifah Utsman menurut
sebagian peneliti sejarah tergolong “nepotisme” adalah:[3]
- Perluasan wilayah kekuasaan. Muawiyah pada
zaman khalifah Umar diangkat menjadi wali damaskus. Wilayah kekuasaannnya
diperluas oleh Utsman sehingga mencakup lima wilayah: dammaskus, himsh,
Palestina, Yordania dan Libanon.
- Promosi jabatan kepada keluarga. Marwan ibn
Hakam (saudara sepupu utsman) diangkat menjadi sekertaris jenderal Negara
yang menyebabkan Negara diikendalikan oleh satu keluarga.
- pemecatan amir atau wali yang berprestasi
diganti dengan anak dan kerabat dekatnya.
Tindakan Khalifah Utsman ibn Affan
yang menyebabkan terkumpulnya seluruh kekuasaan ditangan keluarganya
menimbulkan reaksi dari masyarakat, terlebih lagi dari mereka yang dipecat dari
jabatannya tanpa alas an yang jelas. Disamping itu, tindakan bawahan khalifah
Utsman dinilai masyarakat telah banyak menyimpang dari ajaran Islam. Walid ibn
Uqbah pernah shalat subuh empat rakaat dalam keadaan mabuk. Utsman tidak dapat
mengatasi ambisi keluarga sehingga pelanggaran tidak dapat diatasi. Tanah fadak
yang pernah disengketakan Fatimah dan Abu Bakar dimasukan menjadi milik pribadi
oleh marwan ibn al-Hakam.
Reaksi masyarakat terhadap khalifah
Utsman berupa protes atas prilaku pejabat pemerintah di daerah, dan ahirnya
protes terbesar datang dari mesir yang menurut pemecatan Abdullah ibn Abi Syarh
sebagai wali mesir.setelah dinasehati Talhah dan aisyah dan desakan Ali ibn a bi Thalib,
Utsman bersedia memecat Abdullah ibn Abi Syarh sebagai wali mesir dan
mengangkat Muhamad Ibn Abu Bakkar sebagai gantinya.
Penduduk mesir yang melakukan protes
yang berjumlah 700 orang serta disertai Muhammad ibn Abu Bakkar kembali ke
mesir setelah protesnya mendapat responyang baik.. akan tetapi, ditengah
perjalanan mereka mendapati seseorang budak yang mencurigakan dan ternyata
membawa surat dengan stempel khalifah. Surat tersebut ditujukan kepada Abdulah
ibn Syarh yang berisi perintah untuk memenggal kepala Muhammad ketika sampai di
Mesir.
Muhamad ibn Au Bakkar beserta rombongan kembali ke Madinah untuk
melakukan konfirmasi kepada Khalifah tentang surat yang dibawa oleh budak.
Berdasarkan penelitian terhadap tulisan tangan surat yang dibawa budak, diduga
kuat bahwa surat tersebut berasal dari Marwan. Muhamad ibn Abu Bakkar meminta
kepada khalifah agar Marwan diserahka kepad mereka. Tetapi, Utsman menolak permintaan trsebut Karen khawatir akan
dibunuh. Situasi menjadi tegang dan tudak terkendali dan pengawalan terhadap
khalifah menjadi tak berdaya karena banyaknya penduduk mesir yang melakuan
protes. Akhirnya Utsma ibn Affan wafat trebunuh pada tanggal 18 zulhijah 35 H.
dalam usia 83 tahun dan pembunuhnya tidak diketahui secara pasti.
Selain hal-hal diatas yang menjadi
pemicu kehancuran khalifah Utsman ibn Affan banyak alasan yang menjadi penyebab
lahirnya pertikaian di antara kaum Muslimin, yang memuncak dengan timbulnya
pemberontakan terbuka terhadap kekuasaan Khalifah. Tapi faktornya yang utama di
balik persengkongkolan ini ialah kebencian kepada kekuatan Muslimin, yang
mendorong Ibn Saba dan para pengikutnya ingin membakarnya dari dalam.
