Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Guru Dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa


BAB II
GURU DAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA

A.    Pembelajaran PAI di SMP
Pembelajaran merupakan salah satu unsur penting dalam proses pendidikan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis pada tempat maupun waktu tertentu dengan berbagai pendekatan-pendekatan untuk tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dimyanti mengemukakan bahwa pembelajaran adalah "Kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar".[1]
1.     Hakikat Pembelajaran PAI
Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan kepada ajaran agama Islam yang membentuk manusia yang shaleh dan mengabdi kepada Allah SWT. Zakiah Daradjat mengemukakan
"Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat".[2]

Dalam kurikulum yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, menyebutkan tentang karakteristik mata pelajaran agama Islam. Adapun karakteristik mata pelajaran agama Islam adalah sebagai berikut :
a.         Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam.
b.         Prinsip-prinsip dasar pendidikan agama Islam tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu, aqidah, syari’ah dan akhlaq.
c.         Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.
d.         Diberikannya mata pelajaran pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt, memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlaqul karimah.[3]

2.     Dasar Pembelajaran PAI
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam proses belajar mengajar, karena kurikulum adalah langkah awal dalam menentukan proses pembelajaran yang akan berlangsung pada sebuah lembaga pendidikan formal.
Nasution mengemukakan bahwa "Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, masing-masing dengan tujuan tersendiri, namun memberi sumbangan agar tercapainya tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan".[4]
Salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum pada Sekolah Menengah Pertama adalah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan setiap dari mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum tersebut wajib dilaksanakan melalui suatu proses pembelajaran yang tlah ditentukan dalam kurikulum tersebut pula.
Sejalan dengan pendapat di atas, dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 30 dijelaskan bahwa "Pendidikan agama Islam merupakan bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang wajib dimuat oleh setiap sekolah".[5]
Undang-undang juga mengatur bahwa "Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai agamanya dan menjadi ahli ilmu agama".[6]
3.     Tujuan Pembelajaran PAI
Pendidikan agama Islam haruslah mencakupi seluruh aspek perkembangan setiap siswa, terutama aspek afektif siswa, karena aspek afektif adalah hal-hal yang berkaitan dengan perasaan, tingkah laku atau hal-hal yang berhubungan dengan akhakul karimah.
Adapun tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah yaitu memberikan pengetahuan, penghayatan dan keyakinan kepada siswa akan hal-hal yang harus diimani serta memberikan pengetahuan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkannya.[7]
Proses belajar mengajar tidak mungkin tercapai jika guru yang mengajar tidak memahami tujuan yang telah dirumuskan, hal ini sesuai dengan kutipan sebagai berikut :
”Bila guru kurang memahami makna tujuan yang telah dirumuskan maka sukar diharapkan membimbing murid ke arah yang lebih tinggi. Jika telah disadari tujuan yang akan dicapai sangat penting, maka guru (yang mengajar) akan melalui cara-cara mengajar (dan belajar) yang wajar untuk mencapai tujuan.[8]

Dari uraian di atas bahwa guru diharapkan mengetahui dan memahami tujuan yang telah dirumuskan oleh GBPP, sehingga dapat mengarahkan dan membimbing siswa untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam mengajar Pendidikan Agama Islam agar tujuan kurikuler tercapai, maka harus dijabarkan menjadi tujuan instruksional. Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain mengemukakan bahwa ”Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksionalnya (TIK) dapat tercapai”.[9] Oleh sebab itu maka guru harus memahami tentang perumusan instruksional khusus sekaligus mampu menerapkan dalam setiap proses pembelajaran yang berlangsung di lembaga pendidikan.

