Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Fungsi Bahasa Daerah dalam Sosial Masyarakat


A.    Fungsi Bahasa Daerah dalam Sosial Masyarakat
Fungsi Bahasa Daerah dalam Sosial Masyarakat

Bahasa daerah merupakan bahasa yang dimiliki dan digunakan di daerah tertentu atau oleh masyarakat tertentu pula. Bagi pemiliknya, bahasa daerah dikatakan sebagai bahasa ibu, yaitu bahasa yang diajarkan, dituturkan dan dikuasai pertama kali sejak lahir. Sebagai bahasa ibu, bahasa daerah memiliki fungsi diantaranya:
1.     Bahasa Daerah sebagai lambang kebanggaan Daerah
2.     Bahasa Daerah sebagai identitas Daerah
3.     Bahasa Daerah sebagai alat berkomunikasi dan berinteraksi di dalam masyarakat
4.     Bahasa Daerah sebagai sarana pendukung kebudayaan daerah
5.     Bahasa Daerah merupakan alat pemersatu masyarakat pemiliknya.[1]
Apabila membicarakan kedudukan dan fungsi bahasa daerah, sebenarnya tidak bisa lepas dari konteks bahasa nasional. Dalam kenyataanya daerah-daerah yang memiliki bahasa sendiri, berada dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Jika dilihat dari segi hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia, maka ada beberapa fungsi yang diemban oleh bahasa daerah yaitu:
1.     Bahasa Daerah sebagai pendukung bahasa nasional,
2.     Bahasa Daerah sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia,
3.     Bahasa Daerah sebagai pelengkap bahasa Indonesia.[2]
Dari beberapa point fungsi dan kedudukan bahasa daerah di atas, jelas bahwa bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Namun fenomena yang terjadi pada saat ini, bahasa daerah mulai menjadi bahasa yang “tersisihkan”. Penutur bahasa daerah semakin berkurang, seiring semakin populernya penggunaan bahasa Indonesia bahkan bahasa asing dalam interaksi sehari-hari. Misalnya, penutur Bahasa Jawa yang mulai dihinggapi sikap inferior (rendah diri). Mereka akan merasa lebih modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menggunakan bahasa Indonesia, atau bahkan menyelipkan setumpuk istilah asing[3].
Keadaan yang demikian mengundang keprihatinan banyak pihak, baik dari pemerhati budaya, pendidik, serta dari kalangan pemerintah. Usaha demi usaha pun mulai dilakukan untuk merevitalisasi bahasa daerah. Diantaranya adalah pengadaan lomba-lomba, duta bahasa, dan yang paling penting adalah melalui jalur pendidikan formal. Usaha merevitalisasi bahasa daerah melalui jalur mendidikan formal berupa usaha memaksimalkan pembelajaran bahasa daerah di tingkat sekolah. Pembelajaran bahasa daerah tersebut bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan, kebanggaan dan kepedulian siswa kepada bahasa daerahnya sendiri.



[1] Taha, Z. “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah dalam Era Globalisasi” dalam Kongres Bahasa Indonesia VII. ( Jakarta: Depdikbud, 1998), hal. 34.
[2] Ibid, hal. 35.

[3] Rusyana, Y. et al. Survey Pengajaran Bahasa Daerah di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan. (Jakarta: Ford Foundation. 1998), hal. 33.