Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perkawinan Ideal dan Kaitannya dengan Pendidikan Agama Anak


A.    Perkawinan Ideal dan Kaitannya dengan Pendidikan Agama Anak
Perkawinan Ideal dan Kaitannya dengan Pendidikan Agama Anak

Anak adalah merupakan amanah Allah Swt. yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil atau manusia sempurna, berguna bagi agama, bangsa dan negara di samping dapat menjadi pelipur lara orang tua, penenang hati dan kebanggaan keluarga. Semua harapan positif terhadap anak tersebut tidaklah dapat terpenuhi tanpa adanya bimbingan yang memadai, selaras dan seimbang dengan tuntutan dan kebutuhan fitrah manusia secara kodrati. Semua itu tidak akan didapatkan secara sempurna kecuali pada ajaran Islam yang bersumber kepada wahyu Illahi yang paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai mahkluk ciptaan-Nya.
Perkawinan ideal dan kaitannya dengan pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdullah Nashih Ulwan dapat dilihat dari 3 aspek sebagai berikut[1]:
1.     Perkawinan Sebagai Fitrah Insani
Merupakan permasalahan nyata yang terdapat dlm konsep-konsep syariat Islam adalah, bahwa syariat menentang ruhbaniyyah (kerahiban). Karena ini bertentangan dengan fitrah manusia, kecendurangan, dan nalurinya. Bahwa di dalam Islam perkawinan adalah fitrah manusia agar seseorang muslim dapat memikul tanggungjawab yang paling besar di dalam dirinya atas orang yang berhak mendapatkan pendidikan dan pemeliharaan, pada saat ia menyambut panggilan fitrah, menerima tuntutan-tuntutan naluri dan menjalankan sunnah kehidupan ini.
2.     Perkawinan sebagai Kemaslahatan Sosial
a).   Melindungi Kelangsungan Species Manusia
Dengan perkawinan, umat manusia akan semakin banyak dan berkesinambungan, hingga tiba saatnya (kiamat) Allah merusak bumi dan makhluk-makhluk yang berada di atasnya. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam kelestarian dan kesinambungan ini terdapat suatu pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup species manusia dan terdapat suatu motivasi bagi kalangan intelektual untuk meletakkan metode-metode pendidikan dan kaidah-kaidah yang benar demi keselamatan spesies manusia, baik dari aspek rohani maupun jasmani.
b).   Melindungi Keturunan
Melalui pernikahan yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-Nya, anak-anak akan merasa bangga dengan pertalian nasabnya kepada ayah mereka. Terang, bahwa dengan pertalian nasab itu terdapat penghargaan terhadap diri mereka sendiri, kestabilan jiwa dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mereka.
c).   Melindungi masyarakat dari dekadensi moral
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنْ اسْتَطَاعَ الْبٰاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه البخاري)
Artinya:  Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian sudah mampu kawin, maka kawinlah. Sebab, perkawinan itu akan dapat lebih  memelihara pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan siapa saja yang belum mampu untuk kawin, maka hendaklah ia berpuasa. Karena sesungguhnya berpuasa itu dapat menekan hawa nafsu”. (HR. Bukhari).[2]

Hadist diatas memberikan motivasi kepada para pemuda dan pemudi untuk segera melaksanakan pernikahan jika sudah mampu secara lahir dan batinnya, dalam hadis diatas, menunujukan bahwa pernikahan dikaitkan dengan kemampuan, bagi yang belum mampu dan belum memiliki kesiapan untuk melaksanakan pernikahan maka, tidak termasuk golongan orang yang dianjurkan untuk menikah .
d).   Melindungi Masyarakat dari Penyakit
Dengan perkawinan, masyarakat akan selamat dari penyakit menular yang sangat berbahaya dan dapat membunuh yang menjalar di kalangan anggota masyarakat akibat perzinahan, dan selamat dari merajalelanya perbuatan keji serta hubungan bebas secara haram.
e).   Menumbuhkan Ketenteraman Rohani dan Jiwa
Dengan perkawinan, akan tumbuh semangat cinta kasih sayang dan kebersamaan antara suami istri. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ) الروم: ٢١(
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. Ar-Rum: 21).

f).    Kerjasama suami-istri dalam membina rumah tangga dan mendidik anak
Dengan perkawinan, suami istri akan bekerja sama dalam membina rumah tangga dan memikul tanggung jawab.
g).   Menumbuh-kembangkan rasa kebapakan dan keibuan
Dengan perkawinan akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara kedua pasangan suami istri. Dan dari hati mereka akan terpancar sumber-sumber perasaan dan sentuhan yang mulia. Terang, bahwa di dalam perasaan seperti ini terdapat pengaruh mulia dan hasilnya positif di dalam memelihara anak-anak, mengawasi kemaslahatan mereka, serta bangkit bersama mereka menuju kehidupan yang tenteram dan aman, menyongsong masa depan yang cerah dan mulia.


               [1] Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, diterjemahkan oleh : Drs. Jamaluddin Miri, Lc dengan judul Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 3-7.
               [2] Abu Abdillah Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Daral-Fikr, t.th), hal. 4677.