Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pengertian Pendidikan Tauhid


BAB II


KAJIAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN TAUHID

A.    Pengertian Pendidikan Tauhid
     
Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islam mengungkapkan bahwa arti  menjaga diri serta keluarga dari siksa api neraka atau disebut (???????) di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat Sayid Sabiq: Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan diri serta keluarga.[1]
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah Swt. yang harus dilaksanakan.[2] Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada putra putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya berada dalam kekuasaan Allah Swt.hanya ada satu tuhan karena jika ada tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur lebur.

Artinya: Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.(Qs. Al-Anbiya:22)

Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi, menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.

Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka  menyembah-Ku.(Qs. Adz-Dzariyaat:56)
Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun yang dilakukan hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan pengampunan terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya dengan yang lain sampai-sampai Allah memberikan ultimatum ini sebanyak dua kali dengan redaksi yang hampir sama yakni dalam surat an Nisa ayat 48 sebagai berikut:

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(Qs. An-Nisa:48).

Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzalimi diri sendiri, serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena tempat bagi siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 72 sebagai berikut:

Artinya: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.(Qs. Al-Maidah:72).

Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim IAIN Syarif hidayatullah terbagi  menjadi dua yakni : tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah.[3] Sedangkan menurut Isma�il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari tiga kriteria yang talazum, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Hakimiyah.[4] Ruang lingkup aqidah oleh Yunahar Ilyas, yang meminjam sistematika Hasan al Banna membagi ruang lingkup tauhid menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat, dan Sam�iyyat[5].
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb yang Esa, tunggal tidak ada Rabb selain Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah. Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan dengan semua aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus diwujudkan melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada Allah Swt. tanpa perantara serta hanya untuk Dialah segala bentuk penyembahan dan pengabdian, ketaatan  tanpa yang hanya tertuju kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid ialah bahwa yang berhak dijadikan tempat khudhu� atau ketundukan dalam beribadah serta ketaatan hanyalah Allah Swt yang berhak dipatuhi secara mutlak oleh hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai �raja�.[6] Dijelaskan pula bahwa Tauhid Al Hakimiyah ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum. Meskipun mungkin konsep ini sudah terkandung dalam pengertian Uluhiyah namun ulama kontemporer tetap memisahkannya dengan tujuan menonjolkan kehakimiyahan Allah Swt.[7]
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan perlu ditanamkan sejak dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan utama yang dikenal anak adalah keluarga.         
B.     Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid

Al-Quranul Karim, Sunnah Nabi Muhammad saw, serta penalaran serta perenungan yang sehat terhadapnya merupakan asas atau sumber pokok akidah islamiyah, demikian penjelasan Ali Abdul Halim Mahmud.[8] Karena membicarakan dasar pendidikan Islam berarti membicarakan dasar syari�at  Islam yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi.[9]
Dasar-dasar pendidikan tauhid dalam Al -Quran antara lain:
1.     Surat At Tahrim ayat 6 :

Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Qs. At-Tahriim: 6).
2.     Surat Luqman ayat 13 :

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: �Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.(Qs. Lukman:13).

3.     Surat Al Baqarah ayat 132-133 :

Artinya: Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya�qub. (Ibrahim berkata):� Hai anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir ketika Ya�qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: �Apa yang kamu sembah sepeninggalku?�. Mereka menajwab: �Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma�il, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.(Qs. Al-Baqarah:132-133).

 Sedangkan landasannya dari hadis antara lain sabda Nabi :

Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu�anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda:  Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan menetapi fitrah, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhari).[10]

Setelah mengetahui dasar pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat kita lihat bahwa Al-Quran dan Al Haditsternyata memberikan statemen yang jelas dan tegas tentang pendidikan perlunya pendidikan tauhid dalam keluarga. Selanjutnya ialah tentang tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga.
Menurut Abu Tauhied tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga tidak terlepas dari tujuan pendidikan Islam karena pendidikan tauhid dalam keluarga bagian dari pendidikan Islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga kita perlu mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu. Tujuan pendidikan Islam akan terlihat jelas jika kita melihat defenisinya kembali. Tujuan adalah salah satu faktor yang harus ada dalam setiap kegiatan begitu pun dalam kegiatan pendidikan, termasuk aktivitas pendidikan Islam.Tentunya tujuan tersebut terwujud setelah seseorang mengalami proses pendidikan Islam secara keseluruhan.[11]

Sayid Sabiq, menurutnya tujuan pendidikan Islam ialah untuk menyiapkan manusia yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan Muhammad Athiyah Al-Abrosyi memiliki konsep yang berbeda yakni mempersiapkan individu agar dapat hidup dalam kehidupan yang sempurna sebagai sosok yang berkepribadian �al-fadhilah� atau �insan kamil�.An war jundi, memiliki bahasa konsep yang lain, menurutnya tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berpribadi muslim.[12]
Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan  dalam bidang keimanan ialah: Pertama, Agar memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan lain sebagainya. Kedua, Agar memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu pengetahuan, bukan sebagai �pengikut buta� atau taklid semata-mata. Ketiga, Agar keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang beriman.[13]

