A.
Usaha yang di Tempuh untuk Mengantisipasi Dampak
Riba
Adapun upaya yang dilakukan dalam
mengantisipasi praktek riba adalah:
1. Upaya
yang bersifat preventif (pencegahan)
Adapun
upaya yang sifatnya preventif adalah sebagai berikut:
a). Menerapkan
sistem pendidikan Islam yang benar
Islam adalah agama Islam dan cahaya, bukanlah suatu agama
kebodohan, sumbernya adalah wahyu Allah al-Qur’ân, dia merupakan kitab ilmu.
Ayat-ayat yang pertama kali diturunkan adalah:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ,
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ, اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ,
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ,
عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ) النساء:١٦١(
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah,
yang mengajarkan manusia dengan kalam.
Dia mengajarkan manusia apa yang tiada di ketahui. (Qs. Al- ‘Alaq: 1-5).
Membaca adalah kunci untuk memahami ilmu, al-Qur’ân
diturunkan untuk orang-orang berilmu, sebagaimana firman Allah dalam surat Fushilat
ayat 3 :
كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً
لِّقَوْمٍ يَعْلَمُونَ) فصلت:٣(
Artinya: Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa
Arab, untuk kaum yang berilmu. (Qs. Fushilat : 3).
Al-Qur’ân telah menjadikan ilmu sebagai asas dan kemuliaan
antara manusia. Allah berfirman dalam surat
Az -zumar ayat 9 :
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِداً
وَقَائِماً يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ) الزمر:٩(
Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (Qs. Az-Zumar : 9).
Demikian juga ahlul ilmi adalah
orang-orang yang paling takut kepada Allah
dan bertakwa kepada-Nya, Allah berfirman dalam surat Al-fatir ayat 28 :
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء
إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ) فاطر:٢٨(
Artinya: Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama
. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Qs. Fatir: 28)
Al-Qur’ân memandang penelitian itu suatu yang wajib,
berfikir itu suatu ibadah, mencari kebenaran itu suatu qurbah
(mendekatkan diri kepada Allah), mempergunakan alat-alat pengetahuan itu
sebagai pernyataan syukur terhadap nikmat Allah dan mengabaikan hal itu semua
jalan menuju neraka jahannam. al-Qur’ân dalam banyak ayat
menggunakan kata-kata “Ulil Albâb”, “Ulil Abṣar”. Yang dimaksud dengan istilah “Bashar”
disini adalah akal, bukan mata yang ada dikepala. Dan banyak sekali bagian
akhir ayatnya yang mengingatkan akal yang sedang lalai, seperti:”Afala
ta’qilun, Afala tatafakkarun”.
Umat Islam yang berilmu ”mempunyai kedudukan langsung
sesudah para Anbiya atau para Nabi.”[1]
Rasulullah s.a.w bersabda:
العلماء
ورثة الآنبياء (رواه أحمد )
Tampaknya tidak ada perealisasian syari’at Islam kecuali
melalui proses pendidikan dan penempaan diri, generasi muda dan masyarakat
dengan landasan iman dan tunduk kepada Allah. Untuk itu pendidikan Islam
merupakan amanat yang harus dikenalkan oleh generasi ke generasi berikutnya,
terutama dari orang tua atau pendidik kepada anak-anak dan murid-muridnya. Dan
kecelakaan akan menimpa orang-orang yang mengkhianati amanat itu. Pendidikan
Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman
pada syari’at Allah. Artinya manusia tidak merasa keberatan atas ketetapan Allah
dan Rasul-Nya.
Dengan demikian tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia
dari keburukan dan kerugian kecuali beriman kepada Allah dan juga hari Akhirat,
beramal shaleh dan saling berpesan menetapi kesabaran dam mewujudkan kebenaran
serta memerangi kebathilan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’ân surat Al- Ashr ayat
1-3:
وَالْعَصْرِ, إِنَّ
الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ,
إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ ) العصر:٣-١(
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan nasehat
menasehati supaya mena’ati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi
kesabaran. (Qs. Al-Ashr: 1-3)
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa ”Keselamatan manusia dari
kerugian dan azab Allah dapat tercapai melalui tiga bentuk pendidikan berikut.
