Guru Dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
BAB II
GURU DAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
A. Pembelajaran PAI
di SMP
Pembelajaran merupakan salah
satu unsur penting dalam proses pendidikan yang dilaksanakan secara terencana
dan sistematis pada tempat maupun waktu tertentu dengan berbagai pendekatan-pendekatan
untuk tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dimyanti mengemukakan
bahwa pembelajaran adalah "Kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar".[1]
1. Hakikat Pembelajaran
PAI
Pendidikan
agama Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan kepada ajaran agama Islam
yang membentuk manusia yang shaleh dan mengabdi kepada Allah SWT. Zakiah
Daradjat mengemukakan
"Pendidikan
dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam secara menyeluruh, serta
menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat".[2]
Dalam
kurikulum yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional,
menyebutkan tentang karakteristik mata pelajaran agama Islam. Adapun
karakteristik mata pelajaran agama Islam adalah sebagai berikut :
a.
Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran
yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam.
b.
Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam
tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu, aqidah, syari’ah dan
akhlaq.
c.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya
mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang
terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu
dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Diberikannya mata pelajaran pendidikan agama Islam
adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
swt, memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlaqul karimah.[3]
2. Dasar Pembelajaran PAI
Kurikulum merupakan salah
satu komponen yang menentukan dalam proses belajar mengajar, karena kurikulum
adalah langkah awal dalam menentukan proses pembelajaran yang akan berlangsung
pada sebuah lembaga pendidikan formal.
Nasution mengemukakan bahwa
"Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, masing-masing dengan
tujuan tersendiri, namun memberi sumbangan agar tercapainya tujuan lembaga
pendidikan yang bersangkutan".[4]
Salah satu mata pelajaran
yang terdapat dalam kurikulum pada Sekolah Menengah Pertama adalah mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan setiap dari mata pelajaran yang terdapat
dalam kurikulum tersebut wajib dilaksanakan melalui suatu proses pembelajaran
yang tlah ditentukan dalam kurikulum tersebut pula.
Sejalan dengan pendapat di
atas, dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal 30 dijelaskan bahwa "Pendidikan agama Islam merupakan
bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang wajib dimuat oleh
setiap sekolah".[5]
Undang-undang juga mengatur
bahwa "Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai agamanya dan
menjadi ahli ilmu agama".[6]
3. Tujuan Pembelajaran
PAI
Pendidikan agama Islam
haruslah mencakupi seluruh aspek perkembangan setiap siswa, terutama aspek
afektif siswa, karena aspek afektif adalah hal-hal yang berkaitan dengan
perasaan, tingkah laku atau hal-hal yang berhubungan dengan akhakul karimah.
Adapun tujuan pembelajaran
pendidikan agama Islam di sekolah yaitu memberikan pengetahuan, penghayatan dan
keyakinan kepada siswa akan hal-hal yang harus diimani serta memberikan
pengetahuan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkannya.[7]
Proses belajar mengajar tidak
mungkin tercapai jika guru yang mengajar tidak memahami tujuan yang telah
dirumuskan, hal ini sesuai dengan kutipan sebagai berikut :
”Bila guru kurang memahami makna tujuan
yang telah dirumuskan maka sukar diharapkan membimbing murid ke arah yang lebih
tinggi. Jika telah disadari tujuan yang akan dicapai sangat penting, maka guru
(yang mengajar) akan melalui cara-cara mengajar (dan belajar) yang wajar untuk
mencapai tujuan.[8]
Dari
uraian di atas bahwa guru diharapkan mengetahui dan memahami tujuan yang telah
dirumuskan oleh GBPP, sehingga dapat mengarahkan dan membimbing siswa untuk
dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam mengajar Pendidikan Agama Islam
agar tujuan kurikuler tercapai, maka harus dijabarkan menjadi tujuan
instruksional. Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain mengemukakan bahwa ”Suatu
proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil
apabila tujuan instruksionalnya (TIK) dapat tercapai”.[9]
Oleh sebab itu maka guru harus memahami tentang perumusan instruksional khusus
sekaligus mampu menerapkan dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung di
lembaga pendidikan.
B. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar
1. Faktor Intern
Yang
dimaksud dengan faktor intern adalah semua faktor yang sumbernya berasal dari
diri individu yang belajar, baik yang berkenaan jasmani maupun dengan rohani,
faktor intern ini juga terbagi dua, yaitu faktor biologis (faktor yang bersifat
jasmaniah) dan faktor psikologis (faktor yang bersifat rohaniah).
a. Faktor biologis
(jasmaniah)
Faktor
biologis yaitu "Faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang erat
hubungannya dengan keadaan fisik dan panca indera"[10].
Faktor biologis ini mempengaruhi kegiatan sekaligus hasil belajar seseorang.