Menurut Al Ghazali tujuan pendidikan keimanan adalah agar anak didik menjadikan akhirat sebagai orientasi utama dalam hidupnya. Melatih diri untuk mendekatkan diri (bertakarrub) kepada Allah, membentuk kepribadian yang sempurna dengan bimbingan taufik serta nur ilahi agar terbuka jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.[14]
Menurut M. Saleh tujuan pendidikan ketauhidan adalah: Pertama, Menanamkan rasa cinta kepada Allah. Kedua, Bersyukur kepada Allah. Ketiga, Mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah. Keempat, Mencintai para Rasul-Nya. Kelima, Meyakini hal-hal gaib.[15]            
C.    Fungsi Pendidikan Tauhid
     
Menurut ibnu taimiyah, sebagaimana yang dikutib oleh masjid �irsan al-kaylani,[16]tugas pendidikan islam pada hakikatnya tertumpu pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan tabiat peserta didik. Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian pemahaman terhadap dua kalimat syahadat; pemahaman terhadap jenis-jenis tauhid (rubuhiyah, uluhiyah, dan sifat dan asma�); ketundukan, kepatuhan, dan keikhlasan menjalankan islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan. Sedang pendidikan pengembangan tabiat peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah Swt. Dan menyediakan bekal untuk beribadah, seperti makan dan minum. Menurut Ibnu Taimiyah, manusia yang sempurna adalah mereka yang senantiasa beribadah, baik beribadah diniyyah maupun beribadah kawniyah. Ibadah diniyyah adalah ibadah yang berhubungan dengan pencipta (ta�abbdudi) dan sesama manusia (ijtima�i). sedangkan ibadah kawniyah adalah ibadah yang berhubungan dengan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Allah Swt. Setelah memahami hukum-hukum alam dan huku-hukum sosial kemasyarakatan.
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita dapat melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid. M. Saleh menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga adalah berfungsi untuk: Pertama, Memberikan ketentraman dalam hati anak. Kedua, Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan., Ketiga, Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya.[17]
Dari penjelasan yang diuraikan oleh Yunus,  dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi agar: Pertama, Anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas. Kedua, Anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah. Ketiga, Anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.[18]

Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan tauhid. Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam perlindungan dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses yang panjang anak akan selalu mengingat Allah Swt. Allah berfirman :

Artinya:  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(Qs. Ar-Ra'd:28).

Pendidikan tauhid dalam keluarga juga membuat anak mampu memiliki keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak hanya mengikuti saja atau �taklid buta�.  Dengan mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang benar, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan perilaku yang positif  baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridha Allah Swt.
Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para orang tua, karena fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar, dan bertakwa kepada Allah Swt, yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku positif, sehingga anak-anak yang bertauhid juga akan melakukan hal-hal yang positif. Hal-hal yang dapat bermanfaat baik untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia. Aktivitas yang timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridhaAllah Swt, bukan mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
D.    Kedudukan Pendidikan Tauhid    
                             
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah yang banyak sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain Allah, baik itu kepada wali, orang shaleh, nabi, malaikat, jin dan sebagainya.
Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia, Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 sebagai berikut:

Artinya:   Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.(Qs. Adz-Dzariyat: 56).

Maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu �anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya ayat 16-17 sebagai berikut:

Artinya: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian. (Qs. Al Anbiya: 16-17).

Selain itu, tauhid juga adalah tujuan diutusnya beberapa rasul ke muka bumi, dalam hal ini Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 36 sebagai berikut:
Artinya:  Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Qs. An-Nahl: 36).

Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rasul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Selain itu tauhid merupakan perintah Alloh yang paling utama dan pertama, Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 36 sebagai berikut:

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh , dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri(Qs. An-Nisa:36).

