Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

metode penanaman nilai akhlak

metode penanaman nilai akhlak

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Anak merupakan investasi yang sangat penting bagi penyiapan sumber daya manusia (SDM) di masa depan. Dalam rangka mempersiapakan SDM yang berkualitas untuk masa depan, pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini, di samping juga anak harus dipenuhi kebutuhan lainnya, seperti misalnya kebutuhan akan gizi. Pendidikan merupakan investasi masa depan yang diyakini dapat memperbaiki kehidupan suatu bangsa. Memberikan perhatian yang lebih kepada anak sejak usia dini untuk mendapatkan pendidikan, merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menyiapkan generasi unggul yang akan meneruskan perjuangan bangsa.
Usia dini merupakan masa keemasan (golden age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia. Masa ini sekaligus merupakan masa yang kritis dalam perkembangan anak. Jika pada masa ini anak kurang mendapat perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan dan layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya dikhawatirkan anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pentingnya pendidikan anak sejak usia dini ini juga didukung penelitian-penelitian yang menemukan bahwa sejak lahir seorang anak manusia memiliki kurang lebih 100 (seratus) miliyar sel otak. Sel-sel otak yang ini saling berhubungan dengan sel-sel syaraf. Sel-sel otak ini tidak akan tumbuh dan berkembang dengan pesat tanpa adanya stimulasi dan didayagunakan[1]. Pentingnya pendidikan anak sejak usia dini juga didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan untuk anak sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 butir 14).
Berdasarkan hal-hal tersebut maka jelaslah bahwa pendidikan sejak usia dini sangatlah penting. Terkait dengan pendidikan yang diberikan sejak usia dini, salah satu bagian penting yang harus mendapatkan perhatian adalah penanaman nilai-nilai akhlak melalui pendidikan di Taman Kanak-kanak. Pendidikan nilai dan akhlak yang dilakukan sejak usia dini, diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi. Pendidikan nilai dan akhlak sejak usia dini merupakan tanggungjawab bersama semua pihak.
Salah satu lembaga pendidikan yang dapat melakukan hal itu adalah Taman Kanak-kanak (TK) yang merupakan salah satu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang bersifat formal. Di samping masih banyak lembaga PAUD lain yang dapat digunakan sebagai tempat penanaman nilai akhlak seperti: Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitiapan Anak (TPA), pendidikan keluarga, dan pendidikan lingkungan.
Berdasarkan berbagai penelitian yang pernah dilakukan oleh para ahli terhadap anak-anak di Amerika Serikat menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara kecerdasan akal dan kecerdasan emosi. Anak-anak yang cerdas justru lebih banyak mengalami gangguan kestabilan emosi. Mereka mudah sekali tersinggung, banyak tekanan, melakukan tindakan agresi, sulit beradaptasi, memiliki sifat egois. Anak TK adalah anak yang sedang dalam tahap perkembangan pra operasional kongkrit seperti yang dikemukakan oleh Piaget.[2]Sedangkan nilai-nilai akhlak merupakan konsep-konsep yang abstrak, sehingga dalam hal ini anak belum dapat dengan serta-merta menerima apa yang diajarkan guru atau orang tua yang sifatnya abstrak secara cepat. Untuk itulah guru atau pendidik di TK harus pandai dalam memilih dan menentukan metode yang akan digunakan untuk menanamkan nilai akhlak kepada anak agar pesan akhlak yang ingin disampaikan guru dapat benar-benar sampai dan dipahami oleh anak untuk bekal kehidupannya di masa depan. Dalam pemilihan dan penerapan metode ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan karakteristik anak TK. Metode yang dapat digunakan sangatlah bervariasi, diantaranya metode bercerita, karya wisata, bernyanyi, bermain, dan sebagainya. Untuk memilih dan menerapkan metode yang akan dipakai dalam penanaman nilai akhlak tersebut guru atau pendidik harus benar-benar mempunyai pemahaman yang memadai akan hal itu. Pemahaman yang dimiliki guru atau pendidik akan mempengaruhi keberhasilan penanaman nilai akhlak secara optimal. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud mengungkap bagaimana metode yang digunakan dalam penanaman nilai akhlak pada anak TK di Kecamatan sawang serta bagaimana pengaruh pemakaian metode tersebut terhadap keberhasilan pelaksanaan penanaman nilai akhlak di TK.

B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat penulis rumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.     Bagaimana pelaksanaan metode penanaman nilai akhlak pada anak TK di Kecamatan Sawang Aceh Selatan?
2.     Apa dampak penggunaan metode terhadap keberhasilan penanaman nilai akhlak pada anak?
3.     Kendala-kendala apa yang dihadapi guru atau pendidik dalam menggunakan metode penanaman nilai akhlak pada anak?
4.     Faktor-faktor apa saja yang mendukung dalam penanaman nilai akhlak pada anak?

C.    Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan pembaca dalam memahami judul skripsi ini penulis menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul. Dengan penjelasan ini diharapkan adanya kesamaan makna dan pemahaman antara penulis dan pembaca dalam memahami topik-topik selanjutnya.
Istilah-istilah yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut :

1.     Metode
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud, atau cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[3]Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah thariqah yang berarti� langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut Ahmad Husain al-Liqaini, metode adalah langkah-langkah yang diambil guru-guru membantu para murid merealisasikan tujuan tertentu.[4]
Metode yang penulis maksudkan adalah suatu cara atau usaha untuk menanamkan dan membina nilai akhlak pada anak TK dan nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2.     Penanaman
Penanaman menurut kamus besar bahasa Indonesia, berasal dari kata tanam yang berarti menaruh, menaburkan. Sedangkan penanaman adalah proses atau cara perbuatan manusia membangkitkan atau menanamkan.[5]Menurut Salimin, penanaman adalah proses, perbuatan, cara menanamkan. Serta menumbuh semangatkan untuk berbuat baik.[6]
Penanaman yang penulis maksudkan adalah menumbuh semangatkan nilai akhlak pada dirinya. supaya nantinya menjadi insan kamil.

