A.
Sekolah
Kendala yang paling terlihat dalam pelaksanaan kurikulum berbasis
karakter ini adalah proses pengadaan buku dan sarana pendukung lainnya yang
dinilai belum lengkap. Menurut Ibu Agusniati, Kepala Raudhatul Athfal Al-Khanza
Kota Juang Bireuen menyatakan bahwa: “buku dan sarana pendukung lainya dalam
penerapan kurikulum berbasis karakter belum sepenuhnya didistribusikan oleh
pemerintah.”.[1]
Buku dan sarana pendukung lainnya sama sekali belum didistribusikan, mereka
mengaku, kesulitan yang paling utama jika buku tidak kunjung didistribusikan
adalah terhambatnya pembelajaran.
Kesiapan infrastruktur pembelajaran di sekolah. Sekolah
perlu menyiapkan infrastruktur dalam dimensi materi ajar, sarana pembelajaran,
ketercukupan waktu pembelajaran, dan target capaian pembelajaran yang
memperhatikan kondisi objektif serta jika memungkinkan mengadopsi nilai
kearifan lokal dalam pemahaman pendidikan lingkungan. Kedua; kompetensi guru.
Kompetensi guru dalam mengaktualisasikan kurikulum baru tersebut harus sesuai
dengan disiplin keilmuan dan orientasi penyampaian ilmu/bidang studi.
Selanjutnya Lingkungan sekolah perlu dikondisikan agar
lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para
peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun
kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter
yang dituju. Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar di luar kelas yang
terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau kegiatan ekstra
kurikuler (kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait
langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Kepramukaan, Palang Merah
Remaja, Pecinta Alam, dan sebagainya) perlu dikembangkan proses pembiasaan dan
penguatan dalam rangka pengembangan karakter