Kondisi Sosial Politik Haidar Putra Daulay
1. Kondisi Sosial Politik
Secara umum,
“tahun 2001 menunjukkan sejumlah kecenderungan sosial politik, yang sebagian
besar merupakan kontinuitas, sebagian besar kecenderungan itu tampaknya akan
terus mewarnai perkembangan sosial politik pada 2002 dan bahkan pada
selanjutnya menjelang pemilu 2004”[1].
Tetapi jelas, “perkembangan sosial politik juga sedikit banyak dipengaruhi
dinamika politik Indonesia secara keseluruhan dan bahkan dengan dinamika
politik Internasional yang baik langsung maupun tidak”[2]. Fragmentasi
politik Indonesia kembali menemukan momentumnya, fragmentasi dan sosial politik
akan semakin meluas dan eskalatif
pula dikalangan masyarakat luas.
Fragmentasi
politik itu terlihat jelas pada semakin mengemukanya konflik-konflik, friksi
dan perpecahan di dalam sejumlah parpol. yang paling terbuka terlihat melanda
beberapa parpol Islam atau berbasiskan massa muslim khususnya PPP dan PKB. Dari
segi ini terbukti “bahwa Islam dan Ukhuwah Islamiyah yang selalu diklaim
sebagai dasar dan orientasi partai tidak dapat dijadikan faktor untuk mencegah
terjadinya konflik dan perpecahan”[3].
Istilah “sosial
politik atau pendidikan politik sebagaimana sering digunakan di Indonesia
kelihatannya bukanlah suatu terma atau konsep yang lazim digunakan dalam
kajian-kajian politik kontemporer”[4].
Keengganan menggunakan istilah pendidikan politik agaknya berkaitan dengan
konotasi negatif yang melekat pada dirinya. Pendidikan politik sama dengan
propoganda yang bertujuan membangun dukungan bagi kebijakan-kebijakan penguasa,
bahkan dalam kasus-kasus tertentu, sosialisasi politik yang semula bersifat persuasif dapat berubah menjadi koersi
atau pemaksaan fisik.
Sosial
politik mengacu kepada proses dimana individu-individu memperoleh sikap dan
perasaan terhadap sistem politik dan terhadap peranan mereka di dalamnya,
sosial politik adalah proses induksi seseorang kedalam kebudayaan politik
“sistem dan lembaga pendidikan merupakan salah satu dari institusi terpenting
dalam sosial politik terutama sejak seorang anak didik mulai memperoleh
pendidikan sampai ia mencapai kedewasaan”[5]. pencapaian dalam
pendidikan kelihatannya merupakan memberikan dampak demografis
terpenting terhadap sikap dan tingkah laku politik.
Arah
orientasi politik yang ditanamkan melalui pendidikan formal pada umumnya
selaras dengan ideologi Negara, sistem politik atau kebijaksanaan pemerintah
yang menguasai lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Dalam negara-negara yang
menganut sistem politik dan ideologi demokrasi bisa di harapkan bahwa orientasi
politik yang dikembangkan melalui berbagai lembaga sosial-kemasyarakatan-termasuk
pendidikan-adalah pengembangan sistem politik, proses politik, dan kebudayaan
politik demokratis. secara sepintas berbagai kelompok dalam masyarakat
melakukan fait-a-compli terhadap
lembaga politik, ekonomi, sosial dan bahkan keagamaan.
Sekian
banyak kejadian yang dialami “setiap pemimpin politik dan sosial harus berada
dalam sebuah komunitas sosial politik dan menjadi pemimpin dengan sekaligus
mewarisi masa silam komunitasnya”[6].
Kompleksitas yang sama juga terlihat jelas kesesuaian antara implikasi-implikasi
pendidikan dengan lembaga-lembaga dan pengaruh lainnya yang berdampak terhadap
sosialisasi politik. Dengan demikian jelas bahwa aktivisme politik bukanlah
fenomena yang sederhana tetapi merupakan satu variabel saja dari berbagai
variabel lainnya yang kait mengkait satu sama lain.
“Kesadaran sejarah muslim-plus tradisi penulisan
sejarah awal Islam, dibangkitkan Al-Qur’an dan Hadis Nabi”[7]. Selanjutnya Haidar Putra
Daulay mendapat pujian karena berhasil membahas persoalan siyasah
(politik) dan syari’ah hukum Islam, khususnya dalam kaitannya dengan
perkembangan historiografi atau penulisan sejarah dalam tradisi kaum
muslimin. Haidar Putra Daulay membahas pula tentang historiografi
Indonesia kontemporer, dalam dasawarsa terakhir ini Haidar Putra Daulay mencatat
beberapa perkembangan penting dalam historiografi Indonesia, kemudian Haidar
Putra Daulay mengkaji ulama perempuan dalam sejarahnya yang dipandangnya masih
sangat langka. Kajian sejarah biografi ulama perempuan masih sangat jarang
dilakukan oleh sejarawan (Islam) begitu juga Haidar Putra Daulay mengupas
beberapa pandangan kalangan orientalis tentang sejarah Islam, buku-buku
karangan barat dikupas Haidar Putra Daulay dengan teliti, analisis, dan kritis.
[1] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2007) hal. 42.
[4] Ibid., hal. 76 .