-->
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam


BAB I
P E N D A H U L U A N


A.    Latar Belakang Masalah
Takabur menurut bahasa artinya “sombong atau membanggakan diri”. Sedangkan menurut istilah takabur adalah “Sikap berbangga diri dengan beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang paling hebat dan benar dibandingkan dengan orang lain”.[1] Takabur atau sombong merupakan sifat yang tercela dan berbahaya. Bagi orang yang takabur, Allah swt. akan memberi balasan berupa neraka jahanam, Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat An-nahli ayat 20 yang berbunyi:
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ لاَ يَخْلُقُونَ شَيْئاً وَهُمْ يُخْلَقُونَ) النحل :٢٠(
Artinya: Masuklah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri.”(Qs. An-Nahl: 29)

Islam sangat melarang umatnya memiliki sifat takabur ( sombong ) karena kesombongan akan membuka jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dalam lingkungan masyarakat. Disamping itu, kita harus sadar bahwa semua yang kita miliki hanyalah pemberian dan titipan Allah swt. Oleh karena itu , tidak ada alasan manusia untuk menyombongkan diri, bahkan sebaliknya kita harus mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh Allah swt. sebagai nikmat dan karunia. Dalam QS An-Nisa ayat 36 yang berbunyi:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً) النساء: ٣٦(
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Qs. An Nisa: 36)

Takabur (kesombongan) merupakan akhlak batin, yang muncul karena amal, yang berarti takabur merupakan buah dari amal, lalu tampak dalam tindakan anggota badan. Akhlak ini merupakan hasrat untuk menampakkan diri di hadapan orang yang akan disombongi, agar ia terlihat lebih hebat dari yang lain, dengan memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Pada saat itulah ia menjadi orang yang sombong.[2]
Namun, di sisi yang lain disadari atau tidak, terkadang seseorang menampakkan sikap angkuh dan sombongnya. Apabila sikap sombong ini hanya dilakukan sesekali, barangkali orang yang di sekelilingnya belum memberikan predikat sebagai orang yang sombong. Predikat sombong ini biasanya baru diberikan ketika perbuatan sombong itu berulang-ulang kali dilakukan dan ditampakkannya, baik berupa sikap, perkataan, maupun cara bertingkah laku.
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita menghindarkan diri dari sifat dan perilaku sombong ini. Teladan seorang muslim adalah Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok manusia yang bergelimang kemuliaan dan kelebihan, namun beliau tidak pernah sedikitpun merasa lebih dan sombong walaupun beliau seorang Rasul yang mempunyai banyak kelebihan-kelebihan di berikan oleh Allah.Jadi, Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang mempunyai derajat tinggi, tetapi tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari para pengikutnya.
Sikap takabur juga merupakan suatu sikap yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasulnya, karena manusia sebagai ciptaan Allah tidak berhak memiliki sikap takabur ini. Manusia harus menyadari bahwa segala yang dimiliki oleh manusia, baik kekayaan, kepandaian dan jabatan, itu hanyalah pemberian Allah yang tidak akan pernah kekal abadi. Oleh karena itu, manusia tidak berhak memiliki sifat takabur yang sangat dibenci oleh Allah ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat: 146, yangb berbunyi:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِن يَرَوْاْ كُلَّ آيَةٍ لاَّ يُؤْمِنُواْ بِهَا وَإِن يَرَوْاْ سَبِيلَ الرُّشْدِ لاَ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً وَإِن يَرَوْاْ سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَكَانُواْ عَنْهَا غَافِلِينَ) الأعراف: ١٤٦(
Artinya: Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku) , mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.. (Qs. Al-‘Araf: 146)

Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman dalam A-Quran bahwa yang menyebabkan Iblis murka kepada Allah adalah, karena Iblis memiliki sikap takabur, sehingga iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam, hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ) البقرة: ٣٤(
Artinya:   Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah, kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Baqarah: 34)