3.     Nilai
Nilai menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah harga, taksiran, harga/takaran ukuran, bandingan, angka kepandaian banyak sedikitnya isi dari kadar mutu.[7]Sedangkan Zakiah Daradjat mendefinisikan nilai adalah �apa yang disuruh Tuhan, itulah nilai yang baik dan apa yang dilarang itulah yang tidak baik dan harus dijauhi.[8]Segala tingkah laku, perbuatan, perkataan dan cara hidup seorang muslim harus sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan demikian jelaslah bahwa nilai adalah sesuatu yang sangat urgen baik secara psikologis, sosial, etika dan estetika yang sesuai dengan tuntutan agama Islam. Nilai yang penulis maksudkan dalam judul skripsi ini adalah sesuatu yang dipandang baik, berharga di balik penanaman nilai akhlak pada anak TK

4.     Akhlak
Hasbi Ash-Shdieqy menjelaskan bahwa akhlak adalah perangai yang tercermin pada tutur kata tingkah laku dan sikap. Kata lain dari akhlak adalah budi pekerti.[9]Murtadha Mutahhari mengartikan akhlak (akhlak yang baik) adalah nilai-nilai akhlak.[10]
          Maka akhlak yang penulis maksud adalah menanamkan nilai akhlak kepada anak TK agar nantinya anak memiliki prilaku yang baik dan mulia.


5.     Anak
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata anak diartikan dengan: �Keturunan kedua, manusia yang masih kecil.�[11]Batasan umur anak kanak-kanak   (0-6 tahun), anak umur sekolah (6-12 tahun), umur remaja (13-16 tahun).[12]
Anak adalah manusia yang masih kecil yang belum dewasa. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia anak adalah sekelompok manusia yang batasan umur 0-12 tahun. Dengan demikian anak termasuk bayi, balita usia sekolah.[13]Dalam kamus pendidikan secara umum anak didefinisikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan.[14]   
 Jadi anak yang penulis maksudkan adalah  anak yang masih dalam usia pendidikan di Taman Kanak-Kanak(TK). Pada anak itu perlu ditanamkan nilai akhlak sejak dini sebagai salah satu usaha untuk menyukseskan pendidikan selanjutnya (pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi).

D.    Tujuan  dan Signifikansi Penelitian
Pada latar belakang terdahulu telah dijelaskan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, adapun tujuan pembahasannya yaitu:
1.     Ingin mengetahui metode penanaman nilai akhlak pada anak TK di Kecamatan Sawang Aceh Selatan.
2.     Ingin mengetahui dampak penggunaan metode terhadap keberhasilan penanaman nilai akhlak kepada anak.
3.     Ingin mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru atau pendidik dalam menggunakan metode penanaman nilai akhlak kepada anak.
4.     Ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dalam penanaman nilai akhlak. 

E.    Postulat dan Hipotesis
Postulat (anggapan dasar) merupakan: �Suatu pernyataan umum yang tidak diragukan lagi kebenarannya.�[15]Dalam suatu penelitian yang dilakukan harus terdapat postulat sebagai anggapan dasar ataupun suatu anggapan yang kebenarannya tidak diragukan lagi. Di samping anggapan dasar tersebut penulis juga mengemukakan hipotesis sebagai anggapan sementara yang kebenarannya akan terungkap melalui hasil penelitian dan penelaahan terhadap buku-buku.
Adapun yang menjadi anggapan dasar (postulat) dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Penanaman nilai akhlak pada anak TK perlu dilakukan dengan cara dan metode yang tepat.
  2. Berdasarkan hadits Rasulullah, pendidikan anak dilakukan sejak dini (dari ayunan).
Dari pembahasan di atas maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.     Metode penanaman  nilai akhlak pada anak TK di Kecamatan Sawang   kurang baik.
2.     Metode penanaman  nilai akhlak pada anak TK di Kecamatan Sawang terdapat kendala-kendala yang dihadapi guru dalam menggunakan metode penanaman nilai akhlak kepada anak.
3.     Metode penanaman nilai akhlak pada anak didukung oleh beberapa faktor terhadap keberhasilan penanaman nilai akhlak pada anak.









