Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Landasan Pendidikan Anak


BAB II

LANDASAN TEORITIS

Landasan Pendidikan Anak



A. Landasan Pendidikan Anak
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan mempunyai tujuan landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan anak sebagai usaha untuk membentuk manusia, harus mempunyai landasan ke mana kegiatan dan perumusan tujuan pendidikan anak itu dihubungkan.
Landasan itu terdiri dari Al-Quran dan Sunnah yang dikembangkan dalam bentuk ijtihad.  Kemudian landasan tersebut juga dikembangkan dan bentuk undang-undang negara yaitu UUD 1945. untuk memperjelas persoalan tersebut, maka ada baiknya penulis menguraikan dasar pendidikan anak menurut katagori masing-masing antara lain:
a.      Al-Quran
Al-Qur'an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur'an itu terdiri dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut dengan aqidah, yang berhubungan dengan ibadah disebut syariah.
Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan wahyu tidak banyak dibicarakan dalam Al-Qur'an, tidak sebanyak ajaran yang berkenaan dengan amal perbuatan. Ini menunjukkan bahwa amal itulah yang paling banyak dilaksanakan, sebab semua amal perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan manusia sesamanya (masyarakat), dengan alam dan lingkungannya, dengan makhluk lainnya, termasuk dalam ruang lingkup amal shaleh (syari�ah). Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam membicarakan ilmu tentang syari�at ini ialah:
a.     Ibadah untuk perbuatan langsung berhubungan dengan Allah.
b.     Mu�amalah untuk perbuatan yang berhubungan dengan selain Allah.
c.     Akhlak untuk tindakan yang menyangkut etika dan budi pekerti manusia, baik pribadi maupun masyarakat.[1]
Pendidikan, karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mua�amalah. Pendidikan sangat penting karena ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat.
Di dalam Al-Qur'an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman mengajari anaknya dalam surat Luqman ayat 12 sampai 19 sebagai berikut:
?s)s9ur $oYs?#uz`yJ)9 spyJ3t:$# br& 3$# !4 `tBur 6t?$yJR*s 3o? muZ9( `tBur txx.b*s !$# ;_x??Jym    ?)ur tA$s%`yJ)9 mZ/ew uqdurmt? o_6t? ?w8?@ !$$/ (?c) x8?e9$# O=s9O?t    $uZ?urur z`|SM}$#m?y?9uq/ mFn=uHxq m?B& $Zdur 4?n?t9`dur m=|ur ?tB%t br& 6$#?< y7?y?9uq9ur ?n<)?yJ9$#    b)ur ??#y?ygy_#?n?t br& ??@?1 $tB }?s9y7s9 m/ N=?xs $yJg? ($yJg6m$|ur ? $u?R??9$#$]rtB ( 7?$#ur?@?6y? `tB z>$tRr& ?n<) 4OO ?n<) N3_tBN6m;tR's $yJ/ OFZ.tbq=yJs?    o_6t? !$pkX)b) 7s? tA$s)WB7p6ym `iB 5Ay?yz`3tFs ? >ot?|rr& ? NuqyJ9$#rr& ? ?F{$#N't? $pk5 !$#4 b) !$##?s9 ?7yz    o_6t? O%r& no4qn=9$# B&ur$ryJ9$$/ tmR$#ur `ts3ZJ9$# ?9$#ur 4?n?t!$tB y7t/$|r& (b) y79s? `BP?t ?qBW{$#    ?wur i|????s{ $Z=9 ?wurJs? ? ?F{$#$mttB ( b)!$# ?w =t?@. 5A$tF?C 9?q?s   ?%$#ur ???tB $#ur `By7?q| 4 b)ts3Rr& NuqF{$# Nq|s9?Jpt:$#  (?????: ??-??)
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q. S. Luqman: 12-19)

