Metode (Corak) Berpikir Azyumardi Azra


A.    Metode (Corak) Berpikir Azyumardi Azra

                 Azyumardi Azra adalah “tokoh yang tidak pernah diam, obsesinya yang besar untuk mengubah pemikiran Islam di Indonesia, telah pula ditorehkan melalui karya-karya geniusnya”[1]. Baik dalam bentuk tulisan artikel dan esei yang dimuat diberbagai media massa maupun sejumlah buku yang pernah di terbitkannya.
                 Pandangan keagamaan yang lebih apresiatif terhadap ritual ibadah dan diwarnai dengan tasawuf ternyata lebih semarah dan kaya. Dalam menjalani kesibukan sehari-hari, misalnya Azyumardi Azra senantiasa berupaya melaksanakan prinsip-prinsip qanaah. sikap merasa puas dan sudah cukup dengan apa yang ada tanpa harus menjadi pasif alias tetap melaksanakan aktivitas sebaik-baiknya. Aktivisme tetap dipegangnya sementara qanaah dibutuhkan sebagai pengimbang agar tidak ngoyo sehingga akhirnya stres.
                 Azyumardi Azra juga sangat percaya kepada takdir bahwa perjalanan hidup kita tidak bisa direncanakan karena Allah S.W.T jualah yang menetapkan semuanya, yang bisa kita lakukan adalah apa yang sudah menjadi tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya, Azyumardi Azra yakin betul kalau prinsip itu kita jalankan.
                 “Metode pemikiran Azyumardi Azra tentang pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien”[2]. Azyumardi Azra juga menegaskan bahwa “pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu”[3].  dalam penilaian kembali secara kritis terhadap pendidikan nasional pada masa orde baru khususnya terlihat sejumlah masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan. 
                 Karena kemampuam intelektualnya yang sangat pesat beliau sering menghiasi berbagai media karena analisisnya yang memang tajam. Jadi tidak heran kalau dia sering dijadikan nara sumber bagi wartawan yang menginginkan berita aktual dan patut untuk disimak, semua itu menunjukkan kalau pemikiran  Azyumardi Azra yang kini menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, memang jernih, akurat dan tajam.
                 “Pengalaman keislaman Azyumardi Azra yang lebih intens setelah Azyumardi Azra dengan yakin mempelajari tradisi ulama dan kecenderungan intelektual mereka”[4]. Azyumardi Azra tidak hanya berkhidmat pada kehidupan sosial tetapi memegang prinsip yang kuat, sebab Azyumardi Azra berkewajiban membimbing dan membina disemua kalangan terutama mahasiswa, karena tugas membutuhkan jiwa pengabdian yang tulus dan murni, mengingat mahasiswa berada pada posisi yang strategis dalam masyarakat. Mereka adalah penyambung lidah rakyat terhadap pemerintahan, pengingat gerakan moral juga wadah pembelajaran politik masyarakat, selain itu yang terpenting mereka adalah penerus sekaligus harapan Bangsa. 
                 Azyumardi Azra tetap optimistis terhadap gerakan mahasiswa, namun disisi lain Azyumardi Azra menyayangkan banyaknya kalangan akademisi yang disebutnya sebagai the best human recourses, banyak yang terjun ke politik praktis. Karena bagaimanapun objektivitasnya masih sangat dibutuhkan di dunia akademis. Hak politik pribadi seseorang tidak harus diekspresikan dengan keterlibatan langsung dalam politik. Masih banyak garapan kaum intelektual dalam pemberdayaan masyarakat.
                 Menurut Azyumardi Azra “cita-cita bukanlah hal krusial dalam hidup lebih-lebih bersifat obsesi. Baginya, prinsip hidup lebih penting dari pada cita-cita. karena itu bakal perjalanan hidupnya ada komitmen dalam menjalankan prinsip”[5]. Apa yang dikerjakan hari ini lebih baik dari hari kemaren. Dalam berprinsip, Azyumardi Azra agaknya ingin meneladani hadis Nabi Muhammad S.A.W.  Dengan menjalankan  prinsip sebaik-baiknya maka pencapaian terhadap sesuatu hanyalah merupakan implikasi dari komitmen tersebut. Bukan merupakan suatu keinginan dan tidak mengherankan jika Azyumardi Azra yang mengaku tidak punya cita-cita, justru menjadi figur yang dicita-citakan seseorang.
                 “Pemikiran Islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam, Dalam hal ini hasil pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan muslim, khususnya dalam pendidikan menjadi rujukan penting pengembangan pendidikan Islam”[6]. Pemikiran mereka ini pada dasarnya merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam. Terlepas dari hasil refleksi itu apakah berupa adealisasi atau kontekstualisasi ajaran-ajaran Islam, yang jelas warisan pemikiran Islam ini mencerminkan dinamika Islam dalam menghadapi kenyataan-kenyataan kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Karena itu terlepas pula dari keragaman warisan pemikiran Islam tersebut, ia dapat di perlakukan secara positif dan kreatif untuk pengembangan pendidikan Islam.
                                                 



[1] Azra, Pendidikan ..., hal. 67.
[2] www. Ilmu Pengetahuan. 23-6-2011, jam. 16.00

[3] Ibid
[4] Azra, Konflik ..., hal. 68.

[5] Azra, Konteks ..., hal. 252.
[6] Azra, Pendidikan ..., hal. 9.

0 Comments