BAB II
PENANAMAN NILAI AKHLAK PADA ANAK TK

A. Pengertian Nilai dan Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta dinyatakan bahwa nilai adalah harga, hal-hal yang berguna bagi manusia[16]. Menurut I Wayan Koyan nilai adalah segala sesuatu yang berharga. Menurutnya ada dua nilai yaitu nilai ideal dan nilai aktual. Nilai ideal adalah nilai-nilai yang menjadi cita-cita setiap orang, sedangkan nilai aktual adalah nilai yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari[17].
Nilai diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nilai obyektif dan nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai yang bersifat intrinsik, yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang masa secara universal. Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat kebenaran, keindahan dan keadilan. Adapun nilai subyektif yaitu nilai yang sudah memiliki warna, isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan budaya kelompok masyarakat tertentu.
Menurut Richard Merill, nilai adalah patokan atau standar yang dapat membimbing seseorang atau kelompok ke arah �satisfication, fulfillment, and meaning�[18].Pendidikan nilai dapat disampaikan dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung mulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran tersebut melalui mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkannya. Metode tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik bagi anak didik[19]. 
Menurut Kirschenbaum  pendidikan nilai yang dilakukan tidak hanya menggunakan strategi tunggal saja, seperti melalui indoktrinasi, melainkan harus dilakukan secara komprehensif[20]. Strategi tunggal dalam pendidikan nilai sudah tidak cocok lagi apalagi yang bernuansa indoktrinasi. Pemberian teladan atau contoh juga kurang efektif diterapkan, karena sulitnya menentukan siapa yang paling tepat untuk dijadikan teladan. Istilah komprehensif yang digunakan dalam pendidikan nilai mencakup berbagai aspek.
Pertama, pendidikan nilai harus komprehensif meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan nilai, mulai dari pilihan nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai etika secara umum.
Kedua, metode yang digunakan dalam pendidikan nilai juga harus komprehensif. Termasuk didalamnya inkulkasi (penanaman) nilai, pemberian teladan, dan penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan keputusan akhlak secara bertanggungjawab dan keterampilan-keterampilan hidup yang lain. Generasi muda perlu memperoleh penanaman nilai-nilai tradisional dari orang dewasa yang menaruh perhatian kepada mereka, yaitu para anggota keluarga, guru, dan masyarakat. Mereka juga memerlukan teladan dari orang dewasa mengenai integritas kepribadian dan kebahagiaan hidup. Demikian juga mereka perlu memperoleh kesempatan yang mendorong mereka memikirkan dirinya dan mempelajari keterampilan-keterampilan untuk mengarahkan kehidupan mereka sendiri.
Ketiga, pendidikan nilai hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan, seperti di kelas, dalam kegiatan ekstra kurikuler, dalam proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara-upacara pemberian penghargaan, dan dalam semua aspek kehidupan. Contoh-contoh mengenai hal tersebut misalnya tercermin dalam kegiatan yang dilakukan oleh siswa seperti belajar kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan topik-topik tulisan mengenai kebaikan. Penggunaan klarifikasi nilai dan dilema akhlak, pemberian teladan tidak merokok, tidak korup, tidak munafik, dermawan, kejujuran, menyayangi sesama makhluk ciptaan Tuhan, dan lain sebagainya.
Keempat, pendidikan nilai hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat. Orang tua, lembaga keagamaan, aparat penegak hukum, polisi, organisasi kemasyarakatan, semua perlu berpartisipasi dalam pendidikan nilai.
Kirschenbaum mengatakan konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan nilai mempengaruhi kualitas akhlak generasi muda[21]. Lebih lanjut Kirschenbaum menuliskan bahwa untuk mencapai tujuan tercapainya pendidikan nilai secara komprehensif ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Di Amerika Serikat untuk merealisasikan pendidikan nilai, berbagai metode, program, dan kurikulum telah dikembangkan dalam rangka menolong generasi muda agar dapat mencapai kehidupan yang secara pribadi lebih memuaskan dan secara sosial lebih konstruktif. Dilihat dari substansinya, ada empat pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai yang komprehensif yaitu realiasi nilai, pendidikan watak, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan akhlak.
Adapun pengertian akhlak, menurut etimologi, kata �akhlak� ini berasal dari bahasa Arab yaitu akhlak bentuk jama� dari khuluq yang artinya budi pekerti. Sinonimnya adalah etika akhlak.[22]
Sedangkan etika berasal dari bahasa Latin, etos yang diartikan kebiasaan. Akhlak berasal dari bahasa Latin juga, mores yang artinya juga kebiasaannya. Menurut Ibnu Maskwaih dalam bukunya Tahdzibul Akhlak wa That-hirul �Araq beliau menyebutkan;
????? ??? ????? ????? ??? ??? ??????? ?? ??? ??? ?????
Artinya: pergilah ia keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran�.[23]
Sedangkan iman al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin menyebutkan:
?????? ????? ?? ???? ?? ????? ????? ?? ???? ??????? ?????? ???? ?? ??? ???? ??? ??? ?????
Artinya: Khulu, perangai ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.[24]
Dari definisi di atas dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah adab, perbuatan yang baik, sopan santun, akhlak dan budi pekerti. Tetapi penanaman akhlak yang baik dalam Islam haruslah mengandung dua unsur. Pertama, pada perbuatan itu sendiri yaitu harus adanya aspek memperhalus, memperindah, memperbagus atau menampilkan sesuatu dalam bentuk yang lebih baik dari tindakan asal jadi. Kedua, harus ada aspek motivasi atau niat yang baik. Maka suatu perbuatan yang tampaknya baik, seperti menyumbang dalam jumlah yang besar untuk kepentingan sosial, atau menyumbang sesuatu barang di depan khalayak ramai agar diketahui oleh umum tidak dinamakan akhlak yang baik kalau dilakukan atas motivasi yang memperoleh popularitas pribadi yang bersangkutan.[25]
Pendidikan akhlak merupakan salah satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif seperti telah dituliskan di muka. Pendidikan akhlak mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan mengatasi konflik, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang yang dinyatakan dengan istilah�berakhlak�. Tujuan utama pendidikan akhlak adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai akhlak dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai         tersebut. Pendidikan akhlak mengandung beberapa komponen yaitu: pengetahuan tentang moralitas, penalaran akhlak, perasaan kasihan dan mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi akhlak[26].