Cerita ini menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan nilai tentang sesuatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mengunakan Al-Qur'an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai materi tentang pendidikan Islam.[2]Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur'an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman.
b.     Hadits
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. As-Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur'an. Seperti Al-Qur'an, As-Sunnah juga berisi tentang aqidah dan syari�ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Untuk itu, Rasul menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.[3]
Oleh karena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan.
c.      UUD 1945
Pendidikan adalah usaha untuk mendidik manusia agar ia mampu menjalani kehidupannya baik dalam kehidupan berbangsa maupun dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa �Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.�[4]
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat difahami bahwa proses pembelajaran wajib diterima setiap manusia Indonesia seumur. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan secara sadar dalam mengembangkan kemampuan dan kepribadian.
Di sisi lain, pendidikan juga perlu diberikan kepada semua bangsa Indonesia, apalagi semua bangsa Indonesia memperoleh hak yang sama dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran. Hal ini sesuai pula dengan UUD 1945 bahwa �setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran yang sama�.[5]Ini berarti dalam proses pendidikan dan pengajaran, negara tidak memperlakukan rakyatnya secara semena-mena, bahkan diberikan hak yang sama dalam menuntut ilmu pengetahuan.

B.    Prinsip-Prinsip Pendidikan Terhadap Anak
Secara umum prinsip pendidikan mempunyai pengertian suatu haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pendidikan anak, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola kegiatan ayah-anak dalam perwujudan pendidikan agama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[6]
Belajar mengajar merupakan suatu proses untuk membimbing anak untuk menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Oleh karena itu, manusia membutuhkan pendidikan secara optimal agar mampu mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi, kegiatan pengajaran tersebut mempunyai prinsip tersendiri dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Namun demikian, prinsip-prinsip pendidikan semua pendidikan sama saja, termasuk terhadap prinsip pendidikan anak.
Hal tersebut dikarenakan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Orang tua yang menciptakan guna membelajarkan anak didik. Orang tua yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan keluarga sebagai mediumnya. Di sana semua bentuk pendidikan diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengetahuan yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.
Sebagai orang tua tentunya sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak-anak kepada kebaikan. Di sini tentu saja tugas orang tua berusaha menciptakan suasana yang menggairahkan dan menyenangkan bagi anaknya.
Oleh karena itu, memberikan pengetahuan agama bagi seorang anak menghendaki hadirnya sejumlah prinsip pendidikan. Sebab belajar tidak selamanya memerlukan seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan seseorang anak di luar dari keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain, apalagi aktifitas itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku.
Sebenarnya semua halnya yang menyangkut dengan memberikan pendidikan kepada anak pada hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak-anak, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak-anak melakukan belajar. Oleh karena itu, Nana Sudjana menerangkan bahwa �pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar�.[7]
Oleh karena itu, sebagai upaya pengaturan kegiatan belajar mengajar anak, maka Adi Suardi sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein menerangkan ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
1.     Pembelajaran memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.
2.     Adasuatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.     Kegiatan pendidikan ditandai dengan penggarapan metode yang khusus.
4.     Ditandai dengan aktifitas anak sebagai konsekwensi, bahwa anak merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar.
5.     Dalam kegiatan belajar orang tua harus berperan sebagai pembimbing.
6.     Dalam kegiatan belajar membutuhkan kedisiplinan.[8]
Melihat realitas tersebut di atas, maka di sini penulis merumuskan prinsip-prinsip pendidikan anak sebagai berikut:
1.     Memelihara dan membesarkan anak. Inilah prinsip paling sederhana dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
2.     Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmani maupun rohani, dari berbagai penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
3.     Memberikan pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkinyg dapat dicapainya.
4.     Membahagiakan anak baik dunia maupun akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim.[9]
Dari keterangan di atas, maka dapat digambarkan bahwa dalam menerapkan pendidikan anak juga harus menggunakan prinsip yang sama dengan pendidikan lainnya, karena pada dasarnya para ahli pendidikan belum merumuskan prinsip yang khusus untuk masing-masing model pendidikan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan, maka digunakan prinsip pendidikan yang berlaku secara umum guna tercapainya tujuan pendidikan tersebut.