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu
juga akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk dan
gangguan-gangguan fungsi alat inderanya.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa: "Penyakit seperti pilek, batuk,
sakit gigi dan penyakit sejenisnya, itu biasanya diakibatkan karena dipandang
tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi
kenyataannya penyakit-penyakit itu sangat mengganggu aktifitas belajar."[11]
Di
samping kondisi fisik (kesehatan), kondisi panca indera yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar, karena panca indera itu merupakan pintu masuk yang
mempengaruhi dari luar ke dalam diri individu yang diolah oleh otak untuk
diterima atau ditolaknya.
b. Faktor psikologis
(rohaniah)
Faktor psikologis adalah
faktor yang berhubungan dengan rohaniah yaitu "Segala bentuk kemampuan yang
berpusat pada otak dan akal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain
intelegensi, minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif".[12]
Berikut ini akan penulis
jelaskan satu persatu tentang masalah tersebut.
a) Intelegensi
(kecerdasan)
Intelegensi
adalah "Kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang
berbuat dengan cara tertentu."[13]
Pada
umumnya perkembangan intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan yang
sama dengan tingkat perkembangan yang sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai
dengan kemajuan-kemajuan yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang
lain, sehingga seorang anak pada masa tertentu sudah memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Faktor
kecerdasan sangat penting dalam segala kegiatan yang kita lakukan lebih-lebih
dalam proses belajar di sekolah. Siswa yang cerdas biasanya cepat menanggapi
setiap penjelasan guru, sehingga dia selalu sukses dan kemungkinan akan
mencapai prestasi belajar yang tinggi. Demikian pula dalam hubungan sosialnya,
ia mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan situasi yang timbul di
sekelilingnya. Sebaliknya bagi siswa yang kurang cerdas atau bodoh sering
mengalami kesulitan dalam belajar.
b) Minat
Minat adalah "Keinginan
atau kemauan yang ada dalam diri seseorang untuk merasa tertarik pada hal-hal
tertentu atau keinginan untuk mempelajari sesuatu."[14]
Minat merupakan suatu faktor
yang mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, dengan adanya minat maka akan
timbul senang, penuh gairah tanpa rasa dipaksakan akan selalu timbul rasa ingin
tahu terhadap pelajaran yang sedang dipelajari.
Bila seorang siswa tidak
berminat untuk belajar, kemungkinan siswa itu tidak dapat diharapkan akan
berhasil dengan baik belajarnya. Dalam proses belajar, seorang guru harus mampu
membangkitkan minat siswa terhadap pelajaran, agar siswa tidak merasa terpaksa
mempelajarinya, apalagi menjadikan pelajaran itu sebagai beban yang harus ia
pelajari.
Tentang pengaruh minat ini,
The Liang Gie mengatakan: "Seseornag pelajar yang tidak mempunyai minat
untuk mempelajari sesuatu pengetahuan, karena tidak mengetahui faedahnya,
pentingnya hal-hal yang mempersoalkan pada pengetahuan itu".[15]
Pada umumnya minat siswa
terhadap suatu pelajaran berbeda-beda, ada siswa yang mempunyai minat tinggi,
sedang, dan ada pula yang tidak berminat sama sekali. Sering siswa yang tidak
mempunyai tingkat intelektualitas tinggi kurang berhasil dalam belajarnya tidak
diiringi oleh minat yang tinggi pula, sebaliknya siswa yang mencapai prestasi
gemilang terhadap pelajaran tertentu disebabkan oleh tingginya minat mereka
terhadap pelajaran tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Kostor Partowirastro
sebagai berikut: "Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas
kegiatan, kurangnya intensitas kegiatan menimbulkan hasil yang kurang pula.
Sebaliknya hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan berkurangnya minat
terhadap pelajaran itu".[16]
Minat siswa terhadap suatu
pelajaran merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Guru
adalah orang yang paling berperan dalam usaha membangkitkan minat siswa, oleh
karenanya keberhasilan seorang guru dalam mengajar dapat diukur dari berhasil
tidaknya guru tersebut membangkitkan minat para siswa sehingga mereka akan
belajar dengan penuh gairah dan semangat, pada akhirnya para siswa akan dapat
mencapai prestasi yang lebih tinggi.
c) Bakat
Bakat adalah "Kecakapan
(potensi-potensi) yang merupakan bawaan sejak lahir yaitu semua sifat-sifat,
ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa secajk lahir".[17]
Bakat ini memegang peranan
penting dalam proses belajar anak, apabila anak belajar sesuai dengan bakatnya,
maka akan mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Dalam hal ini Utami Munandar
mengemukakan:
"Ketidakmampuan seorang anak yang
berbakat untuk berpotensi disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu, misalnya
taraf sosial ekonomi yang rendah atau tinggal di daerah-daerah terpencil yang
tidak dapat menyediakan fasilitas pendidikan dan kebudayaan sehingga
mempengaruhi prestasi belajar anak".[18]
Seperti
halnya intelegensi, bakat juga mempunyai kualitas tertentu, ada yang tinggi dan
ada pula yang rendah. Pada manusia yang paling normal terdapat sejumlah jenis
bakat khusus yang berbeda-beda kualitasnya.
d) Motivasi
Motivasi adalah "Suatu
keadaan individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu".[19]
Sardiman A.M. mengemukakan :
”Seseorang yang belajar tanpa adanya
motivasi maka tujuan yang ingin dicapai kemungkinan besar tidak akan memperoleh
hasil yang baik. Motivasi dan belajar adalah dua hal yang erat kaitannya,
adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan prestasi yang baik.
