Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pembinaan Akhlak


A.    Pembinaan Akhlak

Akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu أخلق    bentuk jamak dari bentuk خلق   atau الخلق  yang secara etimologi diartikan dengan “budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat”.[1] Pengertian-pengertian tersebut di atas yang akan dijelaskan dalam pembahasan ini adalah budi pekerti. Budi berasal dari bahasa sanskerta artinya alat kesadaran (batin). Sedangkan kata budi pekerti berasal dari bahasa Indonesia yang artinya kelakuan. Dalam kamus bahasa Indonesia diartikan Budi pekerti ialah tingkah laku, atau perangai akhlak”.[2]  Melalui perkataan budi pekerti dapat tercermin sifat watak seseorang dalam perbuatan sehari-hari. Pengertian itu sangat mengarah kepada akhlak positif.
Disamping pengertian di atas ada beberapa pakar mengungkapkan berkenaan dengan pengertian akhlak antara lain: Imam Al-Ghazali mengatakan: “Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam di dalam jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.[3] Sementara Ali Abdul mengungkapkan bahwa: “akhlak adalah kehendak yang dibiasakan artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak”.[4]
Pendapat para pakar di atas dapat dipahami bahwa akhlak sangat penting dalam Islam. Maka dengan Berpijak dari beberapa pengertian akhlak di atas menunjukkan bahwa hadits Rasulullah Saw mengatakan sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia dan tentang betapa pentingnya akhlak mulia pada seseorang muslim.
Dasar pembinaan akhlak adalah Alquran dan al-Hadits Kedua sumber itu menjadi landasan utama pembicaraan akhlak yang lebih tepat dan konkret sebagai pola hidup dalam menetapkan mana yang baik dan mana  yang buruk. Dalam Alquran terkandung bermacam akhlak yang perlu di sikapi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
1.     Dasar Pembinaan Akhlak
Allah Swt.  berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 21 sebagai berikut:  :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً) الأحزاب: ٢١(
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah Swt  dan percaya (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Swt  (Qs. Al-Ahzab: 21).

Pada ayat ini Allah Swt. memberitahukan kepada hambaNya yang mukmin, bahwa pada diri Rasulullah Saw ini dengan penuh suri teladan yang harus di ikuti oleh orang-orang yang mengharapkan rahmatNya. Serta kedatangan hari kiamat kelak dan banyak/sering menyebut nama Allah Swt. Dan beliau pun mempunyai akhlak yang mulia.[5]Adapun pembinaan akhlak anak terhadap kedua orang tua, baik itu berbangsa maupun bernegara. Selain Alquran hadits merupakan  dasar akhlak yang kedua, hadis dijadikan sebagai dasar akhlak dengan mempedomani perilaku dan akhlak Nabi Saw.
Akhlak menjadi perhatian dari setiap orang, baik di dalam masyarakat yang telah  maju maupun masyarakat yang masih terbelakang, dalam kehidupan sosial, akhlak yang baik sangat penting dimiliki oleh individu karena akhlak merupakan sumber kepercayaan atas diri seseorang. Bahkan akhlak turut berperan dalam menentukan kehormatan suatu bangsa. Agama Islam memandang akhlak sebagai hal utama sehingga salah satu tugas Rasulullah Saw. diutus Allah Swt.  adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Dengan demikian Nabi Muhammad Saw  bertugas menyampaikan risalahnya kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini (Nabi di akhir zaman) serta berkewajiban memperbaiki budi pekerti sehingga umatnya menjadi manusia yang mempunyai akhlakul karimah.
Atas dasar tersebut, maka kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik sebagai individu maupun menjadi anggota masyarakat, jatuh bangunnya dan sejahtera tidaknya suatu bangsa, sangat  tergantung kepada akhlakNya. Apabila akhlakNya baik maka akan sejahtera  lahir dan  batinNya. SebalikNya apabila akhlaknya buruk, maka rusaklah lahir dan batinNya.  Sehubungan dengan hal ini.
Seseorang yang berakhlak karimah, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak perbuatan ini dilakukan dengan memenuhi kewajiban terhadap dirinya sendiri, terhadap tuhannya sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya selain manusia.[6]