C.    Tujuan Pendidikan Anak
Tujuan dari melaksanakan pendidikan anak untuk memberikan pengetahuan tentang pelajaran agama Islam yang diajarkan untuk memahami, menghayati, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan agama termasuk salah pengetahuan terpenting dalam mengembangkan wawasan keagamaan anak, karena dengan adanya pendidikan agama, anak dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan langsung dengan pengabdian manusia kepada Khaliknya.
Oleh karena itu, secara garis besar, pendidikan anak mempunyai tujuan sebagai berikut:
a.    Untuk mengenal hubungan manusia dengan Allah SWT (Hablumminallah).
Hubungan vertikal antara manusia dengan Khaliknya mencakup dari segi aqidah yang meliputi: iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha qadar-Nya.[10]
b.   Untuk mengenal hubungan manusia dengan manusia (Hablumminannas).
Pengetahuan yang diajarkan meliputi: akhlak dalam pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban membiasakan berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk.[11]
c.    Untuk mengenal hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Pengetahuan tentang hubungan manusia dengan alam sekitarnya meliputi akhlak manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti luas, maupun  makhluk hidup selain manusia, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan.[12]
Proses penyaluran ilmu pengetahuan mempunyai fungsi dan peranannya yang amat luas, baik di dalam tujuan pokok maupun dalam tujuan sementara. Karena hal tersebut menyangkut keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sudah sejak awal menjadi ciri dan unsur pokok umat manusia.
Iman dapat diartikan dengan �keyakinan yang mantap akan adanya keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, syari�at serta keputusan-Nya, Maha Pencipta segalanya Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya, tiada Tuhan selain Dia�.[13]Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa:
?? ??? ???? ???? ??? ???? ????? ?? ??????? ??? ???? ??? ??? ???? ?????? ????  ?? ?? ?? ?????? ???? ???? ??? ???? ????? ???: ?? ???? ?????? ?? ????? (???? ????)[14]
Artinya: Abu Amar atau Abu Amrah Aufan bin Abdullah Rasulullah saw berkata: wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang tidak akan pernah aku tanyakan kepada selain engkau�. beliau bersabda, �katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamah�. (H. R. Muslim)
          Namun demikian konsep iman yang dibicarakan dalam bacaan pada umumnya mengacu pada masalah berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Mahmud Syaltut, yang dimaksud dengan keimanan �mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan oleh Nabi saw dan para sahabatnya; disebut �taqwa� karena mereka teguh mengikuti sunnah Nabi saw; disebut muslimin, karena mereke berpegang di atas al-haq (kebenaran), tidak berselisih dalam agama, mereka terkumpul pada para imam al-haq, dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan para ulama�.[15]
Karena itu mengikuti sunnah Rasulullah Saw, maka mereka disebut dengan ahlul hadits, ahlul autsar, ahlul �ittiba�, thaifah al-mansurah (kelompok yang dimenangkan), dan firqah an-najah (golongan yang selamat).[16]Oleh karena itu, mempelajari aqidah akhlak merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin yang hendak beriman kepada secara teguh kepada Allah SWT.
Demikian juga dengan akhlak sebagian dari pelajaran pokok yang diajarkan dalam aqidah akhlak menyangkut masalah-masalah akhlak dan moralitas dengan mengangkat cerita-cerita kesabaran dan ketabahan Nabi Saw dalam menghadapi segala macam cobaan, maka dapatlah diketahui pembinaan akhlak dan moralitas merupakan hal yang sangat diutamakan disetiap masyarakat sejak dahulu sampai sekarang, terutama dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya dan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.
D.   Sejarah Lahirnya TPA
Seiring dengan perjalanan hidup manusia yang beragama dan menginginkan yang terbaik dalam hidupnya dan generasi penerus bangsa dan agama serta dipengaruhi oleh faktor penduduk Indonesiamayoritas beragama Islam. �Umat Islam Indonesiaterus berkembang sejak mula penyebarannya yang dibawa oleh para pedagang Muslim yang berasal dari Arab, Gujarat dan Persia�.[17]
Ajaran Islam mudah diterima oleh bangsa Indonesia, karena berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1.     Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah dituruti oleh segala golongan umat manusia.
2.     Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam.
3.     Penyiaran Islam itu dilakukan secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
4.     Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara bijaksana dan cara sebaik-baiknya.
5.     Penyiaran Islam itu dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum.[18]