Intensitas motivasi seseorang akan menentukan prestasi belajar yang baik".[20]
Dalam proses belajar mengajar
motivasi sangat penting, karena itu sangat diharapkan kepada para guru agar
selalu berusaha untuk dapat membangkitkan motivasi siswa-siswanya. Dengan
adanya motivasi yang kuat maka usaha belajar akan berhasil.
Bila ditinjau dari segi
belajar, motivasi dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu:
1) Motivasi intrinsik
Sardiman
mengemukakan bahwa: "Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dari dalam sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang senang membaca, ia sudah
rajin mencari buku-buku untuk dibaca".[21]
Dari
kutipan di atas jelas bahwa motivasi adalah salah satu faktor pendorong yang
datang dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi belajarnya.
2) Motivasi ekstrinsik
Sardiman
A.M mengatakan "Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif karena
adanya perangsang yang kuat. Sebagai contoh seseorang yang belajar, karena tahu
besok paginya akan ujian dengan harapan untk mendapatkan nilai yang baik
sehingga akan mendapatkan pujian dari teman".[22]
Oleh
karena itu motivasi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa, karena adanya dorongan baik dari dalam maupun dari luar. Tanpa ada
motivasi semangat
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern ialah
"Faktor yang datang dari luar diri anak, seperti keluarga, sekolah,
masyarakat dan sebagainya".[23]
a. Keluarga
Ibu merupakan anggota
keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
meskipun pada akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berintegrasi dengan anak.
Nasir Budiman menyebutkan:
"Di lingkungan rumah
tangga anak adalah anggota yang sangat sugestibel, pengaruh orang tua sangat
dominan pada dirinya, terutama pengaruh pada pihak ibunya. Pengaruh tingkah
laku ibu sangat dirasakan oleh anak karena sejak kelahiran sampai ia berpisah
dari kedua orang tuanya. Faktor ibu selalu mempengaruhi kepadanya".[24]
Pengaruh keluarga terhadap
anak sudah ada sejak anak berada dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu
mempunyai peranan utama dalam kehidupan anak. Hal ini sama dengan pendapat A.
Muri Yusuf yang mengatakan bahwa :
"Sejak ibu mengandung
telah terjadi hubungan dengan anaknya, proses pertumbuhan anak dalam kandungan
sejak dini telah ditentukan bagaimana pelayanan ibunya, setelah anak lahir ke
dunia maka yang utama dan pertama ia mengasuh, menyusukan, mengganti pakaian
dan melindungi anak dari penyakit. Keterlibatan ibu yang sangat banyak pada
anak sejak permulaan kehidupan anak menyebabkan ibu sering dikatakan sebagai
pendidik utama dan pertama".[25]
Di samping itu setiap anak
dalam keluarga yang harmonis sangat membutuhkan perhatian dari orang tuanya
yakni pemenuhan dalam kebutuhan hidup.
Mustafa Fahmi mengemukakan :
"Manusia adalah makhluk yang
mempunyai beberapa kebutuhan hidup, yaitu:
1. Kebutuhan jasmani:
seperti makan, minum dan sebagainya
2. Kebutuhan rohani
sebagai kebutuhan jiwa yang dimiliki oleh manusia, seperti kebutuhan akan kasih
sayang, kebutuhan akan pengenalan, kebutuhan akan kekeluargaan kebutuhan akan
tanggung jawab dan kebutuhan akan kependidikan".[26]
Menurut Ki Hajar Dewantara :
"Suasana kehidupan keluarga merupakan
tempat yang sebaik-baiknya melakukan pendidikan individu maupun sosial.
Keluarga merupakan pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk
melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh. Peranan orang
tua dalam keluarga sebagai penuntun, pengajar dan sebagai pemberi contoh".[27]
Suatu keluarga juga dapat
memberikan suasana atau kondisi tertentu bagi keberhasilan anaknya, yaitu
keutuhan keluarga, yang dimaksud keutuhan di sini adalah adanya ayah dan ibu
serta interaksi yang wajar. Apabila
tidak ada keharmonisan dalam keluarga maka akan memberi pengaruh yang kurang
baik bagi anak-anaknya.
b. Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan
pusat pendidikan yang kedua bagi anak untuk berlangsungnya pendidikan secara
formal yang merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah
yang baik akan mendorong anak belajar dengan baik, sedangkan lingkungan sekolah
yang tidak baik dapat menyebabkan anak kurang gairah dalam belajar.