Prinsip-prinsip demokrasi yang diterapkan dalam Islam serta kesederhanaan dan
kesalehan Utsman yang tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah di antara
sesama Muslimin, memberi keleluasaan kepada komplotan jahat memfitnah dan
merusak rezimnya.[4]
D. Usaha penyeragaman dalam
bacaan al-Qur’an
Jika jasa Abu Bakar menegenai Qur’an
ketika ia mengumpulkannya atas usulan
Umar, kerena di hawatirkan akan banyak hilang setelah para sahabat yang
hafal Qur’an banyak yang gugur syahid dalam peperangan dengan kaum murtad dan
kaum Musyrikin, sebab kalau tidak Qur’an di hawatirkan akan hilang[5]. Maka
Utsman membuat langkah penting mengenai qira’at (pembacaan) Qur’an. Setelah
Islam tersebar luas, ternyata banyak orang yang membaca Qur’an dengan lafaz
yang beragam, dan di sana sini sering terjadi perdebatan sekitar qir’at mana
yang lebih tepat. Sampai pernah terjadi pula perselisihan bacaan antara para
guru Al-Qur’an dan anak-anak murid mereka, yang ketika setelah belajar di
sekolah mereka , mereka lalu membacakannya semula di rumah, dan ternyata apa
yang di dengar orang tua mereka lain lain dai apa yang di dengarkannya dari
pada guru-gurunya.[6] Saat itulah, setelah
bermusyawarah dengan para ahli Utsman kemudian mengambil langkah menyeragamkan
baca’an Qur’an. Langkah inilah yang menghasilkan Mushaf Usman dan yang di pakai
orang seluruh dunia sampai sekarang. Itulah tindakannya yang sangat berarti di
masa perintahannya.[7]
Bukan karena keimanan Utsman yang
sungguh-sungguh itu saja yang mendorongnya mengumpulkan orang untuk
menyeragamkan bacaan Qur’an, dan membakar mushaf-mushaf yang lain selain Mushaf
Utsman., karena hal ini menjadi lebih penting lagi ketika Huzaifah bin al-Yaman bersama pasukan
Muslimin yang lain terlibat perang di Armenia dan di Ajerbaijan, pada tahun
kedua atau ketiga kekhalifahan Utsman. Dalam perang tersebut banyak orang Syam
yang membaca menurut bacaan Miqdad bin Aswad dan Abu ad-Darda’,jemaah Irak
membacanya menurut bacaan Ibn Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari. Yang lain,
orang-orang yang baru masuk Islam lebih menyukai bacaan dari pada bacaan. Dalam
mengutamakan pilihan bacaan itu sebagian mereka ada yang sudah melampaui
batas sehingga timbul perselisihan yang
membuat mereka bercerai-berai, dan semakin lama semakin menjadi-jadi, sehingga
yang seorang berkat kepada yang lain: Bacaan saya lebih baik dari pada bacanmu.
Perselisihan itu sudah mencapai puncaknya, dan hampir terjadi keribitan. Mereka
berselisih dan saling menuduh, saling melaknat, yang satu mengafirkan dan yang
lain menganggap diri benar.
Selama pemerintahan Utsman bin Affan
umat Islam sibuk melibatkan diri di
medan jihad yang membwa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia.
Berangkat dari suku kabilah dan propinsi yang berbeda- beda, sejak awal para
pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dari nabi Muhammad, di luar
kemestian, rasul telah mengajarkan kepada mereka bacaan Al-Qur’an dalam dialek
masing-masing, karena di rasa sulit untuk meninggalakan dialeknya secara
spontan. Sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebut huruf Al-Qur’an muali
menampakan kerancuan dan perselisiahan
dalam masyarakat.
Terdapat dua riwayat tentang bagaimana
Ustman melakukan jam’ul Qur’an. Yang pertama: Utsman memutuskan berupaya dengan
sungguh-sungguh untuk melacak suhuf dari Hafsah istri rasul, kemudian Utsman
mengirim surat kepada Hafsah yang menyatakan.”Kirimkanlah suhuf kepada kami
agar kami dapat membuat naskah yang sempurna dan kemudian suhuf tersebut akan kami
kembalikan kepada anda.,” Hafsah lalu mengirimkannya kepada Utsman, yang
memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan
Aburrahman bi Haris bin Hisyam agar memperbanyak salinan naskah. Beliau
memberitahukan kepada tiga orang Quraisyi”, kalau kalian tidak setuju dengan
Zaid bin Tsabit perihal apa saja mengenai Al-Qur’an, tulislah dalam dialek
Quraisy sebagaimana Al-Qur’an telah di turunkan dalam logat mereka.” kemudian
mereka melakukan hal ini dan ketika mereka selesai membuat salinan tersebut
Utsman mengembalikan suhuf itu kepada Hafsah.