Di samping faktor mayoritas, secara sosio religius pun umat Islam Indonesia menunjukkan keunggulannya, dimana bangunan tempat beribadah umat Islam berupa mesjid dan mushalla didirikan dimana-mana, yang jumlahnya lebih dari 500 ribu. Namun harus diakui pula, bahwa umat Islam Indonesia hanya dibanggakan dari segi kuantitas, secara kualitas kondisi umat Islam Indonesia sangat memprihatinkan.
Hal ini terjadi disebabkan sebagian umat Islam Indonesia menjadi Muslim karena lingkungan dan keturunan, sedangkan pengalaman, pemahaman dan penghayatan terhadap ajaran Islam itu sendiri masih kurang dan hal itu dapat dilihat melalui kemampuan memahami ajaran kitab sucinya masih sangat kurang.
Menurut sumber terpercaya, penyandang buta huruf Al-Qur'an dari tahun ke tahun makin meningkat amat cepat, dari 17 % di tahun 1950 (lima tahun setelah merdeka) menjadi 70 % di sekitar tahun 1980-an.[19]
Untuk itu, dilakukanlah usaha dan upaya oleh para pemimpin umat Islam dan mereka yang terpanggil untuk ikut bertanggung jawab atas nasib umat Islam dalam rangka peningkatan kemampuan baca tulis Al-Qur'an dan peningkatan penghayatan dan pengamalan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Di antara usaha dan upaya yang dirintis tersebut adalah dengan didirikannya Taman Pengajian Al-Qur'an (TPA), sebenarnya Taman Pengajian Al-Qur'an jauh sebelum Indonesia merdeka sudah berkembang, terutama di pedesaan, namun pelaksanaannya berbeda dengan yang sekarang. Kebisaaan masyarakat Indonesia sebelum merdeka mempelajari Al-Qur'an pada waktu sore dan di antara Maghrib-Isya, dan tempat pelaksanaannya hampir di setiap mesjid atau surau (menasah) dan di rumah-rumah.
Kebiasaan yang baik ini mulai menghilang dari warna kehidupan umat Islam Indonesia, hal itu sangat dirasakan pada era 70 sampai 80-an.[20]
Hal tersebut disebabkan karena :
1.     Mulai kurangnya kesadaran orang tua/masyarakat akan pentingnya belajar mengajar Al-Qur'an. Hal ini ditandai dengan menghilangnya tradisi pengajian sore, atau antara Maghrib dan Isya. Kini tradisi itu mulai berganti dengan tradisi menonton televisi bagi para anak-anak sehingga perhatian terhadap pendidikan membaca Al-Qur'an mulai berkurang seiring dengan perkembangan teknologi terutama perkembangan pertelevisian.
2.  Lemahnya sistem pendidikan agama pada jalur pendidikan formal (SD, SLTP, SLTA). Hal ini antara lain karena sempitnya jam pelajaran agama, sedangkan materi yang diajarkan cukup luas yaitu meliputi aqidah, ibadah, syari�ah, akhlak, sejarah/tarikh dan ilmu tajwid.
3.     Anak-anak dan remaja nampak jenuh dengan pola pengajian model lama (tradisional). Hal ini disebabkan karena pendekatan yang digunakan masih pola dan metode lama, dengan kata lain belum ditemukan metode baru guna mempercepat dan menarik minat orang untuk belajar Al-Qur'an. Sementara serangan budaya dari luar terus berdatangan lewat tontonan dan bacaan yang menarik, terutama lewat media cetak dan elektronik.[21]