Pertama, pendidikan individu yang membawa manusia pada keimanan dan
ketundukan kepada syari’at Allah serta beriman kepada yang Gaib; Kedua,
pendidikan diri yang membawa manusia pada amal saleh dalam menjalani hidupnya
sehari-hari; dan, Ketiga, pendidikan masyarakat yang membawa manusia
pada sikap saling pesan dalam kebenaran dan saling memberi kekuatan ketika
menghadapi kesulitan yang ada pada intinya, semuanya ditujukan untuk beribadah
kepada Allah”[3]
Jadi, kedudukan pendidikan bagi umat Islam sangat penting dan tidak bisa
dipisahkan. Karena pendidikan merupakan faktor yang menentukan maju mundurnya
perdaban umat Islam. Umat Islam akan mencapai puncak kejayaan apabila
pendidikan berhasil, akan tetapi sebaliknya kemunduran dan kehancuran akan
dialami apabila pendidikan gagal dilaksanakan.
b). Menjelaskan
tentang bahaya riba dalam kehidupan
Di dalam Islam dalam pengharaman riba dijelaskan secara
logis tentang bahaya riba dan sebab- sebab Allah mengharamkannya, sehingga bagi
masyarakat yang meninggalkan riba, benar-benar dengan suatu keyakinan dan bukan
karena mengekor kepada orang lain. Ahmad
Mustafa Al-Marâghi, menjelaskan tentang sebab-sebab pengharaman riba yaitu:
Pertama, Riba bisa menghambat seseorang dalam mengambil profesi yang
sebenarnya, seperti berbagai jenis keahlian dan perindustrian. Maksudnya orang
yang mempunyai uang dan bisa mengembangkan kekayaannya dengan jalan riba, maka
orang tersebut akan meremehkan kerja. Sebab alur rezeki dapat mereka tempuh
melalui jalur riba itu. Lalu, ia terbiasa dengan kemalasan, dan membenci
pekerjaan. Yang menjadi tujuan adalah mengeruk kekayaan orang lain dengan cara
yang bathil yang tidak dibenarkan oleh agama. Kedua, Riba
dapat melahirkan permusuhan, saling benci, bertengkar dan saling baku hantam.
Sebab riba itu mencabut rasa belas kasihan dari hati dan mencemarkan harga
diri, lantaran riba, perasaan saling rasa kejam dan sadis yang tak berperi
kemanusiaan. Sehingga apabila terdapat seseorang yang miskin dan lapar, tidak
ada seorang pun yang mau menolongnya untuk memberikan makanan guna menutupi
kelaparan itu. Ketiga, Allah menggariskan secara muamalah antara sesama manusia di
dalam hal bisnis. Antara satu pihak dengan pihak yang lain, dibolehkan
mengambil keuntungan dengan jual-beli. Tetapi dalam riba, uang diambil tanpa
adanya pengganti (barang) dan ini merupakan suatu perbuatan yang dhalim. Keempat, Akibat dari perbuatan riba adalah kerusakan dan kehancuran.
Banyak kita jumpai, bahwa harta seseorang ludes, rumah tangga hancur, karena
mereka memakan riba.”[4]
c). Mengajarkan tentang jual beli yang halal
Jual beli adalah sesuatu yang
dihalalkan oleh Allah yang merupakan kebalikan dari riba. Seperti di dalam
firman Allah dalam surat
Al-baqarah ayat 275:
... وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا… ( البقرة:٢٧٥(
Artinya: ...Allah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba (Qs. Al- Baqarah: 275).