Riwayat Kedua: Utsman membuat naskah
Mushaf tersendiri, Utsman memerintahkan dua belas orang untuk menangani hal ini
mereka adalah : Said bin Ash bin Said, Nafi bin Zubair bin Amr bin Naufal, Zaid
bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Zubair, Abdurrahman bin Hisyam, Kathir
bin Aflah, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Abdullah bin
Umar, dan Abdullah bin Amr bin Ash. Dalam ceramahnya Ustman
mengatakan,”Orang-orang telah berbeda dengan bacaan mereka, dan saya
menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat ayng di tulis di hadapan
nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam hendaklah di serahkan kepadaku.,”
maka orang-orangpun menyerahkan ayat-ayatnya, yang di tulis di atas kertas
kulit dan tulang serta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang memperbanyak
kertas naskah, mula-mula akan di tanya oleh Ustman,”Apakah kamu belajar
ayat-ayat ini (seperti di bacakan ) langsung dari nabi sendiri? Semua
penyumbang menjawab di sertai sumpah, dan semua bahan yang di kumpulakn telah
di beri tanda atau nama satu persatu yang ekmudian di serahkan kepada Zaid bi
Tsabit. Salah seorang dari mereka yang menulis mushaf mengatakan,” Jika ada
kontropersi mengenai ayat-ayat tertentu kami akan melacak dari sumber mana dia
dapatkan ayat tersebut.
Utsman memerintahkan kepada Zaid bin
Sabit al-Anshari untuk menuliskan mushaf itu dan di imlakan oleh Sa’id bin As
al-Umawi, dengan di saksikan oleh abdullah bin Umar dan Abdurrahman bin Haris
bin Hisyam al-Makhzumi. Kepada mereka jika ada yang mereka perselisihkan supaya
di tulis dengan logat Mudar. Sesudah penulisan itu didasarkan pada satu macam
bacaan, Usman memerintahkan untuk menuliskan satu mushaf untuk Syam, satu untuk
Mesir, satu untuk Bashrah, satu untuk Kuffah, satu untuk Makkah dan satu lagi
untuk Yaman. Satu mushaf di tinggalkan di Madinah. Umat sudah merasa puas
dengan semua mushaf ini, dan orang menamakannya mushaf Utsman, sebab di tulis
atas dasar perintah Utsman, kendati tidak di tulis dengan tangannya sendiri.
Sesudah mushaf-mushaf itu di kirimkan
ke kota-kota tadidan khalifah mewajibkan supaya bacaan itu yang di pakai, dan
ia memerintahkan mushaf-mushaf lain dikumpulkan dan di bakar. Atas tindakan
Utsma itu banyak orang yang marah. Imam As-Suyuti dalam tarikh Al-Khulafa
menyebutkan indikasi kebencian-kebencian tersebut dari beberapa kabilah yang
menjadi basis dukungan dan asal kelahiran sahabat-sahabat terkenal seperti
Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, dan Abu dzar Al-Ghifari. Mereka mengecam
Utsman kerena mengerjakan pekerjaan yang tidak dilakukan oleh Abu Bakar dan
Umar. Mengenai Ibn Mas’ud ada disebutkan bahwa ia merasa tersinggung sekali
kerena mushaf yang di ambil dari dia itu di bakar.
Usman menulis surat kepadanya dengan
mengajaknya mengikuti sahabat-sahabat yang lain yang sudah sama-sama menyetujui
demi kebaikan bersama dan menghindari perselisihan. Tidak perlu diragukan apa
yang sudah di lakukan Utsman supaya bacaan Qur’an seragam, merupakan kebijakan
yang luar biasa. Dengan ini qur’an tetap terjaga kemurniannya sebagaimana di
wahyukan Allah kepada Rsulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tepat sekali apa
yang di katakan oleh Ali bin Abi Thalib:``Orang yang paling berjasa dalam
pengumpulan Qur’an adalah Abu Bakar. Semoga Allah memberi rahmat kepadanya.
Betapapun demikian jasa Utsman tidak kurang dari jasa Abu Bakar dengan
langkahnya ia mengoreksi adanya
perbedaan (dalam ragam bacaan) dan menghindari perselisihan. Juga tidak
mengurangi jasanya sekalipun orang berbeda pendapat dan sebagian
menyalahkannya, karena ia telah membakar semua mushaf selain mushafnya sendiri,
sebab jika tidak segera bertindak demikian, maka akan selalu ada pertentangan
dan perselisihan hingga bencanapun tak dapat di hindarkan.
