Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

TANGGUNG JAWAB ORANGTUA MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM


BAB III
TANGGUNG JAWAB ORANGTUA MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

A.    Dasar Kewajiban Orangtua Mendidik Anak    
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak baik di rumah ataupun di sekolah, baik orangtua ataupun guru harus sesegera mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan diantara orangtua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut.
Usia dini merupakan periode subur bagi perkembangan otak. Segala stimulasi akan merangsang perkembangan otaknya. Bahkan setelah mengadakan penelitian terhadap perkembangan anak, Lubis Salam melihat �nilai kecerdasan anak yang menerima stimulasi hingga enam tahun, terus semakin mengalami peningkatan. Sehingga semakin memperlebar kesenjangan kecerdasannya dibandingkan teman-teman sebayanya.�[1]Oleh karena itu, untuk dapat berkembang secara optimal otak anak perlu mendapatkan rangsangan dari lingkungannya. Menurut Maya Indrawati, menjelaskan bahwa: �Manusia yang baru lahir merupakan organisme dengan kemampuan belajar efesien. Dan juga menurut Glenn Doman, penulis The Gentle Revolution Series bahwa semua anak dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang sama.[2]

Djalaluddin dan Ramayulis menjelaskan bahwa:
Anak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan dan baru berfungsi setelah mencapai tahap kematangan. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi yang dibawa ini hanya memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada tahun-tahun pemulaan.[3]

Disinilah peran orangtua sangat dibutuhkan, yaitu bagaimana orangtua memotivasi dan memacu potensi anaknya agar dapat berkembang dengan baik, karena setiap anak mempunyai potensi yang dapat berkembang menjadi anak yang cerdas dan kreatif.
Lebih lanjut Maya Indrawati menjelaskan bahwa:
Orangtua dituntut memahami perkembangan dan cara belajar anak. Semakin optimal dan luas orangtua mengembangkan otak anak, akan membuatnya semakin tertantang untuk belajar dan mencari pengalaman baru. Dengan demikian sikap dan perilaku orangtua sangat menentukan perubahan pada perilaku dan sikap anak. Sikap positif dalam menddik dan membesarkan anak haruslah dimiliki oleh para orangtua. Sebaiknya orangtua berhati-hati bersikap dan bertingkah laku didepan anak. Karena anak memiliki sifat meniru yang sangat bagus.[4] 