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak Pada Anak
Perhatian pemerintah terhadap pendidikan secara umum tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu �mencerdaskan kehidupan bangsa�. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, MPR-RI telah mengamandemen Pasal 31 UUD 1945 yang menghasilkan Pasal 31 Ayat (1) sampai Ayat (5) sebagai berikut:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3)  Pemerintah menyelenggarakan dan mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat.[27]

Pasal 31 tersebut, kemudian dijabarkan secara progresif dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU Sisdiknas) yang di dalamnya jelas dan tegas mengamanatkan program wajib belajar minimal sampai ke jenjang pendidikan dasar. Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan yang bermutu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara sesuai dengan bakat, minat, tingkat kecerdasan dan kemampuannya tanpa diskriminasi, minimal setara dengan Standar Nasional Pendidikan.
Di dalam Islam pendidikan akhlak anak sangat ditekankan dan dianggap sangat penting, karena pendidikan pada masa kanak-kanak  memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki atau dikejar pada masa sesudahnya. Karena saat itu jiwanya masih suci dan bersih sesuai dengan fitrah Allah, seperti disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW.
???? ??? ????? ??? ???? ???. ??? ????? ??? ???? ???? ????, ?? ?? ????? ??????? ??? ??????. ?????? ???????  ?? ??????? ?? ???????� (???? ??????? ? ????)
Artinya: Abu Hurairah ra. Berkata: nabi SAW bersabda: �Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya (seperti) Yahudi, Nasrani atau Majusi �� (HR. Bukhari Muslim).[28]
Fitrah di sini diartikan sebagai potensi dasar. Sedangkan coretan ukiran yang diberikan oleh orang tua dan menghasilkan kehidupan anak itu adalah suatu usaha untuk menumbuhkan potensi dasar tersebut. Jadi masa kanak-kanak adalah masa penting yang harus diperhatikan dengan baik-baik, karena ini adalah dasar pembentukan tingkah laku dan keyakinan anak pada masa akan datang.
Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 30:
O%r's y7yg_ur e$#9 $Z?Zym 4 |Nt !$# L9$# tss }$Z9$# $pk?n=t 4 ?w ?@??7s? ,=y9 !$# 4 ?9s? e$!$# Oh?s)9$#  3s9ur u?sY2r& $Z9$# ?w tbqJn=t?
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum : 30)[29]
Fitrah Allah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Jadi potensi beragama itu memang telah dibawa sejak manusia belum dilahirkan ke dunia.
Islam juga mendorong supaya manusia menguasai ilmu pengetahuan melalui proses belajar (sejak dini). Ketegasan ini bisa dilihat dari ayat pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, seperti yang terdapat dalam al-Qur�an surat al-�Alaq  ayat 1-5 sebagai berikut:
&t%$# O?$$/ y7n/u? ?%!$# t,n=y{ t,n=y{ z`|SM}$# `B @,n=t &t%$# y7?/u?ur Pt.F{$# ?%!$# zO=t On=s)9$$/ zO=t z`|SM}$# $tB Os9 Ls>t?  
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanlah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (al-'Alaq: 1-5).[30]
Quraishihab di dalam tafsirnya mengatakan �kaidah bahasa yang menyatakan bahwa kata kerja yang membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, maka objeknya yang dimaksud bersifat umum. Mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut. Jadi makna iqra� dalam ayat tersebut di atas adalah semua yang dapat dijangkau. Adakala ilmu dari Tuhan maupun bukan, baik yang menyangkut ayat tertulis atau tidak.[31]Sejalan dengan itu Syekh Muhammad Abduh menjelaskan sebagaimana yang dikutip Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar bahwa �Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna dari pada ayat di atas ini menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagiannya. Juga dalam kaitannya dengan ayat ini Ar-Razi menjelaskan dengan perantaraan qalam atau pena. Hal ini mengisyaratkan betapa pentingnya umat Islam belajar menuntut ilmu pengetahuan.[32]
Dalam pembukaan undang-undang dasar negera republik Indonesia pada alenia ke-5 dijelaskan bahwa tujuan dari pendidikan nasional adalah ikut mencerdaskan bangsa dan negara. Tidak terlepas juga pendidikan akhlak pada usia anak Taman Kanak-kanak yang juga ikut ambil bagian dalam meningkatkan kecerdasan bangsa dan negara. 
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan akhlak pada anak TK yang dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Nyatalah bahwa pendidikan akhlak pada anak mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-niali akhlak agama dan aturan kehidupan
Sebagaimana telah ditekankan dari awal bahwa pendidikan akhlak anak usia Taman Kanak-kanak sangat penting bagi perkembangan selanjutnya, karena pada masa ini perkembangan otak anak sedang berkembang pesat . sekitar 50% kapasitas kecerdasan orang dewasa terjadi ketika anak berusia 4 tahun sampai 8 tahun, meningkat menjadi 80% ketika berusia sampai 8 tahun dan mencapai titik kulminasi ketika anak berusia 18 tahun. Jadi jelaslah bahwa perkembangan anak yang sangat pesat adalah pada masa 4 tahun.[33]
Selain dari itu, masa anak-anak adalah masa dimana anak masih dalam keadaan fitrah. Pada masa ini adalah tempat penanaman prilaku dan mengarahkan mereka pada jalan yang diridhai oleh Allah. Jadi tujuan pendidikan anak prasekolah adalah menciptakan anak yang punya akhlak yang mulia dan berbudi pekerti yang luhur.