B.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1.     Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern adalah semua faktor yang sumbernya berasal dari diri individu yang belajar, baik yang berkenaan jasmani maupun dengan rohani, faktor intern ini juga terbagi dua, yaitu faktor biologis (faktor yang bersifat jasmaniah) dan faktor psikologis (faktor yang bersifat rohaniah).


a.      Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis yaitu "Faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang erat hubungannya dengan keadaan fisik dan panca indera"[10]. Faktor biologis ini mempengaruhi kegiatan sekaligus hasil belajar seseorang. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk dan gangguan-gangguan fungsi alat inderanya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata bahwa: "Penyakit seperti pilek, batuk, sakit gigi dan penyakit sejenisnya, itu biasanya diakibatkan karena dipandang tidak cukup serius untuk mendapatkan perhatian dan pengobatan, akan tetapi kenyataannya penyakit-penyakit itu sangat mengganggu aktifitas belajar."[11]
Di samping kondisi fisik (kesehatan), kondisi panca indera yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, karena panca indera itu merupakan pintu masuk yang mempengaruhi dari luar ke dalam diri individu yang diolah oleh otak untuk diterima atau ditolaknya.
b.     Faktor psikologis (rohaniah)
Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan rohaniah yaitu "Segala bentuk kemampuan yang berpusat pada otak dan akal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain intelegensi, minat, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif".[12] Berikut ini akan penulis jelaskan satu persatu tentang masalah tersebut.
a)     Intelegensi (kecerdasan)
Intelegensi adalah "Kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat dengan cara tertentu."[13]
Pada umumnya perkembangan intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan yang sama dengan tingkat perkembangan yang sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai dengan kemajuan-kemajuan yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lain, sehingga seorang anak pada masa tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya.
Faktor kecerdasan sangat penting dalam segala kegiatan yang kita lakukan lebih-lebih dalam proses belajar di sekolah. Siswa yang cerdas biasanya cepat menanggapi setiap penjelasan guru, sehingga dia selalu sukses dan kemungkinan akan mencapai prestasi belajar yang tinggi. Demikian pula dalam hubungan sosialnya, ia mampu menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan situasi yang timbul di sekelilingnya. Sebaliknya bagi siswa yang kurang cerdas atau bodoh sering mengalami kesulitan dalam belajar.



b)     Minat
Minat adalah "Keinginan atau kemauan yang ada dalam diri seseorang untuk merasa tertarik pada hal-hal tertentu atau keinginan untuk mempelajari sesuatu."[14]
Minat merupakan suatu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, dengan adanya minat maka akan timbul senang, penuh gairah tanpa rasa dipaksakan akan selalu timbul rasa ingin tahu terhadap pelajaran yang sedang dipelajari.
Bila seorang siswa tidak berminat untuk belajar, kemungkinan siswa itu tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik belajarnya. Dalam proses belajar, seorang guru harus mampu membangkitkan minat siswa terhadap pelajaran, agar siswa tidak merasa terpaksa mempelajarinya, apalagi menjadikan pelajaran itu sebagai beban yang harus ia pelajari.
Tentang pengaruh minat ini, The Liang Gie mengatakan: "Seseornag pelajar yang tidak mempunyai minat untuk mempelajari sesuatu pengetahuan, karena tidak mengetahui faedahnya, pentingnya hal-hal yang mempersoalkan pada pengetahuan itu".[15]
Pada umumnya minat siswa terhadap suatu pelajaran berbeda-beda, ada siswa yang mempunyai minat tinggi, sedang, dan ada pula yang tidak berminat sama sekali. Sering siswa yang tidak mempunyai tingkat intelektualitas tinggi kurang berhasil dalam belajarnya tidak diiringi oleh minat yang tinggi pula, sebaliknya siswa yang mencapai prestasi gemilang terhadap pelajaran tertentu disebabkan oleh tingginya minat mereka terhadap pelajaran tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Kostor Partowirastro sebagai berikut: "Minat yang kurang mengakibatkan kurangnya intensitas kegiatan, kurangnya intensitas kegiatan menimbulkan hasil yang kurang pula. Sebaliknya hasil yang kurang dapat pula mengakibatkan berkurangnya minat terhadap pelajaran itu".[16]
Minat siswa terhadap suatu pelajaran merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Guru adalah orang yang paling berperan dalam usaha membangkitkan minat siswa, oleh karenanya keberhasilan seorang guru dalam mengajar dapat diukur dari berhasil tidaknya guru tersebut membangkitkan minat para siswa sehingga mereka akan belajar dengan penuh gairah dan semangat, pada akhirnya para siswa akan dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi.
c)     Bakat
Bakat adalah "Kecakapan (potensi-potensi) yang merupakan bawaan sejak lahir yaitu semua sifat-sifat, ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang dibawa secajk lahir".[17]
Bakat ini memegang peranan penting dalam proses belajar anak, apabila anak belajar sesuai dengan bakatnya, maka akan mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Dalam hal ini Utami Munandar mengemukakan:
"Ketidakmampuan seorang anak yang berbakat untuk berpotensi disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu, misalnya taraf sosial ekonomi yang rendah atau tinggal di daerah-daerah terpencil yang tidak dapat menyediakan fasilitas pendidikan dan kebudayaan sehingga mempengaruhi prestasi belajar anak".[18]