Dari berbagai pengalaman para ahli maupun litelatur telah membuktikan bahwa peran ayah dalam membentuk kepribadian anak sangat besar artinya. Sejak Sigmud Freud mencanangkan teori psikoanalisis  untuk pertama kalinya pada abad ke-20 ini, ia sudah menyatakan bahwa perkembangan kepribadian anak, khususnya sewaktu balita, sangat ditentukan oleh tokoh ayah.[5]
Menurut Irawati Istadi peran orangtua dalam proses belajar anak meliputi dua hal yaitu[6]:
1.     Melengkapi fasilitas pendidikan;
Selain perabot rumah tangga, fasilitas rumah tangga yang harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang pendidikan anak. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a).   Tempat belajar yang menyenangkan
Semakin baik dan menarik keberadaan fasilitas pendidikan yang diberikan, anak akan merasakan bahwa kegiatan belajar adalah kegaitan yang istimewa dan menyenagkan dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan semakin memacu motivasi belajarnya.
b).   Media informasi
Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan kaitannya dengan media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan diperoleh. Maka untuk mengakrabkan anak dengan bidang pendidikan, tak bisa tidak harus pula terlebih dahulu mengakrabkan mereka dengan media informasi ini.
c).   Perpustakaan Keluarga
Untuk menumbuhkan motivasi pendidikan kepada anak, buku adalah sarana paling tepat. Kecintaan anak terhadap buku mutlak harus ditumbuhkan sedini mungkin. Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk kepeluan itu, yaitu dengan menyediakan fasilitas yang berupa perpustakaan rumah.
2.     Mengembangkan budaya ilmiyah dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a).   Budaya Islami
Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan keimanan, nilai-nilai moral, adalah dengan teladan langsung. Ajaran tentang dzikir kalimat tayyibah, shalat, kejujuran, hingga mencintai al-Qur�an sangat mudah diajarkan jika orangtua langsung mempraktekkannya. Maka tanpa harus banyak memberi nasehat dan mengingatkan, anak akan secara langsung mencontoh.
b).   Budaya Belajar
Orangtua harus menunjukkan kepada anak-anak, bahwa mereka pun gemar belajar. Harus diluangkan waktu walaupun hanya sebentar bagi orangtua untuk belajar ini. Gairah orangtua untuk terus belajar inilah yang akan dicontoh anak. Sehingga, tanpa disuruh pun, anak akan senang mencontoh untuk belajar.
c).   Budaya Jam Baca
Membudayakan jam baca pun sangat baik untuk dilakukan. Konskwensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang memadai untuk dibaca. Jangan sampai anak menjadi bosan dan terpaksa membaca apa yang tak ia butuhkan dan tidak ia sukai.
d).   Gairah Cerita
Kegiatan bercerita memiliki manfaat yang sangat besar, yaitu sebagai wahana memperluas cakrawala berfikir anak, sebagai media bagi orangtua untuk mengajarkan nilai-nilai moral, mengingatkan anak kecintaannya terhadap buku, dan memelihara rasa keingintahuan mereka.
e).   Gairah Rasa Ingin Tahu.
Sebenarnya setiap bayi terlahir dengan berbekal rasa ingin tahu yang amat besar. Selanjutnya mereka berkembang menjadi anak-anak yang selalu serba ingin tahu. Pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu yang mereka temui seakan takpernah berhenti mengalir. Fitrah ini penting untuk dipelihara dan diarahkan. Dengan kesabaran orangtua untuk terus menjawab pertanyaan anak, memancingnya dengan pertanyaan baru, inilah akan mempertinggi gairah rasa ingin tahu anak.
B.    Pentingnya Pendidikan Islam dalam Pendidikan Keluarga
Lembaga keluarga merupakan pendidikan yang pertama yang didapat oleh anak. Lingkungan pendidikan yang pertama membawa pengaruh terhadap anak untuk melanjutkan pendidikan yang akan dialaminya di sekolah dan di masyarakat, dengan kata lain bahwa peran keluarga adalah suatu kewajiban harus diberikan kepada anaknya untuk membentuk kepribadian masalah bagi anaknya baik lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.
�Motivasi pendidikan keluarga semata-mata demi cinta kasih sayang, dimana di dalamnya terdapat suasana cinta inilah proses pendidikan berlangsung seumur anak-anak itu dalam tanggung jawab orang tua/ keluarga�[7]. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamati Allah Swt. untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur�an dan Hadits.
Jadi, orang tua seharusnya tidak hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada pihak lembaga pendidika atau sekolah, akan tetapi mereka harus lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di lingkungan keluarga mereka, karena keluarga merupakan faktor yang utama di dalam proses pembentukan kepribadian sang anak.
�Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya, kalau prilaku orang tua baik. Dengan demikian keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak�[8]. Anak yang sholeh bukan hanya anak yang berdo�a untuk orang tuanya saja, akan tetapi anak sholeh adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti : shalat, puasa, berjilbab bagi yang putri dll.
Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan orang tua baik secara sadar maupun tidak sadar. bekitupun dengan pemakaian jilbab bagi sang anak kalau tidak ada dorongan dari orang tua anak tersebut akan sedih, maka peran keluargalah yang harus memberikan masukan, motivasi dan bimbingan kepada anak. Orang tua memberikan masukan kepada anak �anaknya agar kalau keluar rumah harus memakai jilbab, karena Islam menganjurkan sebaiknya bagi perempuan harus memakai jilbab.
Pelaksanaan pendidikan agama dalam lingkungan keluarga kaitannya dengan pembentukan akhlak adalah dengan melaksanakan pendidikan agama yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak yang terdiri dari perkembangan anak usia balita, usia sekolah dasar dan remaja. Bentuk pelaksanaan pendidikan selain dengan memberikan secara teoritis tentang akhlak juga harus disertai dengan contoh tauladan kepada anak oleh orangtua, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga terdiri dari faktor internal yaitu faktor yang berasal dari lingkungan keluarga itu sendiri seperti kondisi keluarga yang harmonis atau tidak, tidak berjalannya fungsi dan peran masing-masing anggota keluarga, baik ayah, ibu dan anak, tingkat ekonomi keluarga yang rendah dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah �faktor yang berasal dari luar lingkungan keluarga yaitu masyarakat, lingkungan sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi informasi dan komunikasi�[9].
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian suatu haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pendidikan keluarga, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola kegiatan ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[10]