Adapun prestasi belajar yang
diperoleh dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan antara satu dengan yang lain
dan akan mempengaruhi proses belajar di antaranya yaitu :
1) Kompetensi
profesional guru
Dalam proses belajar
mengajar, seorang guru tidak hanya dituntut mempunyai sejumlah pengetahuan yang
akan diajarkan kepada anak didiknya. Tetapi juga sangat dituntut untuk dapat
mendesain program dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut merupakan
modal dasar dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, kedua macam
modal dasar itu akan tercakup dalam sepuluh kompetensi profesional guru, yaitu
:
-
Menguasai bahan bidang studi
-
Mengelola program belajar mengajar
-
Mengelola kelas
-
Menggunakan media dan sumber balajar
-
Menguasai landasan pendidikan
-
Mengelola interaksi belajar mengajar
-
Menilai prestasi anak didik untuk kepentingan
pengajaran
-
Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan
penyuluhan
-
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
-
Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian
pendidikan guru untuk kepentingan pengajaran[28]
2) Kurikulum sekolah
Setiap kegiatan membutuhkan
perencanaan karena tanpa perencanaan yang baik dan sistematis akan menyebabkan
suatu kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat menimbulkan gejala-gejala
lain yang saling bertentangan dan tidak pada tempatnya. Salah satu kegiatan yang
memerlukan perencanaan adalah kegiatan belajar mengajar yang dimulai dari
tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Perencanaan dalam kegiatan
belajar mengajar adalah sering disebut kurikulum. Kurikulum adalah pedoman
dasar bagi pengajar (pendidik) untuk mengajar. Menurut S. Nasution: "Kurikulum
adalah suatu rencana yang disusun untuk kelancaran proses belajar mengajar di
bawah bimbingan dan tanggung jawab suatu badan sekolah atau instansi pendidikan
beserta staf pengajarannya".[29]
3) Disiplin sekolah
Sekolah merupakan suatu
lembaga pendidikan formal dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dipatuhi
oleh semua anggota seperti siswa, guru dan karyawan lainnya, untuk menanamkan
disiplin yang baik di sekolah maka setiap guru dan karyawan harus mampu menegakkan
disiplin bagi dirinya sendiri, karena guru merupakan contoh teladan bagi
siswa-siswanya. Begitu juga dalam menyajikan materi pelajaran yang
diajarkannya, sehingga siswa tidak bosan.
Kedisiplinan sekolah tidak
hanya menyebabkan para siswa akan rajib belajar di lingkungan sekolah saja,
namun juga akan berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa sewaktu belajar di luar
sekolah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.
Demikian pula sebaliknya,
kedisiplinan siswa belajar di rumah akan terbiasa pula untuk berdisiplin dalam
melakukan kegiatan belajar di lingkungan sekolah. Winarno Surachmad mengatakan
bahwa "Kehidupan di sekolah merupakan jembatan antara kehidupan masyarakat
dan juga merupakan perwujudan, karena itu tujuan pendidikan keluarga harus
sejalan dengan tujuan hidup yang diinginkan lingkungan keluarga".[30]
c. Masyarakat
Adapun faktor lain yang tidak
kalah pentingnya yang sangat berpengaruh terhadap potensi belajar siswa adalah
faktor masyarakat-masyarakat dalam pengertian luas adalah lingkungan di luar
sekolah dan keluarga.
Sebagai makhluk sosial
manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari lingkungan, ia harus berhubungan
dengan masyarakat.
Agar siswa mendapat pengaru
positif dalam masyarakat terhadap prestasi belajarnya maka ia perlu melibatkan
diri dalam organisasi masyarakat, baik dalam pengajian ayaupun
pengurus-pengurus mesjid maupuyn organisasi-organisasi lainnya yang dapat
membawa ke arah perbaikan, karena kegiatan seperti itu baik untuk perkembangan
kepribadiannya.
Jadi perubahan dalam masyarakat
selalu menyangkut usaha pendidikan karena disebabkan oleh faktor lingkungan
sekolah, keluarga atau masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Jika ketiga
lingkungan tersebut siswa mendapatkan pendidikan dengan baik maka ia akan
mengalami perubahan yang baik pula.
Dengan demikian fungsi
masyarakat sebagai pusat pendidikan yang sangat tergantung pada masyarakat
beserta sumber belajar yang ada di dalamnya. Adanya kerja sama yang baik maka
pendidikan anak akan berjalan positif dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang
diharapkan.
C. Strategi
Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
Dalam proses belajar
mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat secara efektif dan efesien berdasarkan pada tujuan yang
diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah guru harus
menguasai teknik-teknik penyajian.
”Strategi mengajar adalah cara atau teknik
penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan mengajar
kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut diserap dan dapat dipahami
dengan baik oleh siswa sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap
guru dalam proses belajar akan menggunakan strategi tertentu dalam menyajikan
bahan pelajaran kepada anak didiknya, sehingga pencapaian tujuan sebagaimana
diharapkan akan terealisasi dengan sempurna. Oleh karena itu setiap guru harus
menggunakan strategi yang sesuai dengan bahan yang akan diajarkan”.[31]
Setiap strategi mempunyai
sifat atau ciri tertentu baik segi kelemahannya atau kebaikannya. Pemakaian
strategi pembelajaran dalam suatu pelajaran tertentu perlu dipertimbangkan
beberapa kompenen yang terikat dalam proses belajar mengajar. Pemakaian
strategi yang tepat akan meningkatkan prestasi belajar siswa, sedangkan
penggunaan strategi yang tidak tepat akan merupakan hambatan yang paling besar
dalam proses belajar mengajar.
Dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam strategi yang tepat digunakan antara lain sebagai
berikut :
1. Ceramah
Ceramah
adalah "Suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan
dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya".[32]
Guru yang berbicara, mengartikan dan menjelaskan pokok-pokok pelajaran yang
ditentukan dalam kurikulum. Dalam kata lain strategi ini siswa mendengarkan
serta percaya kepada apa yang disampaikan oleh guru menurut kemampuannya.
Untuk
mencapai hasil yang baik dalam strategi ini, guru harus menempuh
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Merumuskan tujuan dan
bahan pelajaran.
b) Menyelidiki apakah
strategi ini cocok digunakan.
c) Menyarankan perhatian
siswa pada masalah yang diceramahkan.
d) Mengadakan evaluasi
untuk mengetahui apakah tujuan telah tercapai
Ciri-ciri
yang menonjol dalam penggunaan strategi ini adalah peran guru tampak sangat
dominan sedangkan siswa mendengarkan dengan teliti dan mencatat isi ceramah
yang disampaikan guru di depan kelas. Dengan strategi ini guru dapat menguasai
kelas, tidak banyak memakan tenaga dan biaya, serta bahannya pun dapat
disampaikan sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat. Untuk pelajaran
Pendidikan Agama Islam, ceramah tepat untuk dilaksanakan misalnya dalam
memberikan pengertian tentang tauhid atau keimanan, karena tauhid atau keimanan
ini tidak dapat diperagakan atau sukar didiskusikan.
2. Tanya Jawab
Dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, strategi tanya jawab juga dapat diterapkan,
misalnya pokok bahasan mengenai keimanan, akhlak dan lainnya. Tanya jawab ialah
dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang bahan
pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil
memperhatikan berfikir di antara siswa-siswa.[33]
Dalam melaksanakan strategi tanya jawab, pertanyaan dapat diajukan oleh guru
atau siswa dan demikian pula jawabannya dapat diberikan oleh guru atau siswa
pula. Dengan kata lain guru bertanya dan siswa menjawab, siswa bertanya guru menjawab
atau siswa yang satu bertanya dan siswa yang lain memberikan jawaban.
Strategi
ini merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan
yang terdapat pada penggunaan strategi ceramah. Ini disebabkan guru dapat
memperoleh gambaran sejauhmana siswa dapat mengerti dan mengungkapkan apa yang
telah diceramahkan. Siswa yang biasanya kurang mencurahkan perhatiannya
terhadap pelajaran yang diajarkan melalui tanya jawab. Sebab sewaktu-waktu anak
didik tersebut akan mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang akan
diajukan kepadanya.
Untuk
menghindari sesuatu yang dapat terjadi dalam strategi tanya jawab maka seorang
guru hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pertanyaan harus
singkat, jelas dan merangsang berfikir.
b. Sesuai dengan
kecerdasan dan kemampuan anak didik yang menerima pertanyaan.
c. Memerlukan jawaban
dalam bentuk kalimat atau uraian kecuali yang bersifat objektif test dapat
menggunakan ya atau tidak.
d. Usahakan pertanyaan
pasti bukan pertanyaan yang mempunyai beberapa alternatif.[34]
3. Diskusi
Selain
ceramah, dan tanya jawab, strategi diskusi pun juga dapat diterapkan dalam
mengajarkan pelajaran pendidikan agama Islam. Strategi diskusi adalah cara
penyampaian pelajaran dimana para siswa dihadapkan pada masalah yang bisa
berupa pernyataan atau pertanyaan yang problematis untuk dipecahkan bersama.[35]
Dalam strategi diskusi ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa atau
kelompok siswa untuk saling tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, membuat
kesimpulan dan pemecahan masalah. Yang perlu mendapat perhatian ialah hendaknya
para siswa berpartisipasi secara aktif
di dalam forum diskusi, semakin banyak siswa yang terlibat dalam
mengembangkan fikiran semakin banyak pula yang dapat mereka pelajari.
Bagi
siswa yang tidak berani, dapat mendengarkan pendapat yang didiskusikan, dalam
hal ini guru harus tegas agar berjalan lancar, strategi ini merupakan lapangan
yang tersedia untuk mendidik anak berfikir, dan strategi ini juga mempunyai
tujuan antara lain :
a. Menanamkan dan
menggambarkan keberanian untuk mengembangkan pendapat sendiri.
b. Mencari kebenaran
secara jujur melalui pertimbangan-pertimbangan pendapat yang mungkin saja
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
c. Belajar menemukan
kesempatan pendapat melalui musyawarah.
d. Membiasakan anak
didik bersifat toleran.
Strategi
ini pada umumnya akan membuat suasana kelas lebih hidup, karena siswa lebih
aktif dan bersemangat dimana setiap siswa mendapat kesempatan untuk
mengemukakan pendapat masing-masing. Jadi, strategi diskusi ini merupakan salah
satu proses pembelajaran yang menyebabkan terjadinya interaksi antara guru
dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
4. Sosiodrama
Sosiodrama
adalah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk
uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dan hubungan sosio.