Dalam ayat ini Allah menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Allah semata.
Pendidikan dalam arti yang lebih luas merupakan pranata kehidupan manusia untuk menemukan hakikat siapa dirinya dan untuk apa dia hidup di dunia ini. Melalui pendidikan diharapkan ada kemajuan yang dicapai manusia pada kelangsungan kehidupannya agar ia selalu bisa berbuat lebih baik.[19]Namun pada teori dan prakteknya pendidikan sering kali terbentur pada wilayah-wilayah politik, ekonomi, sosial dan lebih parahnya lagi adalah kepentingan birokrasi pemerintah, yaitu dengan adanya kebijakan-kebijakan pendidikan yang sebenarnya tidak sesuai dengan hakikat dari pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu perlu kiranya formulasi pendidikan yang dapat menjadi solusi atas ketercarutmarutan situasi sosial belakangan ini.
Pendidikan Islam sebagi bagian dari sistem pendidikan nasional mempunyai tanggung jawab strategis untuk turut menciptakan iklim pendidikan yang lebih baik. Yaitu sebuah sistem pendidikan yang benar-benar mampu menjadi solusi bagi segala pernik kehidupan. Dengan demikian diharapkan pendidikan Islam mampu menjadi jalan bagi pencarian umat menuju kepribadian yang sempurna.
Dalam kondisi inilah, kemudian banyak kalangan gerakan dan intelektual Islam yang mencoba membangun kembali semangat yang pernah hilang. Semangat dan cita-cita yang secara kaffah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Semangat ini coba digali lagi dari kekuatan tauhid. Doktrin tauhid yang menjadi ruh kekuatan Islam tidak pernah hilang dari perjalanan sejarah, walaupun aktualisasinya dalam dimensi kehidupan tidak selalu menjadi kenyataan. Dengan kata lain, kepercayaan kepada ke-Esa-an Allah belum tentu terkait dengan perilaku umat dalam kiprah kesejarahannya. Padahal, sejarah membuktikan bahwa tauhid menjadi senjata yang hebat dalam menancapkan pilar-pilar kesejarahan Islam. Pentingnya pendidikan tauhid ini sebagaimana terdapat dalam pengajaran Nabi Lukman kepada anaknya berikut ini:

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya dan dia mengajarnya, 'Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah Swt. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar'.' (Qs. Lukman: 13).
Pengajaran Lukman kepada anaknya yang diungkapkan Allah Swt pada ayat tersebut, merupakan bagian dari kegiatan Lukman dalam mendidik anaknya untuk bertauhid (mengesakan Allah Swt). Ternyata Lukman memilih tauhid sebagai materi pendidikan yang mendasar. Ayat tersebut juga mengimbau setiap manusia untuk meneladani cara Lukman dalam mendidik anaknya. Manusia harus mengedepankan pendidikan tauhid kepada generasi penerus yang bakal menjadi ahli warisnya.[20]
Pentingnya pendidikan tauhid ini seharusnya menjadi pertimbangan untuk didahulukan daripada pendidikan disiplin ilmu yang lain. Selain itu pendidikan tauhid juga harus menjadi dasar pendidikan ilmu pasti, ilmu sosial dan politik, sains dan teknologi, ilmu ekonomi, biologi, olahraga, dan sebagainya. Sehingga segala jenis pendidikan yang dipraktekkan manusia tersebut mempunyai tujuan luhur yang sifatnya tidak hanya duniawi namun juga ukhrawi.
Pendidikan tauhid menyentuh segala aspek kehidupan manusia, baik itu pada aspek kognisinya, afeksinya dan juga psikomotoriknya. Pendidikan tauhid sebagai landasan bagi pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang lebih luas yaitu bahwa pendidikan Islam harus mencakup segala kebutuhan hidup manusia yang tentunya didasari nilai-nilai ketauhidan. Sehingga pendidikan Islam dituntut untuk melahirkan insan-insan yang senantiasa berbuat dan bersikap dalam kebaikan pada dirinya, pada tuhannya, pada sesama makhluk dan pada lingkungan sebagai wujud konkret sebagi insan yang beriman[21].



[1] Abu Tauhied, Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1990), hal .236.

[2] Ibid, hal. 2.
[3] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 934.

[4]Ismail Raji al Faruqi, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, (Bandung:  Pustaka, 1988), hal.18.

[5]Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2004). hal. 4.
[6]Daud Rasyid,  Islam dalam Berbagai Dimensi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 16.
[7] Ibid., hal. 21-22.

[8] Ali Abdul Halim Mahmud, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah Serta Harakah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 27.

[9]Abdurrahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam, Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam, (Yogyakarta UII Press, 2002), hal. 64.
[10]Al-Bukhari, Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibn Al-Mughirah bin Bardizbah. Shahih Bukhari Juz 7, (Jakarta: Darul Fikri, 1994), hal. 556.

[11] Abu Tauhied, Ms., Beberapa...., hal. 23.

[12] Ibid., hal. 23-24.

[13]Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung t.t. ), hal. 23.

[14]Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal. 239.

[15] M. Saleh dalam Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak: Tinjauan (Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2000), hal. 27.

[16]Majid �Irsan al-Kaylan, al-fikr al- Tarbawi �inda ibn Taymiyah, (Al-Madinah al- Munawwarah: Maktabah Dar al-Tarats, 1986), hal. 91-103.

[17] Ibid., hal. 28.

[18] Yunus, Metodik...., hal. 38.
[19] Muhammad Sa�id Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, Sebuah terobosan Baru pendidikan Anak Modern, (Jakarta: Cendekia,1998), hal. 44..
[20] M. Hamdani B. Dz, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hal. X.

[21]Osman Bakar, Tauhid & Sains Perspektif Islam tentang Agama & Sains, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), hal. 148.