Pada kondisi seperti inilah muncul orang-orang sebagai pelopor di bidang pengajaran baca tulis Al-Qur'an, seperti KH. As�ad Humam, pengasuh tim tadarus AMM (Angkatan Mesjid dan Mushalla) di Yogyakarta dengan metode Iqra�,    KH. Dahlan Salim di Semarang dengan metode Qir�ati, Muhajir Sulthan di Surabaya dengan metode Al-Barqy dan nama-nama lain yang menyebar di seluruh pelosok tanah air adalah tokoh-tokoh penemu metode praktis dan efektif serta menarik yang dapat dijadikan alternatif baru dalam rangka kegiatan belajar mengajar baca tulis Al-Qur'an. Mereka aktif memperkenalkan hasil temuannya tersebut.[22]

E.  Metode yang Diterapkan di TPA
Metode berasal dari dua kata yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[23]
Dari pengertian di atas maka dalam mencapai tujuan instruksional, guru perlu mengenal dan mengetahui jenis-jenis metode mengajar. Di samping itu, guru juga perlu menetapkan metode mana yang dipandang tepat untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
Beberapa metode mengajar dapat digunakan dalam interaksi belajar mengajar. Namun perlu diingat di antara sekian banyak metode pengajaran tidak ada satupun yang dapat disebut sebagai metode yang terbaik maupun sebagai metode yang jelek. Hal ini disebabkan karena semua metode mempunyai kebaikan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan itu bergantung kepada :
1.    Jenis bahan yang diajarkan,
2.    Siswa yang dihadapi,
3.    Situasi dan kondisi pada waktu proses belajar mengajar berlangsung,
4.    Tujuan yang akan dicapai,
5.    Alat Bantu pengajaran yang akan digunakan.[24]

Di antara metode-metode mengajar adalah sebagai berikut :
1)   Metode ceramah
Metode ceramah yaitu metode mengajar yang menitikberatkan pada penuturan kata-kata secara lisan dari guru dengan murid, atau dengan kata lain metode ceramah merupakan metode mengajar dengan dialog satu arah yaitu guru yang aktif sedangkan siswa bersifat pasif.
Penerapan metode ini adalah sebagai berikut :
a.    Dilakukan pada saat KBM Klasikal, yaitu klasikal awal, klasikal kelompok, privat atau klasikal lainnya.
b.    Sebaiknya didukung oleh alat bantu berupa gambar, bagan atau sketsa, alat peraga dan alat bantu lainnya.
c.    Bahan pengajaran yang dapat disajikan dengan metode ceramah umumnya adalah bahan pengajaran yang menurut pemahaman sikap, seperti materi adab (doa-doa dan adab harian), ilmu tajwid, Dinul Islam dan penerapanshalat dan sebagainya.[25]

2)   Metode diskusi
Metode diskusi yaitu suatu metode mengajar dengan menekankan kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan.
Langkah-langkah penggunaan metode diskusi :
a.    Ustadz/ustadzah mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya. Dapat pla pokok masalah yang akan didiskusikan itu ditentukan bersama-sama oleh ustadz dan santri. Yang penting judul atau masalah yang akan didiskusikan itu harus dirumuskan sejelas-jelasnya agar dapat dipahami baik-baik oleh setiap santri.
b.    Dengan pimpinan ustadz-ustadzah para santri membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua), sekretaris (pencatat), pelapor (kalau perlu), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana dan sebagainya.
c.    Para santri berdiskusi di dalam kelompoknya masing-masing. Sedangkan ustadz-ustadzah berkeliling dari kelompok 1 ke kelompok yang lain, (kalau ada lebih dari satu kelompok). Menjaga ketertiban serta memberikan dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dan agar diskusi berjalan lancar. Setiap anggota kelompok harus tahu persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota harus tahu bahwa hak bicaranya sama.
d.    Kemudian tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasilnya yang dilaporkan itu ditanggapi oleh semua santri (terutama dari kelompok lain). Ustadz-ustadzah memberi ulasan atau penjelasan terhadap laporan-laporan tersebut.
e.    Akhirnya para santri mencatat hasil (hasil-hasil) diskusi, dan ustadz-ustadzah mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok sesudah para santri mencatatnya untuk �File� kelas.[26]