Yang kemudian diminta beberapa orang murid untuk memerankannya.[36]
Dengan menggunakan strategi sosiodrama dalam proses belajar mengajar untuk :
a. Supaya anak didik
mendapatkan keterampilan sosial.
b. Menghilangkan
perasaan rendah diri pada sianak didik
c. Mendidik dan
mengembangkan kemampuan untuk mengemukakan pendapat.
d. Membiasakan diri
untuk sanggup menerima dan menghargai pendapat orang lain.[37]
Strategi
semacam ini dapat digunakan sangat tepat dalam pelajaran Pendidikan Agama
Islam, karena dengan strategi ini siswa akan lebih menghayati tentang
pelajarannya yang diberikan, misalnya dalam menerangkan bagaimana sikap seorang
muslim terhadap muslim lainnya.
5. Pemecahan Masalah
(problem solving)
Problem
solving adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan dimana siswa
dihadapkan dengan kondisi masalah dari masalah yang sederhana menuju ke masalah
yang sulit.[38]
Dimaksudkan untuk melatih keberanian anak dan rasa tanggung jawab dalam
menghadapi masalah-masalah kehidupan kelak dalam masyarakat. Strategi ini
berdekatan dengan strategi diskusi, dimana siswa dan guru bersama-sama
memikirkan dan mengeluarkan pendapat serta memperdebatkan untuk memperoleh
kesimpulan. Materi Pendidikan Agama Islam yang sesuai dipergunakan untuk
strategi ini adalah materi yang bersifat problem, contohnya mengapa manusia
harus mengabdi kepada Tuhan dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan
menjauhi segala larangannya.
6. Demonstrasi
Strategi
demonstrasi yaitu cara mengajar yang mempergunakan peragaan untuk memperjelas
suatu pengertian atau memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak
didik. Strategi ini mempeunyai tujuan antara lain :
a)
Dapat membuat pengajaran lebih jelas dan konkret,
sehingga menghindari pemahaman secara kata-kata atau kalimat.
b)
Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari
c)
Proses pengajaran lebih menarik
d)
Siswa dirangsang untuk aktif mengamati,
menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.[39]
Dalam
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, demonstratsi ini dipergunakan untuk
mendemonstrasikan atau mempraktekkan bagaimana cara menghormati orang tua,
dalam melakukan ibadah shalat.
7. Karya Wisata
Karya
wisata merupakan strategi pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan mengajak
siswa keluar kelas untuk memperlihatkan hal-hal atau persitiwa yang ada
hubungannya dengan bahan pelajaran.[40]
Dalam perjalanan karya wisata ada hal-hal tertentu yang telah direncanakan oleh
guru untuk ditunjukkan kepada siswa, di samping ada hal-hal yang secara
kebetulan ditemukan dalam perjalanan tamasya tersebut, misalnya pengenalan
terhadap kekuasaan Tuhan dalam menciptakan alam semesta.
8. Resitasi
Resitasi
(penugasan) adalah penyajian bahan yang mana guru memberikan tugas tertentu
agar siswa melakukan kegiatan belajar. Strategi ini merangsang siswa untuk
selalu aktif belajar, baik secara individual, maupun secara kelompok. Dalam
pembelajaran strategi ini merupakan salah satu strategi yang dirasakan sangat
bermanfaat karena pemberian tugas kepada siswa akan menguatkan apa-apa yang
telah dipelajarinya, dan siswa juga berkesempatan memupuk perkembangan dan
keberanian untuk dapat mengambil inisiatif dan bertanggung jawab serta berdiri
sendiri. Dalam pemberian tugas dapat membangkitkan semangat kepada siswa untuk
mengulang kembali pelajaran dan mempelajarinya dan rasa tanggung jawab, dan
strategi ini bertujuan untuk mendidik siswa untuk bertanggung jawab atas segala
tugasnya.
9. Driil (latihan siap)
Strategi
latihan siap yaitu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan melatih atau
membiasakan siswa agar menguasai pelajaran dan terampil dalam melaksanakan
tugas latihan yang diberikan.[41]
Dalam pelajaran pendidikan agama islam siswa dilatih supaya memiliki budi
pekerti yang baik, selalu berbuat baik terhadap manusia.
D. Kedudukan Guru
Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Guru
tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar yang mentransfer ilmu
pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu memberi contoh
teladan yang baik dalam segala segi kehidupan sebagai upaya dalam menanamkan
sikap, nilai dan minat belajar kepada para siswa, guru pula harus dapat
mengatur suasana belajar dengan harapan adanya peningkatan prestasi belajar
bagi anak didiknya.
Posisi
guru ini menghendaki guru memilih kesanggupan mengolah kelas, melakukan
hubungan sosial dengan siswa, memahami individu-individu siswa dan memberikan
bimbingan belajar.[42]
Sebagai
seorang guru hendaknya mampu memimpin kegiatan belajar yang efektof dan efesien
sebagai hasil yang optimal, guna memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.
Dengan demikian jelas bahwa, fungsi guru sebagai pengelola kelas mempunyai
tanggung jawab penuh terhadap kelancaran proses kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan prosedur yang berlaku, guna mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan.