Seperti halnya intelegensi, bakat juga mempunyai kualitas tertentu, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Pada manusia yang paling normal terdapat sejumlah jenis bakat khusus yang berbeda-beda kualitasnya.

d)     Motivasi
Motivasi adalah "Suatu keadaan individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu".[19]
Sardiman A.M. mengemukakan :
”Seseorang yang belajar tanpa adanya motivasi maka tujuan yang ingin dicapai kemungkinan besar tidak akan memperoleh hasil yang baik. Motivasi dan belajar adalah dua hal yang erat kaitannya, adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang akan menentukan prestasi belajar yang baik".[20]

Dalam proses belajar mengajar motivasi sangat penting, karena itu sangat diharapkan kepada para guru agar selalu berusaha untuk dapat membangkitkan motivasi siswa-siswanya. Dengan adanya motivasi yang kuat maka usaha belajar akan berhasil.
Bila ditinjau dari segi belajar, motivasi dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu:
1)     Motivasi intrinsik
Sardiman mengemukakan bahwa: "Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif dan fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dari dalam sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang senang membaca, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibaca".[21]
Dari kutipan di atas jelas bahwa motivasi adalah salah satu faktor pendorong yang datang dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi belajarnya.
2)     Motivasi ekstrinsik
Sardiman A.M mengatakan "Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif karena adanya perangsang yang kuat. Sebagai contoh seseorang yang belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan untk mendapatkan nilai yang baik sehingga akan mendapatkan pujian dari teman".[22]
Oleh karena itu motivasi merupakan suatu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, karena adanya dorongan baik dari dalam maupun dari luar. Tanpa ada motivasi semangat
2.     Faktor Ekstern
Faktor ekstern ialah "Faktor yang datang dari luar diri anak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya".[23]
a.      Keluarga
Ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, meskipun pada akhirnya seluruh anggota keluarga ikut berintegrasi dengan anak.
Nasir Budiman menyebutkan:
"Di lingkungan rumah tangga anak adalah anggota yang sangat sugestibel, pengaruh orang tua sangat dominan pada dirinya, terutama pengaruh pada pihak ibunya. Pengaruh tingkah laku ibu sangat dirasakan oleh anak karena sejak kelahiran sampai ia berpisah dari kedua orang tuanya. Faktor ibu selalu mempengaruhi kepadanya".[24]

Pengaruh keluarga terhadap anak sudah ada sejak anak berada dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu mempunyai peranan utama dalam kehidupan anak. Hal ini sama dengan pendapat A. Muri Yusuf yang mengatakan bahwa :
"Sejak ibu mengandung telah terjadi hubungan dengan anaknya, proses pertumbuhan anak dalam kandungan sejak dini telah ditentukan bagaimana pelayanan ibunya, setelah anak lahir ke dunia maka yang utama dan pertama ia mengasuh, menyusukan, mengganti pakaian dan melindungi anak dari penyakit. Keterlibatan ibu yang sangat banyak pada anak sejak permulaan kehidupan anak menyebabkan ibu sering dikatakan sebagai pendidik utama dan pertama".[25]