Fungsi pendidikan Islam dalam membina keluarga merupakan suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, kegiatan pengajaran tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Namun demikian, prinsip-prinsip pendidikan semua pendidikan sama saja, termasuk terhadap prinsip pendidikan anak.
Hal tersebut dikarenakan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Orangtua yang menciptakan guna membelajarkan anak didik. Orangtua yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan keluarga sebagai mediumnya. Di sana semua bentuk pendidikan diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai orangtua tentunya sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak-anak kepada kebaikan. Di sini tentu saja tugas orangtua berusaha menciptakan suasana yang menggairahkan dan menyenangkan bagi anaknya.
Oleh karena itu, memberikan pengetahuan agama bagi seorang anak menghendaki hadirnya sejumlah prinsip pendidikan. Sebab belajar tidak selamanya memerlukan seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan seseorang anak di luar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain, apalagi aktifitas itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku.
Sebenarnya semua halnya yang menyangkut dengan memberikan pendidikan kepada anak pada hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak-anak, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak-anak melakukan belajar. Oleh karena itu, Nana Sudjana menerangkan bahwa �pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar�.[11]
Oleh karena itu, sebagai upaya pengaturan kegiatan belajar mengajar anak, maka Adi Suardi sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein menerangkan ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
Pertama, pembelajaran memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu. Kedua, ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga, kegiatan pendidikan ditandai dengan penggarapan metode yang khusus. Keempat, ditandai dengan aktifitas anak sebagai konsekwensi, bahwa anak merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar. Kelima, dDalam kegiatan belajar orangtua harus berperan sebagai pembimbing. Keenam, dalam kegiatan belajar membutuhkan kedisiplinan.[12]
Melihat realitas tersebut di atas, maka Zakiyah Daradjat merumuskan prinsip-prinsip pendidikan anak sebagai berikut:
Pertama, Memelihara dan membesarkan anak. Inilah prinsip paling sederhana dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Kedua, Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya. Ketiga,Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya. Keempat, Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.[13]
Dari keterangan di atas, maka dapat digambarkan bahwa dalam menerapkan pendidikan Islam juga harus menggunakan prinsip yang sama dengan pendidikan lainnya, karena pada dasarnya para ahli pendidikan belum merumuskan prinsip yang khusus untuk masing-masing model pendidikan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan, maka digunakan prinsip pendidikan yang berlaku secara umum guna tercapainya tujuan pendidikan tersebut.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
C.    Kode Etik Orangtua Sebagai Pendidik dalam Rumah Tangga
Orangtua boleh dikatakan sebagai pemimpin dalam memimpin anaknya lebih-lebih seorang bapak sebagai pkepala rumah tangga. Orangtua dalam memanage pendidikan bagi anaknya tentunya mempunyai batasan-batasan kaidah etika (kode etik) yang yang harus dipenuhi sebagai klasifikasi seorang pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga.
Adapun beberapa kode etik yang harus dimiliki orangtua sebagi pendidik menurut Abdullah Nasih Ulwan seharusnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Bersikap penyantun dan penyayang. Kedua, Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak. Ketiga, Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama. Keempat, Bersikap rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. Kelima, Menghindarkan dari aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia. Keenam, Meningalkan sifat marah dalam menghadapi problem anaknya. Ketujuh, Mencegah dan mengontrol anak dalam mempelajari ilmu yang membahayakan. Kedelapan, Mencegah anak dalam mempelajari ilmu fardlu kifayah ( kewajiban kolektif, seperti mempelajari ilmu kedokteran, psikologi,dan sebagainya) sebelum mempelajari ilmu fardlu �ain ( kewajiban individual, seperti akidah, syari�ah, dan akhlak).[14]
Secara kodrat orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak-anaknya di rumah. Prediket orangtua sebagai pendidik di rumah datang secara otomatis setelah pasangan suami istri dikaruniai anak. Yang disebut pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Pendidik dalam Islam juga disebut sebagai orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didiknya, baik berupa potensi afektif (rasa), kognitif(rasa), dan psikomotor (karsa).
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah:
Orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.[15]
Orangtua, dalam perspektif ini merupakan orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anaknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah Swt. dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri nantinya.
D.    Langkah-Langkah Orangtua dalam Mendukung Perkembangan
Pendidikan Anak                                    
Orang sudah semakin sadar bahwa faktor keturunan dan lingkungan memainkan peran yang sama pentingnya terhadap kemampuan anak dalam mempelajari sesuatu. Dalam pengertian yang luas dapat dikatakan bahwa �faktor keturunan mempengaruhi sejauh mana batasan dan potensi anak, sedangkan pengalaman yang didapat dari lingkungan memungkinkan sejauh mana potensi anak bisa ditampilkan�[16]. Sejak awal kehidupan, ada pengaruh timbal balik antara individu dengan lingkungannya, tapi situasi rumah sangatlah berperan dalam meningkatkan kecerdasan anak. Situasi rumah mencakup status sosial, latar belakang pendidikan, dan sikap orangtua serta keadaan ekonomi.
Masyarakat yang mementingkan perkembangan segi-segi intelektualitas, akan memberikan kemungkinan belajar meningkat berbeda dengan masyarakat yang lebih mengutamakan aspek kehidupan yang lain. Bila dua tahun pertama dari kehidupan anak diisi dengan banyak rangsangan kegiatan yang bermanfaat, buku-buku, mainan dan sebagainya, maka hasil tes terhadap kecakapannya akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki sarana dan kesempatan untuk belajar dan bermain melalui buku-buku tersebut, dengan bermain akan memperluas kesempatan anak untuk mengembangkan kemampuannya, seperti kemampuan berbahasa dan koordinasi tangan dan mata.