Ketika di tanya tentang pembakaran
mushaf-mushaf itu Ali bin abi Thalib menjawab:``kalau dia tidak melakukan itu
maka saya yang akan melakukannya.”Sungguhpun demikian orang masih saja melampai
batas dalam mengecam Utsman karena memerintahkan pembakaran mushaf-mushaf itu.
Di depan orang banyak Ali berkata: ``Saudara-saudara, janganlah kalian
berlebihan dalam mengatakan Utsman telah
membakar mushaf. Dia membakarnya itu sepengetahuan sahabat-sahabat Muhammad
shallallahu alihi wasallam. Kalau saya di baiat seperti dia, niscaya akan saya
lakukan seperti apa yang di kerjakannya itu,”
E. Fitnah dan Terbunuhnya
Kahlifah Usman
- Penyebab timbulnya fitnah
Pembahasan mengenai sebab-sebab
timbulnya fitnah sebagaimana di kemukakan dalam buku-buku sejarah dari berbagai
sumber-tanpa melihat benar atau setidaknya- tak dapat mejelaskan dinamika
peristiwa-peristiwa yang terjadi, atau menjelaskan sebab-sebab esensial di
balik fitnah. Berikut ini di kemukakan secara garis besar sebab-sebab munculnya
fitnah.
Pada masa Utsman ada orang-orang yang
murka kepadanya. Karena Utsman suka memperhatikan dan mengontrol mereka, baik
sahabat atau bukan sahabat. Utsman meminta pertanggung jawaban atas pekerjaan
mereka dan menanyai mereka mengenai masalah tersebut. Orang-orang yang tidak
suka kepada Utsman ada juga dari kalangan
borjuis. Sebab, pada masa Utsman aneka bentuk hura-hura telah menjalar. Lalu
Utsman mengasingankan mereka ke luar Madinah dan terputus sama sekali dengan
kehidupan Madinah, sehingga membuat mereka murka kepadanya.
Berbeda dengan mereka, ada juga orang-orang
yang tidak senang kepda Utsman dari orang-orang juhud dan wara` yang melihat
harta dan kekayaan sudah memperdaya kaum muslimin, akibat penaklukan-penaklukan
perang, sehingga melupakan mereka dari akhirat, selain itu melimpahnya harta
rampasan perang juga telah melahirkan
kecenderungan hidup bersenang-senang bukan hanya di kalangan prajurit yang baru
memeluk islam, tetapi juga di kalangan sebagian sahabat-sahabat nabi yang pada
umumnya diberi jabatan terhormat dalam dinas kemiliteran.
Di antara mereka juga ada
pegawai-pegawai yang di berhentikan dari jabatannya seperti `Amru bin Ash,
sehingga tersingung pada Utsman. Begitu juga kebencian mulai tersebar
kesejumlah orang yang cemburu pada bani Umayyah yang mendapatkan posisi bagus,
sehingga mereka itu dendam pada Utsman karena menggunakan kaum kerabatnya.
Selain kebijakan politik, kebijakan
keagamaan dan ijtihad Khalifah dalam beberapa kasus hukum ibadah juga menimbulkan
reaksi negatif yang keras.
Ath Thabari mengutup riwayai Al-Waqidy
yang bersumber dari ibn Abbas. Sesungguhnya pertama kali munculnya pembicaraan
orang tentang Ustman secara terang-terangan bahwa selama masa kepemimpinannya
ia melakukan shalat secara lengkap (tidak qasar) di Mina, (saat ibadah haji),
(perkataan Ibn Abbas ini merujuk kepada cara shalat di waktu safar seperti
haji.Rasulullah menetapkan bahwa orang yang bepergian melakukan shalat dengan
cara di qasar, yaitu meringkas jumlah rakaat shalat dari empat menjadi dua-dua)
mendahulukan khutbah sebelum shalat ied, , mengizinkan orang membayar zakat
sendiri-sendiri, memberikan sebagian tanah sitaan (negara) kepada shahabat
dekatnya, mempersatuka umat Islam dengan satu mushaf al-Qur’an, menentukan
kawasan lahan terlindung, menghadiahkan pemberian dari bait al-mal kepada
keluarga dekatnya.
Inilah ringkasan mengenai sebab-sebab
timbulnya fitnah (kekisruhan) seperti di kemukakan literatur-liratur sejarah.
Namun pertanyaan yang muncul ialah, apakah hal-hal di atas dirasa cukup menjadi
pemicu timbulnya fitnah yang sangat ironis itu? Tentu saja tidak. Karena
sesungguhnya apa yang terjadi pada Utsman, juga bisa terjadi pada orang lain,
seperti Umar bin Khatab misalnya, padahal tidak semua orang setuju dengan Umar
karena ia bersikap lebih keras kepada mereka dengan apa yang dilakukan Utsman.
