Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

STRATEGI PEMBELAJARAN ELABORASI


BAB IV

STRATEGI PEMBELAJARAN ELABORASI DI MTSN JEUNIEB

A.    Pembelajaran Langsung            
                       
            Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Menurut Trianto �Model pembelajaran langsung menurut Arends adalah �Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah�.[1]
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Mursyidah, Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb bahwa ada beberapa fase penerapan startegi elaborasi dalam pembelajaran fiqih di MTsN Jeunib sebagai berikut:
Fase Pertama, guru menyampaikan tujuan pembelajaran agar siswa mampu menyebutkan tata cara berwudlu dan mempraktekkannya dengan benar. Pada tahap ini guru memberikan deskripsi tentang pengertian wudlu, syarat sah dan syarat wajib berwudlu, rukun dan sunnah wudlu serta hal-hal yang membatalkan wudlu. Fase Kedua, guru mendemonstrasikan cara berwudlu melalui tepuk wudlu dan praktek langsung. Fase Ketiga, guru membimbing dalam pelatihan berwudlu dengan memberikan instruksi bertahap. Siswa mempraktekkan gerakan wudlu secara bersama- sama, tahap demi tahap sesuai intruksi guru. Guru memastikan gerakan siswa tepat sesuai aturan yang benar. Fase Keempat, guru mengecek pemahaman siswa dan memberi umpan balik tentang materi wudlu yang diberikan. Misalnya dengan memberikan seatwork (latihan-latihan soal) atau workbook (lembar kerja) seputar materi wudlu. Cara lain dengan Tanya jawab sesuai materi. Fase kelima, guru memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dengan melalui tugas rumah mengamati orang tua berwudlu setiap sebelum sholat dan menirunya.[2]

Berdasarkan kutipan diatas, maka penggunaan  model  Direct  instruction dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan tersktruktur dimana isi materi penuh disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang relatif singkat dan  guru  yang  memiliki  persiapan  yang  matang  dalam  penyampaian  pelajaran dapat  menarik  perhatian  siswa.  Namun  tidak  dipungkiri  bahwa  model  direct instruction  memiliki  kelemahan  yaitu  ruang  untuk  siswa  aktif  memang  terlalu sempit  yang  berdampak  tidak  mengembangkan  keterampilan  sosial  siswa. Walaupun  direct  instruction  memiliki  kelemahan  tidak  mengembangkan keterampilan sosial  siswa tetapi  itu tidak menjadi  penghalang karena  guru akan berperan aktif dalam proses pengembangan diri setiap siswa untuk memperoleh hasil yang baik dengan menggunakan pembelajaran ini.
Berdasarkan wawncara dengan Bapak Mahdi bahwa �saat melaksanakan model pembelajaran langsung ini, guru mendemonstrasikan praktek thaharah kepada siswa, selangkah demi selangkah. Guru sebagai pusat perhatian memiliki peran yang sangat dominan. Karena itu, pada direct instruction, guru bisa menjadi model yang menarik bagi siswa�.[3]
Pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik apabila guru mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan baik pula dan sistematis, sehingga tidak membuat peserta didik cepat bosan dengan materi yang dipelajari. Sementara Itu Bapak T. Syahrial Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb, juga menyatakan bahwa:
Model pengajaran langsung memberikan kesempatan siswa belajar dengan mengamati secara selektif tentang materi thaharah, mengingat dan menirukan apa yang dimodelkan gurunya. Oleh karena itu hal penting yang harus diperhatikan oleh guru fiqih kelas VII MTsN Jeunieb dalam menerapkan model pengajaran langsung adalah menghindari menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks. Di samping itu, model pengajaran langsung mengutamakan pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar konsep dan keterampilan motorik, sehingga menciptakan suasana pembelajaran yang lebih terstruktur.[4]

Guru yang menggunakan model pengajaran langsung tersebut bertanggung jawab dalam mengidentifikasi tujuan pembelajaran,   struktur materi, dan keterampilan dasar yang akan diajarkan. Kemudian menyampaikan pengetahuan kepada siswa, memberikan pemodelan/demonstrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep/keterampilan yang telah dipelajari, dan memberikan umpan balik. Dalam prakteknya di dalam kelas, direct instruction (model pembelajaran langsung) ini sangat erat berkaitan dengan metode ceramah, metode kuliah, dan resitasi, walaupun sebenarnya tidaklah sama (tidak sinomim). Model pembelajaran langsung atau direct instruction menuntut siswa untuk mempelajari suatu keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
B.    Pembelajaran Kelompok

