Ketika mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau Kerja Praktik (KP) Politeknik Unsyiah (Sekarang Politeknik Lhokseumawe) di Geumpang, pedalaman Pidie, Mukhlis masuk ke salah satu kampung yang memiliki kebun durian. Begitu menyicip satu butir durian mengkal yang legit, Mukhlis teringat kepada ibu dan adik-adiknya di Alue Krueb, Peusangan.
Hatinya gundah. Dia merasa sedang berperilaku tidak adil. Durian adalah buah yang mahal. Bila pun mampu dibeli, ibunya mungkin akan memilih tidak membelinya kala itu, bersebab kebutuhan uang untuk sekolah adik dan kakak Mukhlis sangatlah besar.
Mukhlis memilih butir-butir durian terbaik. Kemudian mengupasnya dan memasukkan ke dalam ranselnya. Lumayan banyak durian yang dia beli kala itu.
Setelah mengengkol sepeda motor Honda GL Pro, dia pun memacu laju motor itu menuju Bireuen. Dia meninggalkan KP-nya untuk sementara waktu, demi mengantarkan durian untuk ibu dan adik serta kakaknya.
Rabiah--ibunda Mukhlis-- begitu mengetahui alasan sang putra pulang, segera memeluk lelaki muda berkulit gelap itu. Dia terharu pada cinta yang dipancarkan oleh sang anak.
Hari itu, Rabiah, Mukhlis, Muslim dan lainnya, berpesta durian di gubuk kecil yang dibangun istri Cut Hasan setelah rumah peninggalan sang suami rusak dimakan usia.
Penulis: Muhajir Juli
0 Comments
Post a Comment