Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam KTSP
B.
Implementasi Pendidikan Agama Islam dalam KTSP di SMP Negeri 1 Peudada
Kabupaten Bireuen
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) telah disahkan sejak tahun 2006. Meskipun belum secara sempurna, kurikulum
tersebut sudah mulai diterapkan di berbagai sekolah dalam wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Penulis telah mewawancarai 3 orang guru agama di SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten
Bireuen, semuanya mengakui bahwa Kurikulum ini sudah diterapkan di sekolah
tersebut, baik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam maupun mata pelajaran lainnya.
Guru- guru tersebut adalah ibu Dra. Siti
hajar S, Ibu Nurjani Amin, dan Ibu Asmahan, S.Ag. Pengalaman guru dalam
implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih bervariasi. Sebagian guru sejak awal sudah
terlibat dalam proses penyusunan kurikulum ini, akan tetapi ada juga yang masih
memiliki pemahaman yang minim tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Hal ini
terjadi karena bagi guru yang bertugas
mengajar pada kelas II tahun ini baru pertama kali berhadapan dengan kurikulum
tersebut, karena Kurikulum ini sendiri baru disahkan tahun 2006
Minimnya pemahaman guru tentang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan juga disebabkan karena belum semua guru
memeperoleh kesempatan mengikuti pelatihan tentang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Sementara guru yang lain
mengakui pernah memperoleh kesempatan mengikuti penataran
tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Nurlaila bahwa beliau pernah mangikuti penataran Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan sebanyak satu kali, yaitu awal tahun 2008 yang
diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi NAD dengan tutor dari Aceh dan
Jakarta. Beliau mengungkapkan bahwa pola penyelenggaraannya masih perlu
diperbaiki ke depan. Karena selama ini tutor itu masih merangkap untuk semua
mata pelajaran dan masih terkesan hanya sekedar menyelesaikan program kerja
saja. Dengan kata lain tutor yang menyajikan materi belum sesuai dengan
bidangnya masing-masing yang lebih cocok dan profesional .[1]
Terlepas dari minim tidaknya pemahaman
guru tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, namun menyangkut dengan
metode yang diterapkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ini, pada
umumnya mendapat sambutan yang baik dari guru, dan bahkan guru menganggap cocok
untuk diterapkan dalam dunia pendidikan di Aceh saat ini. Metode mengajar yang
digunakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak terpaku pada satu
metode saja, tetapi guru diberi kebebasan menggunakan berbagai metode yang
sesuai. Oleh karena itu metode yang dipakai dalam proses belajar mengajar
Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan sangat cocok
untuk diterapkan dan mudah disesuaikan dalam berbagai kondisi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh salah
seorang guru bahwa metode yang digunakan sudah cocok, terutama untuk mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam, karena siswa
bukan hanya dituntut mampu memahami materi, tetapi juga dituntut punya kemauan
dan kemampuan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab.[2]
Perubahan Kurikulum KBK menjadi KTSP,
lebih mudah dikondisikan oleh guru karena secara substansi KTSP tidak jauh
berbeda dengan KBK, sehingga sebagian guru tidak merasa terbebani pada tahap
implementasinya. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ibu
Salmiah Jamil bahwa beliau tidak merasa terbebani dengan model KTSP, karena
jauh sebelum KTSP diterapkan, banyak pendekatan dan metode yang dianjurkan
dalam KTSP telah beliau terapkan pada siswa, hanya saja waktu itu tidak disebut
sebagai KTSP tetapi KBK, CBSA dan sebagainya. Ketika KTSP diterapkan, guru yang
telah mengajar selama bertahun-tahun hanya tinggal memyempurnakan beberapa hal
yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan mencoba beberapa hal baru dalam
