Metode berpikir Haidar Putra Daulay
A. Metode (corak) berpikir Haidar Putra Daulay
Haidar Putra
Daulay adalah “tokoh yang tidak pernah diam, obsesinya yang besar untuk
mengubah pemikiran Islam di Indonesia, telah pula ditorehkan melalui
karya-karya geniusnya”[1].
Baik dalam bentuk tulisan artikel dan esei yang dimuat diberbagai media massa
maupun sejumlah buku yang pernah di terbitkannya.
Pandangan
keagamaan yang lebih apresiatif terhadap
ritual ibadah dan diwarnai dengan tasawuf ternyata lebih semarak dan kaya.
Dalam menjalani kesibukan sehari-hari, misalnya Haidar Putra Daulay senantiasa
berupaya melaksanakan prinsip-prinsip qanaah. sikap merasa puas dan sudah cukup
dengan apa yang ada tanpa harus menjadi pasif alias tetap melaksanakan
aktivitas sebaik-baiknya. Aktivisme tetap dipegangnya sementara qanaah
dibutuhkan sebagai pengimbang agar tidak ngoyo sehingga akhirnya stres.
Haidar
Putra Daulay juga sangat percaya kepada takdir bahwa perjalanan hidup kita
tidak bisa direncanakan karena Allah Swt. jualah yang menetapkan semuanya, yang
bisa kita lakukan adalah apa yang sudah menjadi tanggung jawab kita dengan
sebaik-baiknya, Haidar Putra Daulay yakin betul kalau prinsip itu kita
jalankan.
“Metode
pemikiran Haidar Putra Daulay tentang pendidikan adalah suatu proses dimana
suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan
untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien”[2]. Haidar Putra Daulay juga
menegaskan bahwa “pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau
negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu”[3]. dalam penilaian kembali secara kritis
terhadap pendidikan nasional pada masa orde baru khususnya terlihat sejumlah
masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan.
Karena
kemampuam intelektualnya yang sangat pesat beliau sering menghiasi berbagai
media karena analisisnya yang memang tajam. Jadi tidak heran kalau dia sering
dijadikan nara sumber bagi wartawan yang menginginkan berita aktual dan patut
untuk disimak, semua itu menunjukkan kalau pemikiran Haidar Putra Daulay yang kini menjabat
sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, memang jernih, akurat dan
tajam.
“Pengalaman
keislaman Haidar Putra Daulay yang lebih intens setelah Haidar Putra Daulay dengan
yakin mempelajari tradisi ulama dan kecenderungan intelektual mereka”[4]. Haidar
Putra Daulaytidak hanya berkhidmat pada kehidupan sosial tetapi memegang
prinsip yang kuat, sebab Haidar Putra Daulay berkewajiban membimbing dan
membina disemua kalangan terutama mahasiswa, karena tugas membutuhkan jiwa
pengabdian yang tulus dan murni, mengingat mahasiswa berada pada posisi yang strategis dalam masyarakat. Mereka
adalah penyambung lidah rakyat terhadap pemerintahan, pengingat gerakan moral
juga wadah pembelajaran politik masyarakat, selain itu yang terpenting mereka
adalah penerus sekaligus harapan Bangsa.
Haidar
Putra Daulay tetap optimistis
terhadap gerakan mahasiswa, namun disisi lain Haidar Putra Daulay menyayangkan
banyaknya kalangan akademisi yang
disebutnya sebagai the best human
recourses, banyak yang terjun ke politik praktis. Karena bagaimanapun
objektivitasnya masih sangat dibutuhkan di dunia akademis. Hak politik pribadi seseorang tidak harus diekspresikan
dengan keterlibatan langsung dalam politik. Masih banyak garapan kaum
intelektual dalam pemberdayaan masyarakat.
Menurut
Haidar Putra Daulay “cita-cita bukanlah hal krusial dalam hidup lebih-lebih
bersifat obsesi. Baginya, prinsip hidup lebih penting dari pada cita-cita.
karena itu bakal perjalanan hidupnya ada komitmen dalam menjalankan prinsip”[5]. Apa
yang dikerjakan hari ini lebih baik dari hari kemaren. Dalam berprinsip, Haidar
Putra Daulay agaknya ingin meneladani hadis Nabi Muhammad Saw yang menjelaskan
tentang “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain”.
Dengan menjalankan prinsip
sebaik-baiknya maka pencapaian terhadap sesuatu hanyalah merupakan implikasi
dari komitmen tersebut. Bukan merupakan suatu keinginan dan tidak mengherankan
jika Haidar Putra Daulay yang mengaku tidak punya cita-cita, justru menjadi
figur yang dicita-citakan seseorang.
“Pemikiran
Islam juga merupakan dasar penting dalam pendidikan Islam, Dalam hal ini hasil
pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan muslim, khususnya dalam pendidikan
menjadi rujukan penting pengembangan pendidikan Islam”[6]. Pemikiran mereka ini pada
dasarnya merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam. Terlepas dari
hasil refleksi itu apakah berupa adealisasi atau kontekstualisasi ajaran-ajaran Islam, yang jelas warisan pemikiran
Islam ini mencerminkan dinamika Islam dalam menghadapi kenyataan-kenyataan
kehidupan yang terus berubah dan berkembang. Karena itu terlepas pula dari
keragaman warisan pemikiran Islam tersebut, ia dapat di perlakukan secara
positif dan kreatif untuk pengembangan pendidikan Islam.
[3] Ibid., hal. 69.
[5]Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, (Bandung: Cita
Pustaka Media, 2004), hal. 252.