Hendi Suhendi mendefinisikan bahwa jual beli adalah: ”Suatu
perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela
di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain yang
menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara’ dan di
sepakati.”[5] Ada perbedaan yang sangat penting untuk
diketahui sebagai alasan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Menurut Anwar Iqbal Al-Quresyi dalam bukunya, ada beberapa kriteria yang
membedakan antara riba dengan jual beli yaitu:
Pertama, Hal yang menyebabkan riba dilarang karena perbuatan ini
memungkinkan seseorang memaksakan pemilikan harta benda orang lain tanpa alasan
yang yang diizinkan oleh peraturan ataupun yang akan diberikan keuntungan bagi
sipemiknya. Orang yang melakukan perampasan ini, tidak akan memperdulikan hak
orangn lain yan diperas yang menyebabkan orang yang berhutang tadi jadi sangt
miskin,karena itu hal tersebut termasuk tindakan yang sangat tidak adil. Kedua, Penghasilan yang diterima dari bunga uang menghambat si
penerimanya (pemberi hutang) untuk ikut
berusaha memasuki suatu jabatan atau pekerjaan di dalam masyarakat, karena ia
dengan gampang saja membiayai hidupnya dengan bunga uang atau pinjaman
berjangka. Karena itu ia tidak mau lagi berusaha untuk memangku jabatan yang berhubungan
dengan dipakai tenaganya atau sesuatu yang dibutuhkan kerja keras. Hal ini akan membawa kemunduran
terhadap masyarakat yang seperti telah menjadi kenyataan, dunia tidak bisa
berkembang dengan baik tanpa perdagangan, seni dan kerajinan tangan. Ketiga, Riba atau pembungaan uang dilarang
karena hutang selalu menurunkan harga diri dan kehormatan seseorang di dalam
masyarakat tidak lagi mau pinjam meminjam uang. Sebaliknya bila diizinkan, masyarakat dengan maksud ingin
memenuhi kebutuhannyayang semakin lama bertambah besar, tidak akan segan-segan
meminjam uang walau seberapapun tinggi bunganya. Hal ini akan menghancurkan
perasaan saling hormat menghormati, sifat-sifat baik manusia serta perasaan
berhutang budi. Keempat, Alasan lain mengapa semua transaksi
yang berhubung dengan pembungaan uang dilarang, karena dengan adanya perbuatan
tersebut, mereka yang meminjam uang akan menjadi miskin, sedang yang memberi
pinjaman akan mendapat keuntungan terus menerus (bunga). Seandainya riba diizinkan akan
menjadi tamatlah orang-orang kaya yang mengumpul uang orang-orang miskin
melalui pemberian pinjaman dan penarikan bunganya.
Kelima, Dalam sistem jual beli selalu ada kemunakinan untung ataupun
rugi, sedangkan dalam sistem riba orang yang mempunyai modal terus menerus
beruntung dan tidak pernah rugi. Bagaimanapun besarnya keuntungan dari jual
beli, ia hanya didapat sekali saja dari modal yang dikeluarkan. Sedangkan
sistem riba merengguk keuntungan terus menerus dari hasil jerih payah orang
lain.
Keenam, Alasan terakhir adalah karena Kitab suci Al-Qur’an
undang-undang tertinggi dalam Islam, memerintahkan secara tegas dan tidak dapat
ditawar-tawar pelanggaran terhadap segala bentuk riba dan menghalalkan
jual-beli.”[6]
Dari penjelasan di atas sangatlah jelas tentang perbedaan
antara jual beli dengan riba sehingga Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
2.
Upaya yang sifatnya kuratif (memberi
solusi)
a).
Memotifasi umat untuk berlomba dalam
mengerjakan kebaikan
Islam menganjurkan umatnya untuk berlomba-lomba atas kebaikan
dan berbuat amal saleh, serta menghindari sifat yang dapat merusak dalam
kehidupan manusia. Di antara yang dianjurkan oleh Islam untuk mengantisipasi
riba adalah sebagai berikut:
1) menganjurkan
untuk menyuburkan sedekah
Di dalam Islam sangat dilarang praktek riba dan dianjurkan
untuk menyuburkan sedekah. Seperti di dalam firman Allah:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ) البقرة :٢٧٦(
Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.
dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa. (Qs.Al- Baqarah: 276).