C.  Materi Penanaman Nilai Akhlak Pada Anak  
Akhlak adalah implemantasi dari iman dalam segala bentuk, baik yang berhubungan dengan sikap, prilaku dan sifat-sifat yang dapat memberikan kepada Tuhannya. Jadi akhlak merupakan wujud nyata dari pelaksanaan iman. Akhlak adalah realiasi dari iman.
Masalah akhlak adalah masalah yang mengatur tata cara pergaulan hidup manusia yang mencakup hubungan vertikal manusia dengan Allah. Serta hubungan horizontal antara hubungan sesama manusia dengan lingkungannya. Akhlak ini adalah pelengkap dari ketiga hal di atas akidah dan syari�ah serta ibadah.
Akhlak merupakan cerminan kemuliaan bagi seorang muslim, karena agama Islam sangat menjunjung tinggi budi pekerti, dan dengan budi pekerti tersebut manusia akan berada pada posisi yang tinggi yang akan membedakannya dengan makhluk lain. Dalam hal ini akhlak merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam yang utama. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
???? ??? ????? ??? ???? ???. ??? ????? ??? ???? ???? ????, ?? ?? ????? ??????? ??? ??????. ?????? ???????  ?? ??????? ?? ???????� (???? ??????? ? ????)
Artinya: Abu Hurairah ra. Berkata: nabi SAW bersabda: �Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikannya (seperti) Yahudi, Nasrani atau Majusi �� (HR. Bukhari Muslim).[34]
Pendidikan akhlak merupakan materi yang harus diajarkan kepada anak guna mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan.
Pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara-terus menurus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak, yang diharapkan anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud meliputi pembentukan akhlak agama, perasaan/emosi, kemampuan bermasyarakat dan disiplin. Kompetensi dari hasil penanaman nilai akhlak yang ingin dicapai  pada aspek pengembangan akhlak dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Allah dan mencintai sesama
Pengembangan dan pendidikan akhlak/akhlak bagi anak Taman Kanak-kanak berdasarkan GBPKB TK, kurikulum berbasis kompetensi, dan materi pelajaran anak usia dini memiliki substansi ruang lingkup yang meliputi:
1. Latihan hidup tertib dan teratur
2. Aturan dalam melatih sosialisasi
3. Menanamkan sikap tenggang rasa dan toleransi
4. Merangsang sikap berani, bangga dan bersyukur, bertanggung jawab
5. Latihan pengendalian emosi, dan
6. Melatih anak untuk dapat menjaga diri sendiri.

D. Pendekatan dan Metode Dalam Penanaman Nilai Akhlak Pada Anak
Metode dan pendekatan seringkali digunakan secara bergantian, bahkan keduanya seringkali dikaburkan atau disamakan dalam penggunaannya. Keduanya sebenarnya memiliki sedikit perbedaan yang bisa dijadikan untuk memberikan penegasan bahwa kedua istilah tersebut memang berbeda. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia  pendekatan memiliki arti hal (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan[35]. Sedangkan menurut kamus bahasa Inggris arti pendekatan adalah jalan untuk melakukan sesuatu[36]. Dari dua arti tersebut dipahami bahwa pendekatan setidaknya mengandung unsur sebagai suatu kegiatan yang meliputi: proses perjalanan waktu, upaya untuk mencapai sesuatu, dan dapat pula memiliki ciri sebagai sebuah jalan untuk melakukan sesuatu.
Terkait dengan hal tersebut di atas, tepat kiranya sebagai pendidik ataupun orang tua memahami bahwa untuk menyampaikan sesuatu pesan pendidikan diperlukan pemahaman tentang bagaimana agar pesan itu dapat sampai dengan baik dan diterima dengan sempurna oleh anak didik. Untuk mencapai tujuan yang ingin disampaikan kepada anak didik tentunya seorang pendidik atau orang tua harus memiliki ataupun memilih keterampilan untuk menggunakan pendekatan yang sesuai dengan pola pikir dan perkembangan psikologi anak. Ketepatan atau kesesuaian memilih pendekatan akan berpengaruh terhadap keberhasilan dalam penanaman nilai akhlak untuk anak usia dini.
Sementara metode memiliki sedikit arti yang berbeda dengan pendekatan. Metode secara etimologi berasal dari bahasa Yunani methadan hodos. Metha berarti di balik atau di belakang, sedangkan hodosberarti jalan. Jadi methahodos berarti disebalik jalan[37]. Untuk saat ini metode diartikan sebagai tata cara. Pendekatan lebih menekankan pada proses berjalannya upaya untuk menyampaikan sesuatu, maka metode memiliki makna sebagai suatu cara kerja yang terstruktur, yang memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Substansi perbedaan dari kedua istilah tersebut sangat tipis, yaitu hanya terletak pada cara kerjanya yang terstruktur, yang berarti bahwa upaya itu merupakan suatu rangkaian yang teratur dan telah diperhitungkan serta teruji kehandalannya[38].
Pemilihan metode dan pendekatan yang dilakukan pendidik atau guru semestinya dilandasi alasan yang kuat dan faktor-faktor pendukungnya seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Karakteristik tujuan adalah pengambangan kognitif, pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan perilaku.
Untuk mengembangkan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai agama dan moralitas agar anak dapat menjalani kehidupan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Selain penentuan pendekatan berdasarkan tujuan kegiatan, karakteristik anak juga ikut menentukan metode yang digunakan dalam penanaman nilai akhlak.
Anak Taman Kanak-kanak merupakan anak yang memiliki karakteristik suka bergerak (tidak suka diam), mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, senang bereksperimen dan menguji, mampu mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang berbicara. Anak memerlukan dan menuntut untuk bergerak yang melibatkan koordinasi otot kasar. Anak juga memerlukan kesempatan untuk menggunakan tenaga sepenuhnya saat melakaukan kegiatan. Oleh karena itu diperlukan ruang yang luas serta sarana dan prasarana (peralatan) yang memadai. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan.
Tetapi yang harus diingat bahwa Taman Kanak-kanak memiliki cara yang khas. Oleh karena itu ada metode-metode yang lebih sesuai bagi anak Taman Kanak-kanak dibandingkan dengan metode-metode lain. Misalnya saja guru TK jarang sekali menggunakan metode ceramah. Orang akan segera menyadari bahwa metode ceramah tidak sesuai dan tidak banyak berarti apabila diterapkan untuk anak TK.
 Metode-metode yang memungkinkan anak dapat melakukan hubungan atau sosialisasi dengan yang lain akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Melalui kedekatan hubungan guru dan anak, seorang guru akan dapat mengembangkan kekuatan pendidik yang sangat penting[39].
Dalam pelaksanaan penanaman nilai akhlak pada anak usia dini banyak sekali metode dan pendekatan yang dapat digunakan oleh guru atau pendidik. Namun sebelum memilih dan menerapkan metode dan pendekatan yang ada perlu diketahui bahwa guru atau pendidik harus memahami benar metode atau pendekatan yang akan dipakai, karena ini akan berpengaruh terhadap optimal tidaknya keberhasilan penanaman nilai akhlak tersebut. Metode dalam penanaman nilai akhlak pada anak TK sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, bermain, bersajak dan karya wisata.



