Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Latar Belakang Keluarga Haidar Putra Daulay


1.     Latar Belakang Keluarga
Haidar Putra Daulay

           “Haidar Putra Daulay lahir pada 4 Maret 1955 di Lubuk Alung, Sumatera Barat, dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis. Haidar Putra Daulay besar dilingkungan Islam modern”[1]. Tetapi, Haidar Putra Daulay justru merasa asyik dalam tradisi Islam tradisional. Anak ke tiga dari enam bersaudara ini dibesarkan oleh Ibu dan Ayah. Ibunya bernama Ramlah dan Ayahnya bernama Daulay. Ibunya mengajar sebagai guru agama dan Ayahnya berpropesi sebagai tukang kayu dan pedagang kecil-kecilan yaitu pedagang kopra dan cengkeh. “Meski kehidupan keluarga Haidar Putra Daulay dalam kondisi sulit, namun Ayah Haidar Putra Daulay ingin anak-anaknya harus tetap bersekolah, karena Ayah dan Ibu Haidar Putra Daulay sadar bahwa menuntut ilmu itu warisan yang paling besar yang bisa diberikan kepada anak-anaknya”[2].
           Beberapa tahun kemudian, “setahun setelah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Tarbiyah, tepatnya 13 Maret 1983, Haidar Putra Daulay menyunting gadis pilihannya, Ipah Farihah, yang berasal dari Kota Hujan”[3]. Ipah lahir di Bogor 19 Agustus 1959, yang dikenalnya ketika menjadi aktivis kampus. Ipah adalah adik kelas Haidar Putra Daulay di Fakultas Tarbiyah, dan pernah aktif di HMI cabang Ciputat. Tidak lama berhubungan dan saling mengenal, akhirnya mereka sepakat untuk membangun rumah tangga.
           Dari pernikahan itu, “keluarga Haidar Putra Daulay dan Ipah dikarunia empat orang anak, yaitu Raushan Fikri Husada, Firman El-Amny, Muhammad Subhan, dan Emily Sakina. Dalam kesehariannya, Haidar Putra Daulay adalah sosok seorang Ayah yang rajin mengasuh buah hatinya”[4]. Anaknya yang paling kecil lahir sebulan sebelum Reformasi. Anak yang terakhir ini yang paling ditunggu-tunggu oleh Haidar Putra Daulay dan Ipah, karena satu-satunya putri setelah tiga kakaknya putra. Bagi Haidar Putra Daulay dan Ipah anak-anaknya adalah anugerah dan amanah Allah Swt.
          Dalam menjalani keluarga yang sakinah mereka bekerja sama mengasuh anak-anaknya yang masih kecil dan kadang juga melayani panggilan kakaknya yang masih duduk dibangku TK. “Hal yang menarik dalam perjalanan keluarga Haidar Putra Daulay yaitu ketika Haidar Putra Daulay menuntut ilmu di negeri Paman Sam, sang istri juga dibawa serta, hidup mereka di sana membutuhkan biaya yang tidak sedikit, mengharap dari gaji dan beasiswa saja tidak cukup, lalu mereka bekerja seperti kebanyakan mahasiswa Indonesia lainnya di sana”[5].
          Setelah beberapa tahun mengarungi bahtera rumah tangga, keluarga Haidar Putra Daulay terus membimbing anak-anaknya untuk menjadi manusia yang bermanfaat, caranya dengan menumbuhkan minat baca pada anak-anak. Dalam menjalani hidup Haidar Putra Daulay mengaku tidak memiliki personifikasi idola, Haidar Putra Daulay hanya menjalankan prinsip hidup yang dipilihnya tanpa menentukan target yang akan dicapai.
          Dan sampai detik ini keluarga Haidar Putra Daulay hidup rukun dan menjadi keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah.          


[1]Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005), hal. 251.

[2] WWW. Ilmu pengetahuan. Com. 23-6-2011, jam. 16.00

[3] Nata, Tokoh-Tokoh..., hal. 276.
[4] Nata, Tokoh-Tokoh..., hal. 275.

[5] Ibid., hal. 276.