2)
Memberikan
hutang kepada orang yang kesukaran
Orang yang kaya dianjurkan untuk memberikan bantuan dan
utang kepada orang yang kesukaran dengan tidak memungut riba pada saat
pembayaran hutang tersebut. Bahkan Allah menyuruhnya untuk menyedekahkan utang
yang tidak sanggup untuk dibayar seperti di dalam firman-Nya dalam surat Al – baqarah ayat
280:
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى
مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ) البقرة:٢٨٠(
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(Qs. Al- Baqarah: 280).
3) Dengan
membolehkan syirkatu ‘il-mudharabah (serikat dagang), yaitu kapital dari
seseorang kemudian digolongkan (diusahakan) oleh orang lain. Keuntungan di bagi
dua sesuai dengan jumlah yang telah disepakati bersama. Jika rugi, maka
penanggung kerugian adalah orang yang mempunyai kapital. Sedang orang yang
menggolongkannya, ia tidak ikut menanggung, karena cukup baginya dengan
pengorbanan waktu dan tenaga dalam mengembangkan modal tersebut.
4) Dengan
memperkenankan perjualan as-salam, yaitu penjualan suatu barang dengan
pembayaran didahulukan. Maka, barangsiapa yang sangat memerlukan uang, ia dapat
menjual sesuatu pada musim dihasilkannya dengan harga yang sesuai, dengan
persyaratan yang sesuai.
5) Dengan
memperkenankan ”Penjualan dengan pembayaran di tangguhkan”, yaitu dengan
tambahan dari harga dalam penjualan kontan. Islam membolehkannya untuk
kemeslahatan manusia, dan untuk menghadari praktek riba.
6) Dengan
menganjurkan didirikannya lembaga-lembaga qiradh yang baik, secara individual
atau kolektif, bahkan di bawah pengelolaan pemerintah, untuk merealisasikan
prinsip solidaritas sosial antar umat manusia.
7) Membuka
lembag-lembaga zakat untuk menolong orang yang tidak dapat membayar hutang,
membantu orang yang tidak punya, atau orang asing yang kehabisan bekal.
8) Pemerintah
harus meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dengan pembangunan ekonomi
terhadap masyarakat miskin sehingga mereka dapat terhindar dari hutang- piutang
yang menggunakan sistem riba.
9) Harus
Adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh pakar ekonomi Islam untuk
mendirikan perbankan syariah untuk
mengantisipasi terjadinya dampak riba di dalam perbankan
3. Upaya
refresif (penegakan hukum)
Adanya peluang untuk daerah NAD
untuk melarang praktek riba dalam berbagai jenisnya di dalam masyarakat karena
telah adanya keistimewaan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam pemberlakuan
syariat Islam. Salah satu penegakan syariat Islam yaitu dengan mengharamkan
praktek riba dalam kehidupan masyarakat secara umum.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa
riba mempunyai dampak secara psikologi baik dari segi kognisi, afeksi,
perilaku, persepsi dan rohani umat Islam. Adapun solusi yang dapat dilakukan
untuk mengantisispasi riba adalah dengan upaya yang bersifat preventif (pencegahan),
Kuratif (pengobatan, memberikan solusi) dan refresif yaitu dengan adanya penegakan hokum tentang
pengharaman riba.
[1] M.
Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Cet. VI,
(Jakarta: Bulan Bintang), hal. 34.
[2]
Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz V, (Beirut: Al- Maktabah Al- Islami,t.t.), hal. 196.
[3]
Abdurrahaman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
terj. Shihabuddin, Cet. I, (Jakarta, GIP, 1995), hal. 26-27.
[4]
Ahmad Mustafa Al-Marâghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrum Abu Bakar, juz
III, Cet. I, (Semarang: Toha Putra, 1984), hal. 101-103.
[6]
Anwar Iqbal Quresyi, Islam dan Teori Pembungaan Uang, Cet. I, (Jakarta:
Tintamas, 1985), hal. 84-86.
0 Comments
Post a Comment