Setiap anak akan menunjukkan reaksi yang berbeda, tergantung dari daya serap, kematangan perkembangan, dan sikapnya sendiri. Hal ini juga berinteraksi dengan sikap orangtua, orangtua jangan terlalu banyak menuntut anak untuk mempelajari sesuatu dengan memberikan begitu banyak rangsangan dan variasi dalam kehidupan.
Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan orangtua dalam mendukung perkembangan pendidikan anak antara lain :
1.     Memahami Cara Belajar Anak
Anak adalah pelajar yang alami. Anak usia 0-12 tahun perkembangan belajarnya berada pada rentang yang paling cepat dibanding usia sepanjang hidupnya. Masa ini adalah masa terbentuknya kepribadian dasar individu.
2.     Memahami Fitrah Anak
Menurut M. Thalib, Anak dilahirkan dengan membawa 20 fitrah (sifat bawaan) yang harus dipahami oleh setiap orangtua antara lain:
a).   Anak menginginkan perlindungan dan bimbingan
b).   Anak cenderung lebih mengidolakan bapak
c).   Anak cenderung membanggakan prestasi orangtua
d).   Anak prihatin bila orangtuanya sesat
e).   Anak tidak senang bila tidak dipercayai orangtua
f).    Anak tidak senang bila dianak-tirikan orangtua
g).   Anak senang bila orangtuanya seaqidah
h).   Anak cenderung membela martabat orangtua bila dihinakan orang lain
i).    Anak senang mendapatkan restu orangtua
j).    Anak cenderung mengikuti jejak orangtua
k).   Anak senang membahagiakan orangtua
l).    Anak senang diperlakukan orangtua secara dewasa
m).Anak menjaga diri agar tidak dimarahi orangtua
n).   Anak senang membantu kepentingan orangtua
o).   Anak cenderung lebih dekat dengan ibu
p).   Anak Mengharapkan doa kebaikan dari orangtua
q).   Anak cenderung kurang dekat dengan orangtua ketika telah mampu mandiri
r).    Anak kurang bersabar merawat orangtua yang telah lanjut usia.
s).    Anak lebih senang memilih sendiri jodohnya.
t).    Anak menyadari pengorbanan orangtua setelah berumur empat puluh tahun.[17]
Dalam kerangka penciptaan lingkungan keluarga yang memberikan nilai edukatif bagi anak, orangtua perlu memahami fitrah yang telah dimiliki anak. Dengan memahami karakteristiknya, orangtua akan dapat menangkap segala isyarat yang ditampilkan anak melalui perilakunya. Hal tersebut bermanfaat untuk merespon perilaku anak sehingga tanggapan yang muncul adalah yang mengandung unsur edukatif.
Dari kesemua yang tak kalah pentingnya adalah orangtua juga harus terus belajar, ilmu pengetahuan tentang dunia anak itu terus berkembang. Dan sebagai orangtua sudah sewajarnya bila anda mengikuti perkembangan tersebut bila ingin memberikan yang terbaik buat anak. Demikian juga dengan cara mendidik anak, bagaimana sebenarnya, seharusnya seorang anak itu diperlakukan, bagaimana cara mempersiapkannya baik fisik maupun mental agar anak dapat survive di zamannya kelak.[18]
3.     Pendekatan Metode
Beberapa cara atau metode yang sering dan mudah dilakukan dalam mendidik dan mewariskan ajaran Islam kepada anak antara lain:
a).   Metode keteladanan
Metode pendidikan Islam berpusat pada keteladanan. Yang memberi keteladanan adalah guru, kepala sekolah dan semua aparat sekolah.  Pada diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap seorang tokoh yang dikaguminya. Sehingga kepada seorang pendidik atau orangtua harus mampu memberikan suri teladan yang baik[19]. Keteladanan ini sangat efektif digunakan, yaitu contoh yang jelas untuk ditiru.
Keteladanan merupakan salah satu metode yang ditunjukkan dalam al-Qur`an yang terdapat pada pribadi Rasulullah Saw. Melalui keteladanan Beliau, ajaran agama Islam mudah diterima dan tersebar diseluruh penjuru dunia. Firman Allah Swt. Surat Al-Ahzab ayat 21:
?????? ????? ?????? ??? ??????? ??????? ???????? ???????? ?????? ????? ??????? ??????? ??????????? ???????? ???????? ??????? ???????? )???????: ??(
Artinya:  Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat  tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(Qs. Al-Ahzab:21).
Keteladanan terbagi menjadi dua macam, yaitu peneladanan yang disengaja dan peneladanan yang tidak disengaja. Peneladanan yang disengaja adalah peneladanan yang disertai dengan penjelasan atau printah agar meneladani, seperti memberi contoh membaca yang baik dan benar, mengerjakan shalat dan lainnya. Sedangkan peneladanan yang tidak disengaja seperti keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebaginya. Dalam hal ini pemberi teladan kepada anak-anak adalah guru-guru dan orangtua. Keteladanan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada omelan atau nasehat[20].
Metode keteladanan sangat penting karena aspek agama yang terpenting adalah Akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behaviorial).[21]
Metode pendidikan islam berpusat pada keteladanan. Sedang yang memberi keteladanan dalam sekoalah adalah guru. Kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spiritual dan sosial[22]. Anak akan mencontoh apa yang dilakukan pendidik baik ketika berteriak berkata dan sebagainya. Dari sini masalah keteladanan menjadi faktor penting untuk memperbaiki penyimpangan perilaku anak.
b).   Metode Nasehat
Metode lain yang dapat mengubah kelainan tingkah laku pra sekolah adalah pendidikan dengan nasehat. Bagi pra sekolah akan lebih mungkin menerima nasehat yang lebih melekat dari pada orang dewasa[23]. Merujuk pada firman Allah surat Ali-Imran ayat 138:
?????? ??????? ?????????? ??????? ???????????? ???????????????) ?? ?????: ???(
Artinya:  Al Qur�an adalah penerangan bagi semua manusia dan petunjuk serta nasehat bagi orang-orang yang bertaqwa.(Qs. Ali-Imran:138).
Agar pemberian nasehat lebih melekat, dalam menyampaikan nasehat bisa disertai dengan perumpamaan, gambar dan contoh serta praktek supaya bisa disaksikan langsung[24]. Metode ini di gunakan untuk membuka anak-anak pada hakekat sesuatu, mendorongnya pada situasi luhur, menghiasinya dengan Akhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Metode nasehat merupakan metode yang sesuai dengan dasar dakwah sebagai jalan menuju kebaikan individu dan petunjuk bagi umat.
c).   Metode Ganjaran dan Hukuman
Metode ini didasarkan pada fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan[25]. Pendidikan dengan metode ini bertujuan agar segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan aturan dan kaidah yang telah di tetapkan. Hadiah adalah bentuk dari dorongan, dukungan atau spirit agar anak bersedia melaksanakan sesuatu. Sedangkan hukuman adalah tindakan tegas agar segala sesuatu diletakkan pada tempat yang benar.