Dalam pelaksanaannya pendidik berperan sebagai fasilitator, pembimbing, perencana pembentukan kelompok dan pengevaluasi. Sedangkan anak didik berperan sebagai anggota kelompok tertentu yang harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya. �Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung untuk mencapai sasaran-saran tertentu. Kelompok dapat bersifat formal maupun informal�.[5]
Belajar kelompok pada dasarnya memecahkan persoalan secara bersama. Artinya setiap orang  turut memberikan sumbangan pikiran dalam memecahkan persoalan tersebut sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Pikiran dari banyak orang biasanya lebih sempurna daripada satu orang. Diskusi merupakan cara yang paling baik dalam belajar bersama.
Menurut wawancara dengan Bapak T. Syahrial, Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb bahwa sebelum belajar kelompok berlangsung, guru memberikan beberapa petunjuk kepada peserta didik untuk belajar bersama  antara lain :
1.     Peserta didik memilih teman yang paling  cocok untuk bergabung dalam satu kelompok yang terdiri dari 3-5 orang. Anggota yang terlalu banyak biasanya kurang efektif.
2.     Peserta didik menentukan dan menyepakati  bersama kapan, dimana dan apa yang akan dibahas, serta apa yang perlu disiapkan untuk keperluan diskusi tersebut. Belajar kelompok di lakukan  secara rutin minimal satu kali dalam seminggu.
3.     Setelah berkumpul secara bergilir Peserta didik menetapkan siapa pimpinan kelompok yang  akan mengatur diskusi dan siapa penulis yang akan mencatat hasil diskusi.[6]

Belajar kelompok dilaksanakan dalam suatu proses kelompok. Para anggota kelompok saling berhubungan dan berpartisipasi, memberikan sumbangan untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kelompok berkumpul para peserta didik yang saling berinteraksi dan memiliki tujuan tujuan bersama. Mereka saling bertukar pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan sikap serta perilaku. Oleh karena itulah di dalam pembelajaran kelompok terjadi dinamika kelompok.
Selanjutnya Zakiyah Daradjat menjelaskan bahwa:
Pengelompokan dapat dilakukan oleh anak didik sendiri yang biasanya dalam pemilihan dalam pemilihan kelompok seperti ini didasarkan atas pemilihan teman yang menurutnya lebih dekat. Pengelompokan dapat pula dilakukan oleh guru atas pertimbangan-pertimbangan pedagogis, diantaranya untuk membedakan anak didik yang cerdas, normal dan lemah. Menurut crow and crow bahwa anak yang cerdas apabila digabungan dengan anak yang lemah akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar terutama bagi yang lemah. Untuk kelompok yang bagi berdasarkan kemampuan anak didik, tugas guru sebagai pembibing akan lebih berat, karena harus secara cermat memperhatikan anak didik yang lemah agar jangan terlalu dirugikan. Sedangkan cerdas jangan jangan ada anggapan bahwa  adanya kelompok tidak memberi manfaat baginya. Dalam hal ini guru meritugas tugas kepada yang lebih cerdas untuk membantu rekan-rekannya yang lemah.[7]

Pendapat diatas sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 sebagai berikut:
?????????????? ????? ??????? ???????????? ????? ???????????? ????? ???????? ?????????????? ??????????? ?????? ????? ?????? ??????? ??????????) ???????:?(
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah: 2)

Kerja kelompok itu akan berguna atau berhasil apabila kelompok tersebut mempunyai tujuan tertentu, setiap kelompok sadar dan mampu menghayati peran sertanya, serta mau berpartisipasi sesuai dengan tujuan kelompoknya. Sementara itu Bapak Mahdi Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb menjelaskan bahwa:
Di dalam kegiatan pembelajaran kelompok Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb memotivasi dan melibatkan peserta didik dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelompok. Kegiatan pembelajaran kelompok mendorong penampilan peserta untuk melakukan saling membelajarkan dan melaksanakan tugas dengan intensitas tinggi. Di samping keunggulan terdapat pula kelemahan dari metode pembelajaran kelompok, diantaranya: (1) cenderung mengabaikan pembelajaran individual, (2) alokasi waktu tidak mudah ditentukan, (3) Jumlah peserta didik akan berpengaruh terhadap efektivitas pembelajaran, (4) pendidik (fasilitator) dituntut memiliki kualifikasi tinggi; (5) pembelajaran dapat didominasi oleh satu atau dua orang.[8]