Sesuai
dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang, guru harus mampu berperan
ganda sebagai pembimbing, demonstrator, mediator, fasilitator, motivator dan
sebagai evaluator.
a. Guru sebagai
Pembimbing
Seorang
guru yang menjadi pengajar dan pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing
karena dalam proses kegiatan mengajar, mendidik dan membimbing merupakan
serangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses belajar mengajar kegiatan
di atas harus dilakukan secara terpadu dan integral, "Bimbingan adalah segala
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada
orang lain yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu mengatasinya
sendiri dengan penuh kesadaran".[43]
Berdasarkan
kutipan di atas, bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan menuntun siswa
dalam perkembangannya dengan jalan memberikan dukungan dan arahan yang sesuai
dengan pendidikan.
Guru
harus membimbing dan menuntun siswa dengan kaidah-kaidah yang baik serta
mengarahkan perkembangannya sesuai dengan yang di cita-citakan. Guru ikut
memecahkan kesulitan-kesulitan/problem yang dihadapi oleh siswa dalam proses
belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi yang lebih baik bagi
siswa.
b. Guru sebagai
Demonstrator
Guru
harus mempunyai kemampuan untuk menjelaskan dan menguasai materi pelajaran yang
akan disampaikan kepada para siswa, agar materi pelajaran yang akan disampaikan
itu dapat mudah diterima oleh anak didik. Amien Fenbau menjelaskan sebagai
berikut :
"Guru
dituntut mampu menguasai semua bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan
kepada anak didik (siswa) serta harus mampu menggunakan lingkungan alam dan
masyarakat sebagai sumber pendidikan. Karenanya guru sangat dituntut
mempelajari/mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga
mampu menyesuaikan dengan kegiatan pelajaran yang dipimpinnya".[44]
Dalam
kaitan ini Sardiman A.M., juga mengemukakan :
"Guru
sebagai lembaga profesional, di samping memakai hal-hal yang bersifat filosofis
dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat
teknis. Terutama kegiatan mengelola interaksi lima modal dasar, yaitu kemampuan
mendesaign program keterampilan, mengkomunikasikan program itu kepada anak didik".[45]
Oleh
karena itu, guru harus mampu menguasai segala yang telah direncanakan dengan
cara yang baik, agar siswa dapat menerima materi pelajaran semaksimal mungkin
sehingga hasil belajarnya semakin tinggi.
c. Guru sebagai
Mediator
Untuk
mencapai efektifitas pengajaran, maka setiap kegiatan belajar guru harus
menggunakan peralatan (media) secara maksimal. Sebagai mediator guru hendaknya
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena
media pendidikan merupakan alat komunikasi yang mengefektifitaskan proses
belajar mengajar.
Dalam
hal ini M. Uzer Usman mengmukakan :
”Guru tidak
cukup hanya memiliki pengetahuan tentang pendidikan, tetapi juga memiliki
keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik, sesuai dengan metode,
materi dan kemampuan siswa. Guru harus mampu berhadapan dengan siswa dengan
cara yang baik, sehingga disenangi oleh siswa dan benar-benar menjadi contoh
yang baik bagi anak didik.[46]
Dengan
demikian, guru harus mampu memperlihatkan sikap, kepribadian termasuk juga
sikap berpakaian sebagai contoh yang baik. Dalam hal ini al-Ghazali yang dikutip
M. Arifin:
"Para guru
harus memiliki adab yang baik agar menjadi teladan bagi anak didik untuk
mengikutinya, karena perhatian murid selalu tertuju kepada guru dan telinga
mereka selalu mendengarnya, maka bila dianggap baik berarti baik pula di sisi mereka,
dan apa yang dianggap jelek, berarti jelek pula pada mereka".[47]
Informasi
yang diberikan melalui pengajaran yang dipadu dengan keadaan yang ada pada diri
guru (kepribadian guru) akan menjadi pedoman yang sangat berharga bagi siswa
dalam upaya mencapai keberhasilan dalam kemajuan pendidikan.
d. Guru sebagai
Fasilitator
Sebagai
seorang fasilitator, seorang guru harus mampu menyediakan berbagai fasilitas
yang dibutuhkan anak didik, agar materi pelajaran yang disampaikan dan
memadukannya antara teori dan praktek diharapkan anak didik dapat dengan cepat
memahaminya.
Menurut
M. Arifin, "Guru sebagai fasilitator belajar, artinya dapat memberikan
kemudahan bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Kemudahan tersebut dapat
dinyatakan dalam berbagai bentuk, antara lain menyediakan sumber dan alat-alat
belajar seperti buku paket yang diperlukan, alat peraga dan belajar
lainnya".[48]
Selain
itu dapat juga dengan mengusahakan waktu belajar yang efektif memberikan
bantuan kepada siswa yang membutuhkan, membantu memecahkan masalah yang
dihadapi siswa.
Guru
merupakan tempat yang paling ideal bagi siswa untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yang jelas dan mendasar melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam
kegiatan belajar mengajar guru tersebut menyediakan berbagai fasilitator
seperti: media, alat peraga termasuk menunjuk dan menentukan berbagai jalan
untuk mendapatkan fasilitas tertentu dalam menunjang program belajar siswa.