Di samping itu setiap anak dalam keluarga yang harmonis sangat membutuhkan perhatian dari orang tuanya yakni pemenuhan dalam kebutuhan hidup.
Mustafa Fahmi mengemukakan :
"Manusia adalah makhluk yang mempunyai beberapa kebutuhan hidup, yaitu:
1.     Kebutuhan jasmani: seperti makan, minum dan sebagainya
2.     Kebutuhan rohani sebagai kebutuhan jiwa yang dimiliki oleh manusia, seperti kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan pengenalan, kebutuhan akan kekeluargaan kebutuhan akan tanggung jawab dan kebutuhan akan kependidikan".[26]

Menurut Ki Hajar Dewantara :
"Suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya melakukan pendidikan individu maupun sosial. Keluarga merupakan pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh. Peranan orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, pengajar dan sebagai pemberi contoh".[27]

Suatu keluarga juga dapat memberikan suasana atau kondisi tertentu bagi keberhasilan anaknya, yaitu keutuhan keluarga, yang dimaksud keutuhan di sini adalah adanya ayah dan ibu serta interaksi yang wajar. Apabila tidak ada keharmonisan dalam keluarga maka akan memberi pengaruh yang kurang baik bagi anak-anaknya.

b.     Sekolah
Lingkungan sekolah merupakan pusat pendidikan yang kedua bagi anak untuk berlangsungnya pendidikan secara formal yang merupakan kelanjutan dari lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah yang baik akan mendorong anak belajar dengan baik, sedangkan lingkungan sekolah yang tidak baik dapat menyebabkan anak kurang gairah dalam belajar.
Adapun prestasi belajar yang diperoleh dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan akan mempengaruhi proses belajar di antaranya yaitu :
1)     Kompetensi profesional guru
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru tidak hanya dituntut mempunyai sejumlah pengetahuan yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Tetapi juga sangat dituntut untuk dapat mendesain program dan keterampilan mengkomunikasikan program tersebut merupakan modal dasar dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar, kedua macam modal dasar itu akan tercakup dalam sepuluh kompetensi profesional guru, yaitu :
-        Menguasai bahan bidang studi
-        Mengelola program belajar mengajar
-        Mengelola kelas
-        Menggunakan media dan sumber balajar
-        Menguasai landasan pendidikan
-        Mengelola interaksi belajar mengajar
-        Menilai prestasi anak didik untuk kepentingan pengajaran
-        Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan penyuluhan
-        Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
-        Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guru untuk kepentingan pengajaran[28]

2)     Kurikulum sekolah
Setiap kegiatan membutuhkan perencanaan karena tanpa perencanaan yang baik dan sistematis akan menyebabkan suatu kegiatan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat menimbulkan gejala-gejala lain yang saling bertentangan dan tidak pada tempatnya. Salah satu kegiatan yang memerlukan perencanaan adalah kegiatan belajar mengajar yang dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Perencanaan dalam kegiatan belajar mengajar adalah sering disebut kurikulum. Kurikulum adalah pedoman dasar bagi pengajar (pendidik) untuk mengajar. Menurut S. Nasution: "Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk kelancaran proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab suatu badan sekolah atau instansi pendidikan beserta staf pengajarannya".[29]

3)     Disiplin sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh semua anggota seperti siswa, guru dan karyawan lainnya, untuk menanamkan disiplin yang baik di sekolah maka setiap guru dan karyawan harus mampu menegakkan disiplin bagi dirinya sendiri, karena guru merupakan contoh teladan bagi siswa-siswanya. Begitu juga dalam menyajikan materi pelajaran yang diajarkannya, sehingga siswa tidak bosan.
Kedisiplinan sekolah tidak hanya menyebabkan para siswa akan rajib belajar di lingkungan sekolah saja, namun juga akan berpengaruh terhadap kedisiplinan siswa sewaktu belajar di luar sekolah dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.
Demikian pula sebaliknya, kedisiplinan siswa belajar di rumah akan terbiasa pula untuk berdisiplin dalam melakukan kegiatan belajar di lingkungan sekolah. Winarno Surachmad mengatakan bahwa "Kehidupan di sekolah merupakan jembatan antara kehidupan masyarakat dan juga merupakan perwujudan, karena itu tujuan pendidikan keluarga harus sejalan dengan tujuan hidup yang diinginkan lingkungan keluarga".[30]