Dengan pendekatan kelompok ini, mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa hidup ini ternyata hidup ini saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya. tidak ada makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa bantuan orang lain. Di dalam melaksanakan kegiatan, anggota kelompok dapat saling membantu kesulitan yang dihadapi anggota lainnya di dalam kelompok.
                                                           
C.    Pembelajaran Idividual  
                                                     
Pembelajaran individual merupakan salah satu cara guru untuk membantu siswa membelajarkan siswa, membantu merencanakan kegiatan belajar siswa sesuai dengan kemampuan dan daya dukung yang dimiliki siswa. Pendekatan individual akan melibatkan hubungan yang terbuka antara guru dan siswa, yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar. Menurut Zakiyah Daradjat �individu adalah manusia orang-seorang yang memiliki pribadi/jiwa sendiri. Kekhususan jiwa jiwa itu menyebabkan idividu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain, tiap-tiap manusia mempunyai jiwa sendiri�.[9]
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Mahdi, guru MTsN Jeunieb menurut beliau Salah satu model pembelajaran individual yang diterapkan di MTsN Jeunieb adalah �pembelajaran dengan modul. Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep pembelajaran yang dapat dipelajari oleh siswa sendiri (self instruction). (Modular Instruction) Modul merupakan suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru�.[10]
Berdasarkan pernyataan di atas, Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan bahwa �di Kelas ada sekelompok anak didik. Mereka duduk di kursi masing-masing. Mereka berkelompok dari dua sampai lima orang. Di depan mereka ada meja untuk membaca dan menulis atau untuk meletakkan fasilitas belajar. Mereka belajar dengan gaya yang berbeda-beda. Perilaku mereka juga bermacam-macam�.[11]
Dalam pelaksanaannya pendidik berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan pengevaluasi. Sedangkan anak didik berperan sebagai subjek yang belajar, yakni belajar mandiri berdasarkan kemampuan sendiri dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Artinya anak didik dituntut belajar juga diberi kebebasan untuk dapat mengembangkan kemampuan dasar yang ia miliki dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Selanjutnya Oemar Hamalik menjelaskan bahwa:
Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pebedaan itu dapat dilihat dari dua segi, yakni horizontal dan vertikal. Perbedaan segi horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti: tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, dan sebagainya. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti: bentuk, tinggi dan besarnya badan, tenaga, dan sebagainya. Masing-masing aspek individu tersebut besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan belajar.[12]

Sistem pembelajaran ini didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran terprogram. Setiap siswa diarahkan pada program belajar masing-masing berdasarkan rencana kegiatan belajar yang telah disiapkan oleh guru atau guru bersama siswa berdasrkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan dirumuskan secara operasional. Rencana kegiatan ini berkaitan dengan materi pelajaran yang harus dipelajari atau kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Mursyidah Mahdi, Guru Fiqih MTsN Jeunieb menurut  beliau kedudukan siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral, belajar merupakan pusat layanan pengajaran. maka siswa memiliki keluluasaan berupa: �(i) Keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri, (ii) Kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukannya, (iii) Keleluasaan dalam mengontrol kegiatan,kecepatan, dan intensitas belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan�.[13]




               [1] Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), hal. 29.
               [2] Mursyidah, Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb, 11 November 2015.

               [3] Mahdi, Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb, 11 November 2015.

               [4] T. Syahrial, Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb, 12 November 2015.

               [5] Pupuh Fathurrohman, dkk, Guru Profesional, (Bandung: Refika Aditama, 2012), hal. 69.
               [6] T. Syahrial, Guru Fiqih Kelas VII MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb, 13 November 2015.

               [7]Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Ed.2, Cet.4, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 305.

               [8] Mahdi, Guru Fiqih MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb,  13 November 2015.

               [9]Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 118.

               [10] Mahdi, Guru Fiqih MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb,  11 November 2015.

               [11] Syaiful Bahri Djamarah, Strategi, hal. 54.

               [12]Oemar Hamalik, Kurikulum, hal. 92.

               [13] Mursyidah, Guru Fiqih MTsN Jeunieb, Wawancara di Jeunieb,  11 November 2015.