d).   Metode Cerita/Dongeng
Dalam al-Qur�an sendiri terdapat banyak cerita yang menggambarkan sebuah metode dalam pendidikan. Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh sebuah perasaan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perasaan.
e).   Metode pembiasaan
Pembiasaan atau latihan sangat diperlukan dalam mewujudkan pendidikan agama yang baik pada anak. Pentingnya pembiasaan dan latihan ini sebagaimana pendapat Zakiah Daradjat karena �Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tentunya pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena masuk menjadi bagian dari pribadinya�.[26]
Di samping itu perlu dingat bahwa anak-anak usia pra sekolah, belum mampu berfikir abstrak (ma�nawi), oleh karena itu pendidikan akhlak harus di berikan dalam jangkauannya, yaitu dalam kehidupan nyata. Disinilah letak pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan perbaikan tingkah laku khususnya.[27]
Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa: �pendidikan dengan pembiasaan adalah pilar terkuat dan paling efektif untuk memperbaiki perilaku karena pembiasaan didasarkan pada partisipasi anak[28].
f).    Metode Demonstrasi
Demonstrasi sangat dibutuhkan di saat pendidik harus membimbing dengan sabar cara mempraktekan secara langsung contoh tingkah laku yang harus ditunjukkan anak secara seharusnya. Dengan metode-metode diatas, upaya memperbaiki kelainan tingkah laku akan bisa efektif. Selain metode tersebut masih banyak metode yang bisa diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi perilaku anak yang dibimbing.
g).   Metode Pengawasan
Pengawasan sangat dominan dalam pembentukan akhlak bagi anak, karena hilangnya pengawasan membawa ketidakberhasilan dalam pembinaannya. Cara ini dalam pendidikan akhlak dapat berwujud kata-kata verbal seperti pesan, nasehat, anjuran, lamaran, pemberian, peringatan, ancaman dan lain-lain. Namun bisa juga dengan perbuatan seperti tekanan, pembiasaan tindakan dan latihan. Dengan demikian dalam usaha mendidik perilaku anak, seorang pendidik harus mampu memilih serta menggunakan cara sebagai penanaman nilai tersebut.