Berdasarkan dua ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah sangat membenci dan murka kepada orang-orang yang memiliki sifat somabong dan takabur, karena yang berhak bersifat demikian hanyalah Allah SWT. Sedangkan manusia sebagai ciptaan Allah tidak berhak memiliki sifat takabur tersebut. Sombong adalah watak utama dari Iblis, seperti yang tergambar pada ayat di atas. Sifat sombong memang bisa hinggap pada siapapun, namun yang lebih dominan adalah mereka yang mempunyai banyak potensi.
Salah satu penyakit hati yang dapat menutup jalannya hidayah Allah kepada manusia adalah takabur. Penyakit ini bisa melanda seluruh lapisan masyarakat, dari yang kaya sampai yang miskin, orang alim dan bodoh, yang muslim maupun non muslim. Demikian pula, yang terjadi dalam realita di zaman modern sekarang ini, banyak manusia yang muslim memiliki sifat takabur ini. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan muslim sehari-hari. Masih banyak orang muslim yang terlalu berbangga-bangga dengan harta kekayaan dan jabatan, sehingga ia merasa takabur dan sombong dengan apa yang ia miliki. Ia tidak sadar bahwa semua itu adalah milik Allah yang suatu saat akan kembali kepada-Nya.
Berdasakan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil judul skripsi “Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam
B.    Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan proposal skripsi  ini adalah sebagai berikut : 
1.     Bagaimana pandangan Islam tentang sifat takabur?
2.     Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya sifat takabur pada manusia?
3.     Bagaimana upaya mengatasi takabur menurut pendidikan Islam?
C.    Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam penulisan proposal skripsi  ini adalah sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang sifat takabur.
2.     Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya sifat takabur pada manusia.
3.     Untuk mengetahui Bagaimana upaya mengatasi takabur menurut pendidikan Islam.
D.    Kegunaan Pembahasan
               Adapun yang menjadi kegunaan pembahasan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah:
              Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam. Selain itu  hasil pembahasan ini dapat di jadikan bahan kajian bidang study pendidikan.
              Secara praktis, hasil pembahasan ini dapat memberikan arti dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
E.    Penjelasan Istilah
Adanya kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga mengakibatkan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: takabur, cara mengatasi dan pendidikan Islam.
1.     Takabur
Takabur menurut Bahasa adalah “merasa diri mulia, hebat, pandai, dan sebagainya”[3]. Sedangkan takabur atau sombong menurut istilah adalah “Membesar-besarkan diri dengan anggapan serba sempurna dan tidak mau menerima kebenaran orang lain”.[4]
Takabur yang di maksud adalah sifat tercela yang tidak boleh ada pada seorang muslim, karena sikap ini merupakan suatu sikap yang sanagat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.