Ajaran Islam sangat mengutamakan akhlak karimah yakni yang sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Dalam konsepsi Islam, akhlak juga dapat diartikan sebagai suatu istilah yang mencakup hubungan vertikal antara manusia dengan khaliknya dan hubungan horizontal antara hubungan manusia dengan dirinya atau alam sekitarnya. Berdasarkan penjelasan di atas jelaslah bahwa sumber akhlak adalah Alquran dan Alhadits. Dan juga dapat di pahami bahwa akhlak Islam mempunyai pola yang mengatur hubungan tidak hanya sesama manusia, akan tetapi dengan khalik dan alam sekitarnya.
2.     Tujuan Pembinaan Akhlak
Tujuan pembinaan akhlak adalah untuk menjadikan insan yang berakhlakul karimah, yang sejahtera, aman dan damai dalam kehidupan manusia,  agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam hal ini tujuan pembinaan akhlak bukan hanya mengajarkan pengetahuan dan melatih keterampilan dalam melaksanakan ibadah saja, akan tetapi jauh lebih dari pada itu, pembinaan akhlak bertujuan membentuk kepribadian  anak yang sesuai dengan ajaran Islam.
Muhammad Rachmat Djatnika, menyatakan:
Tujuan pembinaan akhlak dalam Islam adalah untuk menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah Swt dan kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus memiliki tanggung jawab sosial terhadap pembinaan masyarakatnya serta menanamkan kemampuan manusia untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitarnya ciptaan Allah Swt. bagi kepentingan kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadahnya kepada khalik pencipta alam itu sendiri.[7]

Oleh karena itu tujuan pembinaan akhlak harus mampu menciptakan manusia muslim (generasi muslim) yang berilmu pengetahuan tinggi, di mana iman dan taqwanya menjadi pengendalian dalam menerapkan ilmu dalam masyarakat.
Pada sisi lain pembinaan akhlak mempunyai tujuan mendidik pribadi muslim ke arah kesempurnaan sebagai salah satu upaya mengoptimalkan pengabdian diri kepada Allah Swt. Tujuan pembinaan akhlak lebih ditekankan pada pembinaan moral untuk mewujudkan pribadi muslim yang sempurna. Hal ini senada dengan ungkapan Athiyah Al-Abrasyi, bahwa: “Pembentukan moral yang tinggi adalah fungsi utama dari tujuan akhlak”.[8]
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembinaan akhlak adalah: untuk terbentuknya hamba Allah Swt.  yang bertaqwa dan memiliki multi pengetahuan akhlak lewat pembinaan. Kemudian merealisasikan segala perintah Allah Swt. dan bertanggung jawab dalam melaksanakan seluruh aktivitasnya, dengan tujuan kebahagiaan dunia akhirat. Melalui tujuan pembinaan ini dapat meningkatkan kualitas manusia (kualitas generasi Islam) dalam membina hubungan dengan  Allah Swt.  (hablumminAllah Swt) dan hubungan sesama manusia (hablumminnas). Secara keseluruhan Mohd Athiyah al-Abrasyi menjelaskan tujuan pembinaan akhlak:
Tujuan pembinaan akhlak adalah bertujuan mendidik warga  negara mukmin dan masyarakat muslim agar dapat merealisasikan ubudiyah. Dengan terealisasinya tujuan ini maka terealisasi pulalah segala keutamaan kehidupan sosial, seperti saling tolong menolong, bahu membahu, menjamin dan mencintai sesama makhluk ciptaan Allah  Swt.[9]

Berdasarkan uraian tersebut di atas semua jelaslah bahwa, tujuan pembinaan akhlak memadukan secara seimbang antara pembinaan individual dengan pembinaan sosial kemasyarakatan, supaya salah satu antara kedua belah pihak ini tidak saling meremehkan yang lain. Pembinaan individual akan membentuk pribadi-pribadi yang sehat bertaqwa serta taat kepada perintah Allah Swt. Sedangkan pembinaan sosial kemasyarakatan berorientasi ke arah hubungan antara sesama manusia. Terealisasinya pembinaan ini, akan membawa umat ke arah yang positif yaitu kehidupan yang berbahagia dunia dan akhirat. Orientasi pembinaan sosial terfokus pada pembinaan hubungan harmonis pada lingkungan sosial masyarakat. Dalam pembinaan  hubungan ini akhlak setiap individu masyarakat sangat penting, sehingga tidak terjadi sesuatu yang bersifat negatif.
Melalui proses akhlak secara optimal akan terlihat fungsi akhlak dalam membentuk perilaku muslim sejati yang dapat meningkatkan pengabdian kepada Allah Swt.  dan mengharmoniskan hubungan sesama manusia.         



[1] Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Mizan, 1997), hal. 25.

[2] Pusat Perkembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hal. 456.

[3] Halim, Akhlak..., hal. 84.
[4] Ibid., hal. 98.
[5] Al-Quran dan Tafsirnya …… hal. 743.
[6] Imam Baihaqi, Sunan Al-Kubra, Juz x, (Beirut: Darul Ilmi, tt), hal. 275.

[7] Rachmat Djatnika, System Ethika Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996), hal. 11.
[8] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Ed. I. Cet. III, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 133.
[9] Mohd Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami al-ghani dan Djhsr Bahri, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal. 136.