3)     Metode tanya jawab
Yaitu suatu metode pengajaran dimana guru bertanya sedangkan murid-murid menjawab tentang bahan materi yang diperolehnya.
Penerapannya adalah sebagai berikut :
a.     Metode ini diterapkan pada saat privat (individual) atau pada saat pendekatan klasikal kelompok dari privat.
b.     Pola interaksi tanya jawab dapat dilakukan dengan cara bervariasi.
1.     Pada saat KBM klasikal
-        guru bertanya dan santri menjawab secara perorangan.
-        Santri dirangsang  untuk bertanya dan membuat pertanyaan.
2.     Saat KBM individual/privat.
-        guru bertanya dan santri menjawab
-        santri dirangsang untuk bertanya dan membuat pertanyaan
c.     Metode tanya jawab dapat digunakan untuk semua bahan pengajaran
d.     Minat santri untuk berani bertanya dan berani menjawab atau mengemukakan pendapatnya, dapat dirangsang dengan memberikan �hadiah pujian� bagi anak yang berani tampil bertanya dan anak yang bisa memberikan jawaban dengan benar[27]

4)     Metode pemberian tugas (resitasi)
Metode ini sering disebut metode pekerjaan rumah, yaitu metode dimana murid diberikan tugas di luar jam pelajaran.



5)     Metode demonstrasi dan eksperimen
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dimana guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri yang memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya cara pengambilan air wudhu� dan lain-lain.
Metode eksperimen adalah metode mengajar dimana guru dan murid bersama-sama mengerjakan sesuatu sebagai bahan latihan praktis dari apa yang teah dipelajari, misalnya murid mengerjakan penyelenggaraan shalat jum�at, dan lain-lain.
6)     Metode sosio drama dan bermain peranan
Sosio drama adalah metode mengajar dengan mendemonstrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan social, sedangkan bermain peranan menekankan kenyataan dimana para murid diikutsertakan dalam permainan peranan di dalam mendemonstrasikan sesuatu masalah.
7)     Metode proyek
Adalah suatu metode mengajar dimana bahan pelajaran diorganisasikan sedemikian rupa sehingga merupakan suatu keseluruhan atau kesatuan bulat yang bermakna dan mengandung suatu pokok masalah.
8)     Metode latihan (drill)
Untuk memperoleh suatu ketangkasan atau suatu keterampilan terhadap sesuatu yang telah dipelajari, diperlukan latihan-latihan dengan cara mengulang yang pernah dipelajari.
Dari beberapa metode yang telah disebutkan di atas, maka dalam pelaksanaan pengajaran terutama pengajaran di TPA, maka perlu dipertimbangkan metode yang cocok dengan situasi yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya terkadang harus dikombinasikan berbagai macam metode, guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Metode yang diterapkan di TPA sekarang ini dalam rangka pemberantasan buta huruf tulis baca Al-Qur'an adalah menggunakan kaidah Iqra� di samping kaidah lainnya Untuk tingkat awal/dasar. Metode (kaidah iqra�) ini disusun oleh ustadz H. As�ad Humam (Pengasuh Team Tadarus Angkatan Muda Mesjid dan Mushalla Yogyakarta) berdasarkan pengalaman mengajar Al-Qur'an sejak tahun 1950, melalui uji coba dan penyelidikan yang mendalam.
Ada sepuluh sifat qaidah Iqra� yang perlu diketahui, yaitu :
1.     Bacaan langsung (tanpa analisa dan dieja)
Peserta didik (pelajar) tidak dikenalkan terlebih dahulu dengan huruf-huruf  hijaiyah, tetapi langsung menyebut atau membunyikan huruf yang sudah berharkat (berbaris).
2.     Penyajian bertahap dengan buku pedoman
Pengajaran kaidah Iqra� yang terdiri dari enam jilid. Dimana masing-masing jilid mengandung pedoman pengajaran, pokok bahasan dan latihan terpadu. Sehingga ustadz/ah tidak perlu membuat latihan sendiri.
3.     CBSA
Teknik pengajaran buku Iqra� menggunakan sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). Dalam praktek pengajaran, Ustadz/ah cukup memperkenalkan pokok pelajaran/tajuk dan contoh sekedarnya. Setelah itu santri membaca sendiri latihannya.
4.     Tallaqi Musyafahah (penekanan makharijul huruf)
Dalam mengajarkan Al-Qur'an dengan kaidah Iqra� santri harus melihat bibir, lisan ustadz/ah membunyikan huruf-huruf Al-Qur'an secara tepat/fasih (ada penekanan makharijul huruf).
5.     Mengutamakan pendekatan individual
Perbedaan kemampuan santri dijadikan pertimbangan supaya santri yang lebih cerdas dapat lebih cepat menyelesaikan pelajaran agar tidak menimbulkan kejenuhan. Sementara santri yang agak lambat tidak merasakan pemaksaan.
6.     Asistensi/tenaga pembantu
Santri yang lebih tinggi tingkatan pencapaiannya dapat dijadikan tenaga pembimbing bagi santri lainnya. Untuk meringankan tugas ustadz/ah. Karena setiap santri yang telah mencapai tingkatan tertentu dapat membimbing santri tingkatan yang lebih rendah.
7.     Praktis
Tujuan  kaidah ini adalah dapat mempercepat dan mempermudah peserta didik dalam membaca Al-Qur'an dengan benar.
8.     Sistematis
Bahan pelajaran disusun lengkap, terencana, terarah dan bertahap.
9.     Variatif
Sejak awal pengajaran membaca telah dikenalkan variasi bacaan, baik variasi bunyi, maupun variasi irama (panjang-pendek).
10.  Komunikatif
Ungkapan teguran dan bimbingan yang akrab kepada santri terdapat dalam tiap-tiap tahap pelajaran.[28]
Selanjutnya setelah santri menguasai cara membaca Al-Qur'an secara tepat dan benar dilanjutkan dengan tadarus Al-Qur'an diikuti dengan pelajaran ilmu tajwid secara sederhana serta hafalan ayat-ayat pilihan.

