Kenapa Memilih Sekolah Boarding?

Kenapa Memilih Sekolah Boarding?

Beberapa orangtua meminta saya tahun ini menerima siswa non boarding, alias sekolah tidak berasrama SMPIT dan SMAIT. saya sempat mencari kenapa dengan orangtua ini. Pokok masalahnya apa?. Beberapa teman guru, juga menginginkan membuka kelas non boarding karena desakan orangtua.

Ternyata cek in ricek, saya sempat menanyakan hal ini kebeberapa orangtua. Jawabannya beragam. Ada yang khawatir dengan anak tidak lagi tinggal di rumah. Ada yang takut anaknya sakit kalau jauh dari orangtua. Ada yang masih ragu atau kurang yakin anaknya tidak bisa mandiri kalau berasrama. Pada dasarnya orangtua ingin anaknya bersamanya. Saya sangat mengerti perasaan yang di alami orangtua bila anak tercinta, tersayang, buah hati, jantung ayah poma meninggalkan rumah.

Saya mulai mencari jalan keluar atas permasalahan ini. Saya juga salah satu anak pondok yang dipisahkan oleh jarak dan waktu. Dulu saya tercatat sebagai santri tahfiz wahdah Islamiah di sulawesi selatan, Makassar. Bagi saya ini pengalaman luar biasa. Anak satu-satunya, tunggal, kata orang "but han geuyu *sensor yang geukoh". Itu tidak berlaku pada saya.

Ibunda saya adalah sangat berjasa dan luar biasa. Beliau motivator saya sesungguhnya. Beliau mengorbankan perasaan rindu dan sayangnya, asalkan saya sukses di negeri kahar muzakkar itu. Kata ibu saya, "kamu pergilah nak? Ibu ingin punya anak yang bisa imam shalat dan hafiz Quran. Kamu harus sukses, kamu harus mandiri dan rajin belajar Padahal, belakangan saya dengar kabar setelah balik aceh yang beliau sembunyikan. beliau sering sakit, bahkan sampai kurus memikirkan saya sangat jauh melewati pulau beberapa pulau besar di Indonesia. Pernah saya telpon dari makasar, beliau berusaha ramah, ketawa-ketawa padahal tangannya sedang di infus di rumah sakit. Saya paham beliau menginginkan anaknya sukses.

Tadi siang saya mencoba diskusi dengan dr Athaillah via telpon, pimpinan muhammadiyah bireuen, guru saya, yang sudah saya anggap seperti ayah. Ayah bagi kami guru di Muhammadiyah. Saya meminta pandangan beliau tentang masalah ini. Beberapa orangtua di SDIT yang melanjutkan ke SMPIT dan SMAIT masih ragu anaknya untuk mendaftarkan ke sekolah boarding. Beliau memberi jawaban yang sangat membuka pikiran saya. Jawaban yang sangat bijak di jaman penuh tantangan ini. Membuat saya lebih optimis dengan sekolah boarding.

Menurut dr Athaillah, "Anak se-usia SMP dan SMA sudah menjadi remaja. Tentu berbeda dengan anak yang masih SD. usia remaja masih labil. Pendidikan yang berkarakter harus dibimbing secara boarding(berasrama). Karakter yang baik muncul saat di dukung oleh guru, lingkungan dan teman yang baik. Rata-rata remaja lebih percaya temannya daripada orangtuanya. Temannya sangat berpengaruh membentuk karakternya. Maka sekolah berasrama yang terdidik dengan Al-Quran tentu akan terbentuk karakter qurani. Mustahil anak yang bebas di pasar, bebas berkeliaran di jalan, bebas menggunakan internet,akan terbentuk karakter qurani? Itu impossible, walaupun disekolah ada pelajaran Alquran".

Beliau melanjutkan, "justru orantua yang ingin anaknya sukses dunia akhirat, berakhlak dan mandiri, bisa berbahasa arab, bahasa inggris, orangtua harus rela dan ikhlas anaknya meninggalkan rumah. Justru Kalau tinggal dirumah orangtua tidak bisa menjamin anak akan mendapat lingkungan yang baik. Bisa jadi dia keluar rumah, dijemput oleh temannya. berteman dengan teman sebayanya yang bebas tak beraturan. Siapa yang rugi? Orangtuanya kan?. Jaman ini ancaman yang sangat berbahaya adalah narkoba, pergaulan bebas, tontanan bebas yang akan menghancurkan seluruh masa depannya, beruntung orangtua anaknya di pondok pesantren.

Terakhir dr Athaillah menutup pembicaraan dengan saya, "SMPIT dan SMAIT Muhammadiyah Bireuen hanya menerima siswa yang mau boarding. Kita fokus pendidikan karakter anak. kita akan buktikan hasilnya. Orangtua bisa melihat lulusan sekolah boarding dan non boarding. Pasti berbeda, kita tidak sanggup menghadapi lingkungan di luar sana. Kita tidak mau anak kita terkontaminasi dengan anak-anak yang bebas diluar".

Menurut saya dr Athaillah sangat visioner, beliau paham masa depan dan tantangan generasi Islam kedepan. Jawaban beliau membuat saya semakin optimis masa depan pendidikan di aceh semakin baik. Masa depan generasi Islam, masa depan calon pemimpin bangsa ini. SMPIT dan SMAIT Muhammadiyah Bireuen fokus mendidik anak berkarakter. Setia mendampingi perkembangan siswa sejak bangun tidur dan bangun tidur lagi. Kita bisa sama-sama melukis cita-cita mereka di sekolah ini. Di dayah Islam Terpadu Muhammadiyah Bireuen.

Rizki Dasilva

0 Comments