1.     Bercerita
Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat[40]. Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai akhlak, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya dengan cerita atau dongeng. Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan metode bercerita ini.
Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan beberapa hal, agar apa yang dipesankan dalam cerita itu dapat sampai kepada anak didik. Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih cerita dengan fokus akhlak, diantaranya:
a.      Pilih cerita yang mengandung nilai baik dan buruk yang jelas.
b.     Pastikan bahwa nilai baik dan buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anak.
c.      Hindari cerita yang �memeras� perasaan anak, menakut-nakuti secara fisik[41].
Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka, tanaman, benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa. Adapun teknik-teknik bercerita yang dapat dilakukan diantaranya:
a.      Membaca langsung dari buku cerita atau dongeng
b.     Menggunakan ilustrasi dari buku
c.      Menggunakan papan flaneld.
d.     Menggunakan media boneka.
e.      Menggunakan media audio visual
f.      Anak bermain peran atau sosiodrama[42].
Strategi atau cara yang dapat digunakan ketika guru memilih metode bercerita sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penanaman nilai akhlak adalah dengan membagi anak menjadi beberapa kelompok, misalnya dalam satu kelas siswa dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok.
Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita duduk dilantai mengelilingi guru yang duduk di kursi kecil di kelilingi oleh siswa-siswa. Anak-anak yang duduk di lantai akan mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk pada kursi meja yang lain dengan kegiatan yang berbeda-beda, misalnya ada yang menggambar, melakukan kegiatan melipat kertas, sedangkan kelompok yang keempat membentuk plastisin. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita pada gilirannya akan mengikuti kegiatan menggambar, melipat kertas, membentuk plastisin. Melalui cara ini masing-masing anak akan mendapatkan kegiatan atau pengalaman belajar yang sama secara bergantian.
2.     Bernyanyi
Pendekatan penerapan metode bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada, serta ritmik yang menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan akhlak yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
 Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan akhlak melalui ceramah atau tanya jawab saja.
Oleh karena itu bernyanyi merupakan salah satu metode penamanan nilai akhlak yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini. Bernyanyi jika digunakan sebagai salah satu metode dalam penanaman akhlak dapat dilakukan melalui penyisipan makna pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut. Lagu yang baik untuk kalangan anak TK harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a.      Syair/kalimatnya tidak terlalu panjang
b.     Mudah dihafal oleh anak
c.      Ada misi pendidikan
d.     Sesuai dengan karakter dan dunia anak
e.      Nada yang diajarkan mudah dikuasai anak[43].

3. Bersajak
Sajak diartikan sebagai persesuaian bunyi suku kata dalam syair, pantun, dan sebagainya terutama pada bagian akhir suku kata[44]. Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu yang belum pernah dialami atau dilakukannya.
Melalui metode sajak guru bisa menanamkan nilai-nilai akhlak kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni. Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat yang ada dalam sajak itu. Secara nilai akhlak, melalui sajak anak akan memiliki kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap sesuatu melalui sajak sederhana[45].


4. Karya Wisata
Karya wisata merupakan salah satu metode pengajaran di TK dimana anak mengamati secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang ada, misalnya hewan, manusia, tumbuhan dan benda lainnya. Dengan karya wisata anak akan mendapatkan ilmu dari pengalamannya sendiri dan sekaligus anak dapat menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Berkaryawisata mempunyai arti penting bagi perkembangan anak karena dapat membangkitkan minat anak pada sesuatu hal, dan memperluas perolehan informasi. Metode ini juga dapat memperluas lingkup program kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang tidak mungkin dapat dihadirkan di kelas.
Melalui metode karya wisata ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata dapat dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan anak. Informasi-informasi yang didapatkan anak melalui karya wiasata dapat pula dijadikan sebagai batu loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain dalam proses pembelajaran.
Kedua, karya wisata dapat menumbuhkan minat tentang sesuatu hal, seperti untuk mengembangkan minat tentang dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun binatang. Mereka mendapat kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang. Minat tersebut menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut seperti tentang kehidupannya, asalnya, makannya, cara berkembang biaknya, cara mengasuh anaknya, dan lain-lain.
Ketiga, karya wisata kaya akan nilai pendidikan, karena itu melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pengembangan kemampuan sosial, sikap, dan nilai-nilai kemasyarakatan pada anak. Apabila dirancang dengan baik kegiatan karya wisata dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan sosial anak, misalnya kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam kegiatan kelompok.
Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan bermacam perkerjaan, kegiatan yang menghasilkan suatu karya atau jasa.
Metode karya wisata bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi, kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan pegunungan. Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai akhlak pada anak adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.[46]


1. Indoktrinasi
Pendekatan Indoktrinasi banyak menuai kritik dari para pakar pendidikan. Akan tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan. Menurut Alfi Kohn,  menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa[47]. Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan.

2. Klarifikasi Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu akhlak.Pertanyaan yang muncul, apakah pendekatan ini dapat digunakan untuk anak TK? Ternyata jawabannya dapat, karena anak TK yang berumur 6 tahun berada dalam masa transisi ke arah perkembangan akhlak yang lebih tinggi, sehingga mereka perlu dilatih untuk melakukan penalaran dan keterampilan bertindak secara akhlak sesuai dengan pilihan-pilihannya[48].