Guru sebagai fasilitator turut mempengaruhi tingkat prestasi yang dicapai
siswa.[49]
e. Guru sebagai
Fasilitator
Guru
hendaknya dapat memberikan dorongan kepada siswa agar bergairah/bersemangat dan
aktif dalam proses belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat
menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi siswa yang kurang untuk belajar.
Kedudukan guru sebagai motivator adalah melaksanakan pengajaran dengan
memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar,
sehingga diharapkan tujuan dapat dicapai.[50]
Motivasi
dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa, juga
memberikan semangat kepada para siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Guru
sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut
esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, dan menyangkut
profesionalismenya dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
f. Guru sebagai
Evaluator
Kedudukan
guru sebagai evaluator, yaitu mengadakan penelitian terhadap kegiatan belajar
yang dilaksanakan. Guru mengetahui hasil dari kegiatan mengajar tersebut,
sekaligus dapat mengadakan usaha perbaikan seperlunya.
Menurut
M. Uzer Usman menjelaskan hal ini sebagai berikut :
"Penilaian
perlu dilakukan, karena guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
kepuasan siswa terhadap pelajaran serta ketetapan atau keaktifan metode
pengajaran. Tujuan lain adalah untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelas
atau kelompok. Dengan penilaian guru dapat menetapkan apakah siswa itu termasuk
ke dalam kelompok pandai, sedang, kurang atau cukup baik di kelasnya".[51]
Berdasarkan
hal tersebut di atas, akan mempermudah perhatian guru untuk melakukan evaluasi
yang baik terhadap prestasi belajar siswa. Setelah proses belajar dan mengajar
itu berlangsung maka guru akan melaksanakan tugas yang terakhir, yaitu evaluasi
terhadap hahsil dari proses belajar mengajar yang telah dilakukan, baik oleh
guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai anak didik.
[1]Dimyanti dan Mudjiono, Belajar dan
Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 297.
[2]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,
Cet. II, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 86.
[3]Kurikulum
2004 SMP, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam, Direktorat Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, 2003, hal. 2-5.
[4]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1995), hal. 6.
[5]Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang
20/2003, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004),hal. 16.
[6]Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang ..., hal. 15.
[7]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan …, hal. 101.
[8]Winarno
Surachmad, Dasar dan Teknik Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung:
Tarsito, 1973), hal. 42.
[10]Saiful Bahri, Perbandingan Prestasi
Belajar Siswa yang Berasal dari SMP dan MTsN dalam Bidang Studi Matematika pada
MAN Idi Rayeuk Aceh Timur, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 2003), hal. 20.
[11]Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1972), hal. 252.
[12]Saiful Bahri, Perbandingan …, hal. 22.
[13]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), hal. 547.
[14]W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan
Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1986), hal. 30.
[15]The Liang Gie, Cara Belajar yang
Efesien, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983), hal. 13.
[16]Kostro Partowirastro, Diagnosa dan
Pemecahan Kesulitan Belajar, Jil. 2, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 34.
[17]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi…, hal.
547.
[18]Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan
Keaktifan Anak, (Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 54.
[19]Sumadi Suryabrata, Pendidikan…, hal. 66.
[20]Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman
Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 85
[21]Ibid., hal. 73.
[22]Ibid.,hal. 71.
[23]Rosyitah N.K, dan Farida Poernomo, Teori-teori
Belajar, (Jakarta: Naslo, 1978), hal. 8.
[24]M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Islam Al-Qur'an, (Jakarta : Madani Press,
2001), hal. 58.
[25]A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Choli
Indonesia, 1982), hal. 26-27.
[26]Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga dan Masyarakat, Jil.
I, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), hal. 74.
[27]Umar Tirta Raharja, Pengantar
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.
[28]Sardiman A.M, Interaksi…, (Jakarta:
Rajawali, 1992), hal. 162.
[29]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bandung:
Bumi Aksara, 1989), hal. 5.
[30]Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung:
Tarsito, 1978), hal. 18.
[32]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 129
[33]Ramayulis, Metodologi…, hal. 135.
[34]Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1995), hal. 76.
[35]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi
..., hal. 99.
[36]Ramayulis, Metodologi…, hal. 72
[37]Zakiah Daradjat, Metodeik Khusus…, hal.
301.
[38]Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama/IAIN, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, 1980/1981),
hal. 237-238.
[39]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi...,
hal. 102-103.
[40]Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1983), hal. 104.
[41]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi…, hal. 108.
[42]Amien Fenbau, Supervisi dan Perbaikan
Pengajaran di Sekolah, (Bandung: IKIP, 1981), hal. 34.
[43]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi
Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 109.
[44]Amien Fenbau, Supervisi…, hal. 16.
[45]Sardiman A.M, Interaksi…, hal. 161.
[46]Mohd. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1990), hal. 27.
[47]Ibid., hal. 110.
[48]Ibid., hal. 33.
[49]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi…, hal. 109.
[50]M. Arifin, Hubungan…, hal. 101.
[51]Mohd. Uzer Usman, Menjadi…, hal.
34.