c.      Masyarakat
Adapun faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang sangat berpengaruh terhadap potensi belajar siswa adalah faktor masyarakat-masyarakat dalam pengertian luas adalah lingkungan di luar sekolah dan keluarga.
Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari lingkungan, ia harus berhubungan dengan masyarakat.
Agar siswa mendapat pengaru positif dalam masyarakat terhadap prestasi belajarnya maka ia perlu melibatkan diri dalam organisasi masyarakat, baik dalam pengajian ayaupun pengurus-pengurus mesjid maupuyn organisasi-organisasi lainnya yang dapat membawa ke arah perbaikan, karena kegiatan seperti itu baik untuk perkembangan kepribadiannya.
Jadi perubahan dalam masyarakat selalu menyangkut usaha pendidikan karena disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah, keluarga atau masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Jika ketiga lingkungan tersebut siswa mendapatkan pendidikan dengan baik maka ia akan mengalami perubahan yang baik pula.
Dengan demikian fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan yang sangat tergantung pada masyarakat beserta sumber belajar yang ada di dalamnya. Adanya kerja sama yang baik maka pendidikan anak akan berjalan positif dan dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.

C.    Strategi Peningkatan Prestasi Belajar Siswa
Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat secara efektif  dan efesien berdasarkan pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah guru harus menguasai teknik-teknik penyajian.
”Strategi mengajar adalah cara atau teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan mengajar kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut diserap dan dapat dipahami dengan baik oleh siswa sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap guru dalam proses belajar akan menggunakan strategi tertentu dalam menyajikan bahan pelajaran kepada anak didiknya, sehingga pencapaian tujuan sebagaimana diharapkan akan terealisasi dengan sempurna. Oleh karena itu setiap guru harus menggunakan strategi yang sesuai dengan bahan yang akan diajarkan”.[31]

Setiap strategi mempunyai sifat atau ciri tertentu baik segi kelemahannya atau kebaikannya. Pemakaian strategi pembelajaran dalam suatu pelajaran tertentu perlu dipertimbangkan beberapa kompenen yang terikat dalam proses belajar mengajar. Pemakaian strategi yang tepat akan meningkatkan prestasi belajar siswa, sedangkan penggunaan strategi yang tidak tepat akan merupakan hambatan yang paling besar dalam proses belajar mengajar.
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam strategi yang tepat digunakan antara lain sebagai berikut :
1.     Ceramah
Ceramah adalah "Suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya".[32] Guru yang berbicara, mengartikan dan menjelaskan pokok-pokok pelajaran yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam kata lain strategi ini siswa mendengarkan serta percaya kepada apa yang disampaikan oleh guru menurut kemampuannya.
Untuk mencapai hasil yang baik dalam strategi ini, guru harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a)     Merumuskan tujuan dan bahan pelajaran.
b)     Menyelidiki apakah strategi ini cocok digunakan.
c)     Menyarankan perhatian siswa pada masalah yang diceramahkan.
d)     Mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan telah tercapai
Ciri-ciri yang menonjol dalam penggunaan strategi ini adalah peran guru tampak sangat dominan sedangkan siswa mendengarkan dengan teliti dan mencatat isi ceramah yang disampaikan guru di depan kelas. Dengan strategi ini guru dapat menguasai kelas, tidak banyak memakan tenaga dan biaya, serta bahannya pun dapat disampaikan sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat. Untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam, ceramah tepat untuk dilaksanakan misalnya dalam memberikan pengertian tentang tauhid atau keimanan, karena tauhid atau keimanan ini tidak dapat diperagakan atau sukar didiskusikan.