F.    Peran dan Fungsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama Anak
Peranan orang tua sangat strategis, sesuai dengan perkembangan zaman. Apalagi saat ini di mana pengaruh teknologi informasi yang semakin kental. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting sebab kondisi dasar dari sebuah generasi dimulai dari sebuah keluarga. Menurut Endang Saefuddin Anshari, keluarga adalah suatu sistem kehidupan masyarakat yang terkecil dibatasi oleh adanya keturunan atau disebut juga umat, akibat adanya kesamaan agama.[29]
Sebagaimana orang tua atau pendidik, kita harus sadar bahwa lingkungan yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah keluarga, di samping sekolah. Berhasil tidaknya pendidikan juga sangat bergantung pada lingkungan yang menumbuhkan dan mengembangkan anak-anak. Sebab keteladanan lebih efektif dibandingkan nasehat berupa ucapan atau indoktrinasi. Tanpa keteladanan, rasanya sulit menjadi generasi yang senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur�an dan hadits Nabi yang kelak akan meneruskan cita-cita Islam.[30]
Posisi orang tua sangat berarti bagi pembinaan subjek didik, karena dituntut untuk mengedepankan sosok anak yang muslim. Islam juga menutut agar orang tua benar memberikan pengawasan yang intensive terhadap segala aktifitas yang dilakukan anak untuk menentang kemungkinan berprilaku yang negatif, sebagaimana firman Allah SWT dalam suratat-Tahrim ayat 6 sebagai berikut:
$pk??r't?t%!$# (#qZtB#u(#q%/3|Rr& /3?=dr&ur #Y?$tR... (???????: ?)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q. S. at-Tahrim: 6)
Seorang ibu memegang peranan yang sangat penting dalam mendidik anak di lingkungan keluarga. Ibu merupakan guru pertama dan utama dalam memberikan pendidikan kepada anaknya. Selain ibu, ayahpun mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Dari uraian di atas, penulis memahami bahwa di dalam keluarga harus dilakukan kerjasama yang baik untuk mencapai anggota keluarga yang serasi dan terpadu saling isi mengisi sehingga menimbulkan keakraban di dalam keluarga. Dengan modal tersebut peningkatan prestasi anak akan lebih mudah dilakukan.
Bahkan, secara kongkrit manusia sebagai makhluk biologis, sosiologis dan makhluk psikologis. Sebagai makhluk psikologis manusia memerlukan pemenuhan dari keseluruhan kebutuhan psikologisnya, antara lain manusia punya kebutuhan akan rasa ingin tahu. Pemenuhan akan kebutuhan psikologis itu adalah sebagai salah satu tujuan dari hidup manusia. Guna terpenuhi tujuan hidup dimaksud perlu adanya usaha-usaha ke arah itu. Usaha tersebut senantiasa dilandasi oleh suatu kekuatan yang dinamakan dengan motivasi.
Dalam kaitannya dengan belajar, maka peranan orang tua sangat menentukan. Oleh karena itu, suatu hal yang tidak dapat diabaikan oleh orang tua dalam membelajarkan anaknya. Tanpa adanya motivasi orang tua hasil belajar anak tidak akan sesuai dengan apa yang telah diharapkan sebelumnya. Untuk itu orang tua perlu mengupayakan berbagai usaha untuk dapat membangkitkan motivasi anaknya dalam belajar. Bila motivasi anak dalam belajar sudah timbul, maka usaha pencapaian hasil belajar mudah tercapai.
Menurut Sardiman A. M. motivasi sebagai suatu kekuatan atau dorongan yang melatarbelakangi seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sangat perlu terlebih dahulu diciptkana atau ditumbuhkan situasi yang dapat menimbulkan motivasi individu yang belajar.[31]
Dalam kaitan ini perlu diketahui cara dan jenis menumbuhkan motivasi. Namun demikian orang tua mesti berhati-hati dalam menumbuhkan motivasi bagi kegiatan belajar anaknya. Sebab jika salah menempatkan cara menumbuhkan motivasi dapat berakibat tidak menguntungkan terhadap perkembangan pendidikan agama anaknya.