3. Keteladanan
Anak usia Taman Kanak-kanak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang akhlak. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan akhlak anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya. Menurut Cheppy Hari Cahyono, guru akhlak yang ideal adalah mereka yang dapat menempatkan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan tempat menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan refleksi[49].
Dalam pendekatan ini profil ideal guru menduduki tempat yang sentral dalam pendidikan akhlak. Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini, diantaranya Durkheim, John Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia berpendapat bahwa belajar adalah satu proses sosial yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras dengan posisi, kadar intelektualitas, dan kondisi akhlak yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya[50]. Sementara, Kohlberg berpendapat bahwa tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses perkembangan akhlak anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan[51].

4. Pembiasaan dalam Perilaku
Kurikulum yang berlaku di TK terkait dengan penanaman akhlak, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan. Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai akhlak menurut W. Huitt diantaranya adalah inculcation, akhlak development, analysis, klarifikasi nilai, dan action learning[52].

1. Inculcation
Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta role playing.

2. Akhlak development
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap penalaran akhlak siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema akhlak dengan diskusi kelompok kecil.

3. Analysis
Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses analitik, dalam menghubungkan dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.


4. Klarifikasi Nilai
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola berikutnya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain, role playing games, simulasi, menyusun atau menciptakan situasi-situasi nyata atau riil yang bermuatan nilai, latihan analisis diri (self analysis) secara mendalam, aktivitas melatih kepekaan (sensitivity), aktivitas di luar kelas serta diskusi kelompok kecil.

5. Action Learning
Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi.
                                                                                                  


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Data Yang Dibutuhkan 
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat kuantitatif serta menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif ini bermaksud menggambarkan atau melukiskan suatu peristiwa, yaitu bagaimana pelaksanaan metode penanaman nilai akhlak pada anak TK di kecamatan Sawang kabupaten Aceh Selatan.  Hal ini sejalan dengan pendapat Sanapiah Faisal, bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.[53]

B.    Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Taman Kanak-kanak dalam Kecamatan Sawang kabupaten Aceh Selatan, sedangkan subyek penelitian ini adalah semua TK di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan. Alasan penulis memilih  semua TK yang ada di kecamatan Sawang karena semua TK tersebut  mempunyai karakteristik pendidikan Islam, dengan asumsi TK yang mempunyai karakteristik pendidikan Islam akan lebih banyak porsi waktu yang digunakan dalam penanaman nilai akhlak


C.    Teknik Pengumpulan Data
Adapun data penelitian, akan diperoleh melalui pengamatan lapangan di lokasi penelitian. Dalam penulisan ini penulis menggunakan prosedur pengumpulan data sebagai berikut :
a.      Observasi
Observasi yaitu �memperhatikan sesuatu dengan pengamatan langsung meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera yaitu melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap�.[54]Adapun dalam penelitian ini, penulis akan melakukan pengamatan langsung ke Taman Kanak-kanak di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan untuk melihat proses  pelaksanaan metode penanaman nilai akhlak pada anak TK

b.     Wawancara
Wawancara yaitu �sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara�.[55]Untuk memperoleh data-data dalam  penelitian ini, penulis akan mengadakan dialog langsung dengan Kepala TK, dewan guru, orang tua anak yang penulis jadikan sebagai sampel penelitian. 


c.      Angket
Angket atau kuisoner, yaitu penelitian lapangan dengan membuat daftar pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Angket ini dibuat dalam bentuk semi terbuka, artinya pertanyaan tersedia dalam daftar tersebut tersedia alternatif jawaban yang dianggap sesuai dengan masalah yang diajukan tapi juga menyediakan alternatif lain yang masih kosong untuk diisi oleh responden apabila perlu. Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah  seluruh tenaga pengajar di TK se-kecamatan Sawang Ksbupaten Aceh Selatan

D.    Teknik Pengolahan dan Analisa Data
            Adapun teknik pengolahan data penelitian ini, penulis menggunakan statistik sederhana dengan metode distribusi frekuensi perhitungan persentase dari semua alternatif jawaban pada setiap pertanyaan sehingga menjadi suatu konsep yang dapat diambil kesimpulan kemudian data angket yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus persentase sebagai berikut:
Dimana: F= Frekuensi yang sedang dicari perentasenya 
                N = Jumlah Frekuensi
                P = Angka persentase[56]
                Teknik pengolahan data pada penelitian ini adalah penulis menganalisa data-data yang telah terkumpul dari para responden atau disebut juga dengan metode kualitatif. Data-data yang telah terkumpul itu diolah dan dianalisis
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis induktif, yaitu analisis yang bertolak dari data dan bermuara pada simpulan-simpulan umum. Kesimpulan umum itu bisa berupa kategorisasi maupun proposisi.[57]. Langkah-langkah analisis data tersebut meliputi: reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, dan penarikan kesimpulan.
Sedangkan untuk penyeragaman penulisan, penulis menggunakan buku pedoman penulisan karya ilmiah mahasiswa yang diterbitkan oleh Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry tahun 2008, dan buku-buku lainnya yang dianggap relevan.

E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah �keseluruhan objek penelitian�[58]sedangkan sampel adalah �sebagian atau wakil populasi yang di teliti�.[59]
Sesuai dengan penjelasan tersebut di atas maka yang menjadi populasi adalah seluruh tenaga pengajar di TK se-Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh selatan yang berjumlah 20 orang yang terdapat di 4 TK yaitu:
1.     Taman Kanak-Kanak (TK) Bustanul Athfal di desa Simpang Tiga
2.     Taman Kanak-Kanak (TK) Annada di Desa Trieng Meuduro
3.     Taman Kanak-Kanak (TK) Dharma Wanita di Desa Ujung Karang
4.     Taman Kanak-Kanak (TK) Nurul Falaq di desa Lhok Pawoh
 Sedangkan sampel  yang diambil adalah seluruh populasi yaitu 25 orang guru. Hal ini berdasarkan kepada pendapat yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto �bahwa apabila subjeknya kurang dari 100 orang lebih baik di ambil semuanya sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih�.[60]






[1]Gutama,dkk. Mewujudkan Pendidikan Anak Usia Dini yang Holistik. Seminar dan Lokakarya Nasional 2005 Pendidikan Anak Usia Dini, (kampus UGM 14-16 November 2005), hal. 3.