               [1]Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, t.th), hal. 3.

               [2]Maya Indrawati dan Widodo Nugroho,  Serba Serbi Bijak Mendidik  dan Membesarkan Anak Usia Pra-Sekolah, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser, 2006), hal. 3.

               [3]Djalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Cet. 4, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), hal. 31-32.

               [4]Nugroho,  Serba Serbi..., hal. 3.

               [5]Alex Sobur, Komunkasi Orangtua Dengan Anak, (Bandung: Angkasa, 1991), Cet. 1, hal. 21.
               [6]Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak (Seri Psikologi Anak 2),(Jakarta: Pustaka Inti, 2004), hal. 169-175.
               [7]Djuju Sujana, Peranan Keluarga dalam Lingkungan Masyarakat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 33.

               [8]Jalaluddin Rahmat, dan Muhtar Gandatama, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 29.
[9]Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak   Bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005), hal. 39.

[10] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 5.
[11]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. II, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 29.

[12]Djamarah , Strategi ..., hal. 46-49.

[13]Daradjat, Ilmu ..., hal. 38.

               [14]Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (terjemah: Tarbiyatul �l-Aulad fil�-Islam), (Bandung: Asy-Syifa, 1988), hal. 42.

               [15]Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal. 19.
               [16] J. Ellys, Kiat Meningkatkan Potensi Belajar Anak, (Bandung:  Pustaka Hidayah, 2009), hal. 20.
               [17] M. Thalib, Memahami 20 Sifat Fitrah Anak, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995), hal. 10.

               [18]Nugroho,  Serba Serbi...., hal. 112.
               [19] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hal. 143.

               [20]Jaudah Muhammad Awad, Mendidik Anak Secara Islami, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2000), Cet. VIII, hal. 13. 

               [21]Ulwan, Pedoman...., hal. 42.

               [22] Ibid., hal. 2.

               [23] Ibid., hal. 122.
               [24] Ibid., hal. 122.

               [25]Tafsir, Ilmu... ., hal. 14.
               [26] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hal. 66.

               [27] Ibid., hal. 77.

               [28]Ulwan, Pedoman..., hal. 64.