F. Terbunuhnya Khalifah Usman
Semua faktor antagonisme yang
berakumulasi dalam rentan waktu yang cukup lama.kemudian mengkristal menjadi
pembangkangan terhadap kahlifah dan para pejabatnya. Dimulai dengan membangun
jaringan oposisi yang bersifat kritis terhadap kebijakan-kebijakan kahlifah
yang di pandang nepotis dan boros dalam penggunaan uang nergara, sampai
akhirnya jadi gerakan pressure group yang menuntut paksa aga khalifah Utsman
bersedia meletaka jabatannya. Beberapa kali delegasi kaum penentang datang
menemui khalifah untuk menyampaikan aspirasi politilk mereka.tettapi tampaknya
tidak ada perubahan kebijakan yang dapat memuaskan hati mereka, sehingga
bertambah tahun kecaman mereka semakin meningkat.
Tahun 35 H. Merupakan puncak
kematangan rencana kaum penentang untuk memaksa khalifah mundur dari jabatnnya
atau memecat pejabat yang berasal dari sukunya kemudian mengubah kebijakan
pendistribusian kekayaan negara lebih berpihak kepada masyarakat luas
miskin.Yang pada dasarnya ini hanyalah taktik mereka untuk menjatuhkan Utsman,
adapun mengenai pemberian kepada mereka (pejabat pemerintahan dalam hal ini
lebih banyak dari keluarganya), Utsman memberi dari hartanya sendiri, bukan
menggunakan harta kaum muslimin untuk kepentingan saya atau kepentingan
siapapun. Utsman telah memberikan tunjangan yang menyenangkan dalam jumlah
besar dari pangkal hartanya sendiri sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam,masa Abu Bakar dan masa Umar_semoga Allah meridhoinya.
Setelah terjadi beberapa insiden yang
benar-benar mengancam keselamatn jiwa khalifah karena keberingasan para
pendemonstran, maka dengan bantuan Ali, Kalifah Utsman berhasil meyakinkan
mereka bahwa beliau bersedia mengabulkan tuntunan mereka selain mengundurkan
diri. Yaitu merubah kebijakan serta mengadakan penggantian para pejabat yang
tidak di sukai rakyat, termasuk mengganti gubernur Mesir, Abdullah bin Sa’an
bin Abi Sarah,oleh Muhammad bin Abu Bakar. Keputusan itu untuk sementara
memberikan rasa lega kepada rombongan penentang
dia memberi optimisme pulihnya kedamaian. Karena itu pula mereka
bersedia membubarkan diri untuk kemudian pulang ke negri asal mereka. Tetapi
sejarah berbicara lain,selang beberapa hari rombongan demonstran dari Mesir
meninggalkan Madinah, mereka kembali lagi dengan membawa kemarahan yang
meluap-luap. Kini di tangan mereka ada sebuah surat rahasia yang di rampas dari
seorang budak Utsman yang sedang berlari kencang menuju Mesir.. isi surat yang
bersetempelkan Khalifah Utsman memerintahkan kepada Gubernur Mesir agar
menangkap dan membunuh para pemberontak yang dipimpim Muhammad bin Abi Bakar.
Ali bin Abi Thalib mencoba mengklarifikasi surat itu kepada Utsman.
Dengan bersumpah atas nama Allah
Utsman menolak telah menulis maupun mengirim surat tersebut. Beliau bahkan
menantang agar di bawakan bukti dan dua orang saksi atas tuduhan penulisan
surat itu. Kini Utsman di hadapkan kepada dua tuntutan dari para demonstran :
segera mengundurkan diri atau menyerahkan Marwan bin al Hakam, sekretaris
Khalifah yang juga keponakan kepada mereka untuk diminta pertanggung jawabannya
tentang surat itu. Namun Ustman bersikukuh pasa pendiriannya tidak akan
mengundurkan diri dan tidak menyerahkan Marwan kepada mereka. Setelah tiga hari
tiga malam ultimatum para perusuh tidak di gubris oleh Utsman, beberapa penjaga
berhasil menerobos barisan penjaga gedung Utsman dari atap rumah bagian samping
lalu membunuh Utsman yang ketika itu sedang membaca Al-Qur’an.