2.     Cara Mengatasi
Cara adalah “suatu jalan yang di tempuh untuk melaksanakan sesuatu”.[5] Sedangkan pengertian mengatasi adalah menghindarkan atau melintasi kesulitan, kesukaran dan mengalahkan sesuatu.[6]
Cara mengatasi yang dimaksudkan di sini adalah jalan atau metode yang digunakan seseorang untuk menghindari diri dari sifat takabur yang dapat membawa ia kepada murka Allah dan laknat-Nya.
3.     Pendidikan Islam
Dalam Bahasa Inggris pendidikan identik dengan education atau educ berarti pendidik.19 Educ berarti menghasilkan dan mengembangkan, mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material, yang meliputi spesies hewan dan tidak terbatas pada hewan yang berakal atau manusia.20 Para ahli sebagaimana di kutip Uyoh sadulloh mengatakan bahwa pendidikan adalah “bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.”21
Pendidikan dari segi bahasa dimaknai sebagai perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya.[7]23 Sedangkan Suganda Poerbawakarya mendefinisikan "Pendidikan itu adalah suatu usaha manusia membawa si anak ke tingkat kedewasaan dalam arti sadar dalam memikul tanggung jawab segala perbuatan secara moral".24
Dari berbagai definisi yang telah penulis kemukakan dapat dipahami bahwa pendidikan  adalah suatu Proses bimbingan yang serius dan mempunyai kesadaran menuju taraf kedewasaan yang penuh kesempurnaan dan lebih mendalam, maka pengertian pendidikan mempunyai makna-makna yang bervariasi. Hal ini sangat tergantung pada tujuan dan sudut pandangan yang beragam.
Istilah pendidikan jika dilihat dalam kependidikan Islam, terdiri dari banyak ungkapan, yang satu sama lain memiliki makna yang berbeda-beda, seperti kata al-Ta’lim. Al-Ta’lim biasanya diterjemahkan dengan pengajaran. Pendidikan juga disebut dengan al-Ta’dib. Al-Ta’dib secara etimologi diterjemahkan dengan perjamuan makan atau pendidikan sopan santun.25 Sedangkan Al-Ghazali  sebagaimana dikutip dalam buku Ramayulis menyebutkan bahwa pendidikan dengan sebutan “al-Riyadha”t. Al-Riyadhat dalam arti bahasa diterjemahkan “dengan olah raga atau pelatihan”.26
Sementara itu, kata “Islam” berasal dari bahasa Arab yang artinya “menyerahkan diri, yaitu menyerahkan diri kepada Tuhan dengan tunduk dan patuh kepada segala peraturan”.27 Sedangkan Muhammad Abduh memberikan definisi Islam adalah “agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan terpelihara serta difahamkan dengan rapi dan teliti sekali oleh para sahabat beliau dengan orang-orang yang hidup pada zaman sahabat itu”.28
Jadi, jika digabungkan kedua istilah penjelasan di atas, yakni kata ”Pendidikan” dan ”Islam” maka akan menjadi ”Pendidikan Islam” yang jika didefinisikan nicaya akan melahirkan rumusan yang berbeda pula, yang intinya juga tetap saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain berlandaskan sisi mana yang akan disorot. Abdul Fida Kastori mengemukakan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut: ”Suatu usaha untuk menumbuhkan, mengembangkan, mengawasi dan memperbaiki seluruh potensi fitrah manusia secara optimal dengan sadar dan terencana menurut hukum-hukum Allah yang ada di alam semesta maupun di dalam al-Qur’an.”30
Berdasarkan rujukan terhadap beberapa definisi di atas, penulis memahami bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang berlandaskan pada konsep-konsep yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Adapun pendidikan Islam yang penulis maksudkan di sini adalah proses memberdayakan atau mengembangkan semua talenta (bakat), minat, dan kemampuan baik fisik maupun mental melalui pengajaran nilai-nilai luhur oleh orang yang bertanggung jawab terhadap anak didik menuju tingkat kedewasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan baik itu di dalam pendidikan formal, informal maupun dalam pendidikan nonformal.
Pendidikan yang dimaksudkan yaitu pendidikan yang harus diberikan kepada  kepada setiap muslim agar mereka bisa menghindari dari sifat takabur yang dapat membawa kehancuran dan kerusakan terhadap muslim itu sendiri.
F.     Metodelogi Penelitian
            Adapun metodelogi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     Jenis Penelitian
Penelitian ini digolongkan kedalam penelitian kepustakaan (library research) karena data yang diteliti berupa naskah-naskah atau majalah-majalah yang bersumber dari khazanah kepustakaan.[8] Untuk itu, data yang akan diambil sepenuhnya barasal dari kepustakaan atau buku-buku.
2.     Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif: suatu penelitian yang menggambarkan tentang Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam. dalam hal ini Sukardi menjelaskan bahwa: metode kuantitatif merupakan suatu metode yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah pengaruh tingkat satu variabel atau lebih”.[9] Selanjutnya Sukardi, mengatakan pula bahwa:
“Penelitian kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang menggunakan angka-angka dalam menjelaskan hasil penelitian atau metode yang menunjukkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang diambil suatu hubungan dengan kesehatan, pandangan, sikap yang nampak atau kecenderungan yang sedang nampak, pertentangan yang sedang meruncing dan sebagainya”.[10]