bentuk pembelajaran terpadu. Kemudahan lain dalam KTSP adalah buku panduan yang
digunakan boleh bervariasi, tidak mesti pada satu rujukan saja, sehingga antara
satu buku dengan buku yang lain bisa saling melengkapi. Yang lebih meringankan
tugas guru yaitu siswa diperbolehkan mencari berbagai bahan kajian tidak hanya
dari buku saja, tetapi juga dari majalah, surat kabar, televisi, radio, jurnal,
museum, dan sebagainya[3]
Namun demikian, harus diakui bahwa
tidak semua guru yang penulis wawancarai mampu menyesuaikan model pembelajaran
lama dengan kurikulum yang baru. Hal ini disebabkan karena acuan penyusunan
silabus dalam KTSP bukan sekedar mengadopsi silabus yang telah ada, tetapi
perlu pengembangan yang sesuai dengan semangat otonomi daerah dan memasukkan
nilai-nilai lokal. Bahkan menurut Ibu Asmahan Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dalam mata pelajaran agama di SMA Negeri 1 Peudada
Kabupaten Bireuen sulit berjalan secara efektif dan efisien, kebanyakan
siswa SMA Negeri 1 Peudada
Kabupaten Bireuen kurang basic keilmuan dalam bidang agama karena mereka
lebih konsentrasi pada mata pelajaran umum, hal ini tentu saja menuntut peran
guru yang lebih dominan dalam proses transfer ilmu dan nilai, sehingga guru
tidak hanya cukup menjadi fasilitator sebagaimana yang dianjurkan dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [4]
Metode pembelajaran yang digunakan
guru dalam proses belajar-mengajar mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan bervariasi, selain metode ceramah, juga di
pakai metode diskusi, demonstrasi, pemberian tugas dan praktek dan lainnya.
Guna memperoleh gambaran yang yang
konkrit tentang bagaimana kesiapan dan kemampuan siswa dalam mengikuti
dan memahami proses belajar-mengajar sesuai dengan jalur yang ada dalam
kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ini, peneliti merasa perlu untuk
mendapatkan sejumlah informasi yang berasal dari para guru Pendidikan Agama
Islam itu sendiri. Karena mereka lah yang selalu berinteraksi dengan
murid-murid dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai. Dalam hal ini salah
seorang guru memberikan komentarnya berdasarkan pengalamannya selama penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tidak semua siswa bisa mencapai ketuntasan
belajar, terdapat beberapa orang siswa yang sulit mencapai batas ketuntasan
tersebut, hal ini akan menjadi tambahan PR bagi guru untuk membuat remedial
terhadap materi yang tidak tuntas untuk beberapa orang siswa dan tetap harus
melanjutkan materi kepada siswa yang telah tuntas belajar sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan. Bentuk-bentuk remedial yang diberikan antara lain: siswa
diberikan tugas untuk merangkum materi dan menjelaskannya, siswa diberikan
soal-soal tes, guru mengajar ulang siswa, pengujian unjuk kerja, dan
sebagainya.[5]
Menurut ibu herawati, tidak
semua siswa mampu menyerap materi dengan baik lewat Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Hal ini disebabkan kurikulum tersebut sifatnya masih baru dan
sistem yang ditawarkan sangat cenderung
hanya untuk siswa yang rajin dan tekun saja, sedangkan bagi siswa yang malas
dan kurang mampu, akan merasa tertinggal karena beban yang ada dalam
tersebut memang mengharuskan demikian[6].
[1] Hasil Wawancara dengan Ibu Nurjani
Amin Guru PAI SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten Bireuen Tanggal 08 Juli 2011.
[2] Wawancara dengan Ibu Nurjani Amin Guru PAI SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten
Bireuen Tanggal 09 Juli 2011.
[3] Wawancara dengan Ibu Nurjani Amin Guru PAI SMP Negeri 1 Peudada Kabupaten
Bireuen Tanggal 10 Juli 2011.
[4]Hasil Wawancara dengan Ibu Asmahan Guru PAI SMP Negeri 1
Peudada Kabupaten Bireuen, S.Ag Tanggal 10 Juli 2011
[5]Hasil Wawancara dengan Ibu Asmahan, S.Ag Guru Pendidikan Agama Islam SMP
Negeri 1 Peudada kabupaten Bireuen Tanggal 10 Juli 2011
[6] Hasil Wawancara dengan Ibu Herawati Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri
1 Peudada Kabupaten Bireuen Tanggal 10 Juli 2011