Terbunuhnya Khalifah Ustman di tangan
para demonstran menyisakan banyak teka-teki sejarah yang tak kunjung terjawab
secara memuaskan. Terutama mengenai surat rahasia itu, siapa sebenarnya yang
paling mungkin menulisnya? Demikian juga mengenai orang yang paling bertanggung
jawab sebagai eksekutor dalam pembunuhan Utsman, sehingga lebih pantas untuk di
Qishas kepadanya? Kemudian, mungkinkah ada aktor intelektual yang bekerja
secara sistematis di belakang layar dari jaringan gerakan pembangkangan
terhadap Khalifah Utsman itu, sebagaimana di sebut-sebut adanya tokoh misterius
Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang kemudian berpura-pura mauk Islam dan
kemudia membawa paham-paham aneh ke tubuh Umat?
Ketidak pastian jawaban
terhadappersoalan-persoalan di atas tidak lah kecil artinya dalam menambah
keruhnya situasi politik di sepanjang masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang
di baiat menggantikan Utsman.
BAB III
P E N U T U P
Berdasarkan uraian
yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan dan saran – saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
A. Kesimpulan
1. Khulafa ar-Rasyidun yang
ketiga Utsman bin Affan memiliki ciri khusus mulai dari kepribadian yang
dikenal orang sebagai seorang yang penmalu tapi bukan berarti lemah namun tetap
semangat terbukti dengan beberapa prestasi yang dikhususkan dari kahalifah
sebelumnya maupun sesudahnya, antara lain telihat dari keberaniaan dalam
menjadikan stsandarisasi bacaan Al Qur`an. Dan tetap melanjutkan perluasan
daerah keberbagai tempat yang sebelumnya dikuasai oleh kekuasaan besar yaitu
Romawi dan Persia.
2. Namun semua kebaikan yang
dilakukan terkadang masih disalah artikan oleh beberapa kalangan, hal ini tak
terlepas dari perseteruan politik dari pihak yang sejak awal pengangkatan
khalifah Utsman menginginkan Ali yang seharusnya layak menggantikan Umar. Masih menjadi tanda tanya siapa gerangan dibalik semua makar besar
yang berakhir dengan pembunuhan Utsman, banyak kalangan ahli sejarah mengatakan
seorang yang dahulunya beragama Yahudi bernama Abdullah bin Saba` yang berada
dibalik semua ini. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar bahwa ’Cerita-cerita
tentang Abdullah bin Saba` terkenal didalam buku-buku sejarah’. Sedankan
al-Syututhi dalam ceritanya tentang penolakan penduduk Mesir terhadap Abdullah
bin Saba` pada awalnya mengatakan’ lalu banyak orang dari pendudduk Mesir
tergoda olehnya, dan itu adalah permulaan pengerahan masa terhadap Utsman’.
3. Sejarah Utsman bin Affan sangat banyak
meninggalkan tanda tanya, yang dikemudian hari padapemerintahan khalifah
setelahnya menjadi sumber dari fitnah diantara sahabat-sahabat senior.
Pelajaran ini sangat berharga mengingat perpecaahn dalam tubuh umat islam
generasi awal tidak lepas dari propoganda-proppoganda yang tidak menginginkan
uamt Islam tetap dalam kejayaan
B. saran - saran
1. Disarankan kepada para mahasiswa/I untuk
memperdalam ilmu pengetahuan terutama tentang ilmu kalam, karena dengan mempelajari Sejarah Peraban Islam kita
akan mengenal secara detail peradaban
dalam islam.
2. Disarankan kepada para
mahasiswa/I untuk memperbanyak membaca, karena dengan banyak membaca banyak
ilmu yang kita dapatkan.
3. Disarankan kepada mahasiswa
untuk dapat menjadi tauladan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. II, Kalam Muliya, Jakarta, 2006.
Syeh
Muhammad Said, pntj Khairul Amru Harahap, Tokoh-Tokoh BesarIslam Sepanjang
Sejarah, cet. I, Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 2007.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Jaih Mubarok, Sejarah
Peradaban Islam,
Bandung: Pustaka Islamika, 2003.
Syeh Ahmad
Semait, Sepuluh Yang Dijamin Masuk Syurga, Cet. I, Singapura:
Pustaka Islamiyah Pte Ltd.
Muhammad Husain
Haekal, Usman bin Affan, Cet. IV, Jakarta:
Litera Antar Nusa, 2006.
[6] Ibid., hal. 168.
[7] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan, Cet. IV, (Jakarta: Litera Antar Nusa,
2006), hal. 124.
0 Comments
Post a Comment