3.     Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini adalah : Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam.
4.     Sumber Data
Penelitian ini menggunakan 2 ( dua ) sumber data yaitu: sumber data primer dan sumber data skunder.
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[11]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah:
1.     Ibnu Qudamah, Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1997.
Sumber data skunder adalah sumber data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang luar penyelidik itu sendiri walau yang dikumpulkan itu sebenarnya adalah data asli.[12] Data skunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang mempunyai relevansi untuk memperkuat argumentasi dan melengkapi hasil penelitian ini. Adapun peneliti terdahulu antara lain:
1)     Herlinawati, (STAI TGK. CHIEK PANTE KULU). Pada tahun 2009 dengan judul : Takabur Dalam Tinjauan Pendidikan Islam.
5.     Tehnik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan adalah metode survey literatur, yaitu mencari data mengenai catatan–catatan terdahulu antara lain melalui:
1)     Risalah Tauhid, Terj. Firdaus AN karya Muhammad Abduh
2)     Ilmu Pendidikan Islam, karya Ramayulis,
3)     Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, karya Ahmad Tafsir.
4)      Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Muhibuddin Syah
6.     Tehnik Analisa Data
Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:
1)     Metode Deskriptif
Yaitu peneliti menguraikan secara teratur seluruh konsepsi buku.[13]
2)     Metode Induktif
Dengan berdasarkan pada analisa isi kitab tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan dengan metode induksi, yaitu menganalisa semua bagian dan semua konsep pokok satu persatu dan dalam hubungannya satu sama lain agar darinya dapat dibangun suatu pemahaman sintesis[14].
G. Sistematika Penulisan
            Adapun sistematika dalam penulisan dalam pembahasan proposal skripsi  ini adalah sebagai berikut :
            Pada bab satu terdapat pendahuluan meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, kegunaan pembahasan, penjelasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Imam Al-Mawardi, Kenikmatan Kehidupan Dunia dan Agama, Jakarta:Pustaka Azzam, 2001.
Ibnu Qudamah, Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1997.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonsia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
H. Kahar Masyur, Membina Moral dan Akhlak.Jakarta Rineka Cipta, 1994.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982.
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggeris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996.         
Syeh Muhammad al-Nuquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1994.
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,Bandung: Alfa Beta, 2003.
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Suganda Poerbawakarya, Ensiklopedia Pendidikan,Jakarta: Gunung Agung, 1976.
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia,Jakarta: YP3A, 1973.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kadar Jaya, 2002.
Aboebakar Atjeh, Filsafat Akhlak dalam Islam, Cet. I, Semarang: Ramadhani, 1971.
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Terj. Firdaus AN,Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Abdul Fida Kastori, Sistem Pendidikan Islam, Ed. 43, Bandung: Islah, 1995.
M. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia,1998.
Sutrisno Hadi, Metodologi Penelitian Research I,Yogyakarta: Yayasan Penelitian Fakultas Psikologi UGM, 1981.
Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,  Bandung: Angkasa, 1987.
 


[1] Imam Al-Mawardi, Kenikmatan Kehidupan Dunia dan Agama, Jakarta: (Pustaka Azzam, 2001), hal.330.
[2] Ibnu Qudamah, Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1997), hal. 288.
[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonsia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1123.
[4] H. Kahar Masyur, Membina Moral dan Akhlak. (Jakarta Rineka Cipta, 1994), hal. 353.

               [5] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 152.
               [6] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hal. 64.
19 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggeris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 207.      
20 Syeh Muhammad al-Nuquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 65.
21 Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfa Beta, 2003), hal 55.
23 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal. 250.
24 Suganda Poerbawakarya, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hal. 214.
25 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: YP3A, 1973), hal. 149.
26 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kadar Jaya, 2002), hal. 2.

27 Aboebakar Atjeh, Filsafat Akhlak dalam Islam, Cet. I, (Semarang: Ramadhani, 1971), hal. 21.
28 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Terj. Firdaus AN, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 193.
30 Abdul Fida Kastori, Sistem Pendidikan Islam, Ed. 43,  (Bandung: Islah,  1995), hal. 38.
[8] M. Nazir, Metode Penelitian, ( Jakarta: PT. Ghalia Indonesia,1998 ), hal 54
[9] Sukardi, Metodologi Penelitian, (Jakarta, PT. Bumi Aksara. 2003),hal. 167
[10] Sukardi, Metodologi ………,hal. 160
[11] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, ( Bandung: Angkasa, 1987 ), hal. 163.
[12] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik,....................,hal. 163
[13] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik,....................,hal. 140
[14] Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik,....................,hal. 141

Post a Comment for "Takabur dan Cara Mengatasinya Menurut Pendidikan Islam"