[1]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 20.
[2]Ibid., hal. 20.
[3]Herry Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Yokyakarta: Logos Wanan Ilmu, 1999), hal. 56.

[4]UUD 1945, hal. 27.

[5]UUD 1945, hal. 59.

[6]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, hal. 5.
[7]Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Cet. II, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 29.

[8]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hal. 46-49.

[9]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 38.
[10]Ahmad Amin, Etika dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hal. 2.
[11]Ibid., 3

[12]Ibid., 4

[13]Muhammad Abduh, Risalatut Tauhid, (Beirut: Wasyirkah al-Halabi al-Babi, 1953), hal. 122.

[14]Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz. II, (Beirut Libanon: Dar al-Fikri, t.t.), hal. 85.

[15]Mahmud Syaltut, Aqidah wa Syari�ah, (Mesir: Dar al-Kutub, t.t.), hal. 65.

[16]Ibid., hal. 66.

[17]Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Proyek Peningkatan, Peta Taman Pengajian Al-Qur'an Tahun 1994/1995, hal. 4.

[18]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995), hal. 57.

[19] Ditjen Bimas Islam, Peta Taman Pengajian Al-Qur'an�, hal. 5.

[20] Ibid., hal. 5.

[21]Subari, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 17.

[22] Ibid., hal. 6-7.

[23]Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 99.

[24] Subari, Supervisi ..., hal. 61.

[25]Ismed Syarif Ahmad, Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Roda Pengetahuan, 1984),   hal. 12.

[26]Suryosubroto B., Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 181.

[27]Ismed Syarif Ahmad, Metodologi ..., hal. 12.

[28]As�ad Humam, Pedoman �,  hal. 18.

[29]Endang Saefuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 185.
[30]Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 22-23.
[31]Sudirman A. M., Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1990), hal. 53.