[2] Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 12.

[3] Departemen P dan K RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hal. 580-581.

[4] Fauji Saleh, (mengutip Ahmad Husain al-Liqaini), Konsep Pendidikan dalam Islam (Pendidikan Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Anak), (Banda Aceh, Yayasan Pena, 2005), hal. 43

[5] Departemen P dan K RI, Kamus Besar...�, hal.  894-895

[6]Salimin dan Sudarsono, Kamus Pendidikan, Pengajaran, dan Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 145.  

[7] Departemen P dan K RI, Kamus Besar...�, hal. 615.

[8]Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 30.

               [9]Hasbi Ash-Shdieqy, Al-Islam, Cet. II Edisi II (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), hal 63.

               [10]Murtadha Mutahhari, Fitrah,Trj. H. Afif Muhammad (Jakarta: Lentera Britama,2001), hal. 5

[11]Ibid, hal. 30-31.

[12]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal. 133-134.

[13]Departemen P dan Keluarga, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: Adi Pustaka, 1998), hal. 4.

               [14]St. Vembarto, dkk, Kamus Pendidikan,(Jakarta: Gramedia, 1998), hal. 3.

[15]Zainal Arifin, Penulisan Karya Ilmiah dengan Bahasa yang Benar, Pedoman Praktis untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: MSP, 1987), hal. 53.

[16] Departemen P dan K RI, Kamus Besar...�, hal. 615.

[17] I Wayan Koyan. Pendidikan Moral Pendekatan Lintas Budaya. (Jakarta: Depdiknas, 2002), hal.12. 

[18] Ibid, hal. 13.

[19] Darmiyati Zuchdi. Humanisasi Pendidikan (Kumpulan Makalah dan Artikel tentang Pendidikan Nilai), (Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.2003), hal. 4.

[20] Kirschenbaum, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings, (Massachusetts: Allyn & Bacon.1995), hal. 7.

[21] Ibid, hal.9-10.

[22] Hamzah Ya�kub, Etika Islam, Cet VII, (Bandung: Diponegoro, 1996), hal. 49.

[23] Ibnu Maskawaih, Tahdzibul Akhlak wa That-Hiru � �Araq, (Kairo, Mesir, tt), hal. 12.

[24] Imam AL-Ghazaly, Ihya Ulumuddin, Juz, II, hal. 53

[25] Ibid, hal. 53.

[26] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan....�, hal. 13.

[27] Undang-undang Dasar 1945, pasal 31 ayat 1-5, (Jakarta: Depdiknas, 2002), hal. 18.

[28] Muhammad Fu�ad Abdul Baqi, Al-Lu�Lu Wal Marjan.Terj.Muslich Shabir (Semarang: Al-Ridha, 1993), hal. 132

[29] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2004),  hal. 645.



[30]Ibid. Hal. 1079.

[32]Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid. 5, cet. III, (Surabaya: Pustaka Islam, 1983), hal. 196.

[33]Loeziana Aziz, Tesis Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Keluarga, (Suatu Kajian Dalam Persepektif Islam), (Banda Aceh: Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, 2006), hal. 24.  

[34] Muhammad Fu�ad Abdul Baqi, Al-Lu�Lu....., hal. 132

[35] W.J.S. Poerwadarminta,  Kamus Umum ...�, hal. 275.

[36] Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002), hal. 35.

[37] Dwi Siswoyo dkk, Metode Pengembangan Moral Anak Prasekolah, (Yogyakarta: FIP UNY. 2005), hal. 82.

[38] Otib Satibi Hidayat, Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama, (Jakarta: Universitas Terbuka.2000), hal. 4-5.

[39] Moeslichatoen, Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak,  (Jakarta: Rineka Ciipta. 1999), hal. 7.

[40] Otib Satibi Hidayat, Metode Pengembangan ...�, hal. 4-12.

[41] Tadzkiroatun Musfiroh, dkk, Cerita Untuk Perkembangan Anak, (Yogyakarta: Navila. 2005), hal. 27-28.

[42] Dwi Siswoyo dkk. 2005. Metode Pengembangan....�, hal. 87.

[43] Otib Satibi Hidayat, Metode Pengembangan Moral....�, hal. 428.

[44]W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Umum....�, hal. 1008.

[45] Ibid, hal. 429.

[46] Dwi Siswoyo dkk. Metode Pengembangan Moral...�, hal. 72-81.


[47] Ibid, hal. 72.

[48] Ibid, hal.76.

[49] Cheppy Haricahyono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Mora, ( Semarang: IKIP Press,1995), hal. 364-367.

[50] Dwi Siswoyo,�.hal. 76.

[51] Ibid, hal.77.

[52] Huitt, W. Values Education. http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/affys/values .html. 7 Mei 2008, hal. 6.

[53] Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2001), hal. 20.
              
[54] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 133.

[55] Ibid, hal. 132.

[56]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid  I Cet V. (Jogjakarta: UGM, 1976), hal. 56.

[57] Burhan Bungin. Metode Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer.( Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2001), hal. 209.

[58] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta; Rineka Cipta, 2002), hal. 108.

[59] I b i d., hal. 109.

[60] I b i d., hal. 112.