2.     Tanya Jawab
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, strategi tanya jawab juga dapat diterapkan, misalnya pokok bahasan mengenai keimanan, akhlak dan lainnya. Tanya jawab ialah dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan berfikir di antara siswa-siswa.[33] Dalam melaksanakan strategi tanya jawab, pertanyaan dapat diajukan oleh guru atau siswa dan demikian pula jawabannya dapat diberikan oleh guru atau siswa pula. Dengan kata lain guru bertanya dan siswa menjawab, siswa bertanya guru menjawab atau siswa yang satu bertanya dan siswa yang lain memberikan jawaban.
Strategi ini merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penggunaan strategi ceramah. Ini disebabkan guru dapat memperoleh gambaran sejauhmana siswa dapat mengerti dan mengungkapkan apa yang telah diceramahkan. Siswa yang biasanya kurang mencurahkan perhatiannya terhadap pelajaran yang diajarkan melalui tanya jawab. Sebab sewaktu-waktu anak didik tersebut akan mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang akan diajukan kepadanya.
Untuk menghindari sesuatu yang dapat terjadi dalam strategi tanya jawab maka seorang guru hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.      Pertanyaan harus singkat, jelas dan merangsang berfikir.
b.     Sesuai dengan kecerdasan dan kemampuan anak didik yang menerima pertanyaan.
c.      Memerlukan jawaban dalam bentuk kalimat atau uraian kecuali yang bersifat objektif test dapat menggunakan ya atau tidak.
d.     Usahakan pertanyaan pasti bukan pertanyaan yang mempunyai beberapa alternatif.[34]

3.     Diskusi
Selain ceramah, dan tanya jawab, strategi diskusi pun juga dapat diterapkan dalam mengajarkan pelajaran pendidikan agama Islam. Strategi diskusi adalah cara penyampaian pelajaran dimana para siswa dihadapkan pada masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang problematis untuk dipecahkan bersama.[35] Dalam strategi diskusi ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa atau kelompok siswa untuk saling tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, membuat kesimpulan dan pemecahan masalah. Yang perlu mendapat perhatian ialah hendaknya para siswa berpartisipasi secara aktif  di dalam forum diskusi, semakin banyak siswa yang terlibat dalam mengembangkan fikiran semakin banyak pula yang dapat mereka pelajari.
Bagi siswa yang tidak berani, dapat mendengarkan pendapat yang didiskusikan, dalam hal ini guru harus tegas agar berjalan lancar, strategi ini merupakan lapangan yang tersedia untuk mendidik anak berfikir, dan strategi ini juga mempunyai tujuan antara lain :
a.      Menanamkan dan menggambarkan keberanian untuk mengembangkan pendapat sendiri.
b.     Mencari kebenaran secara jujur melalui pertimbangan-pertimbangan pendapat yang mungkin saja berbeda antara satu dengan yang lainnya.
c.      Belajar menemukan kesempatan pendapat melalui musyawarah.
d.     Membiasakan anak didik bersifat toleran.
Strategi ini pada umumnya akan membuat suasana kelas lebih hidup, karena siswa lebih aktif dan bersemangat dimana setiap siswa mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat masing-masing. Jadi, strategi diskusi ini merupakan salah satu proses pembelajaran yang menyebabkan terjadinya interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
4.     Sosiodrama
Sosiodrama adalah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dan hubungan sosio. Yang kemudian diminta beberapa orang murid untuk memerankannya.[36] Dengan menggunakan strategi sosiodrama dalam proses belajar mengajar untuk :


a.      Supaya anak didik mendapatkan keterampilan sosial.
b.     Menghilangkan perasaan rendah diri pada sianak didik
c.      Mendidik dan mengembangkan kemampuan untuk mengemukakan pendapat.
d.     Membiasakan diri untuk sanggup menerima dan menghargai pendapat orang lain.[37]
Strategi semacam ini dapat digunakan sangat tepat dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam, karena dengan strategi ini siswa akan lebih menghayati tentang pelajarannya yang diberikan, misalnya dalam menerangkan bagaimana sikap seorang muslim terhadap muslim lainnya.

5.     Pemecahan Masalah (problem solving)
Problem solving adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan dimana siswa dihadapkan dengan kondisi masalah dari masalah yang sederhana menuju ke masalah yang sulit.[38] Dimaksudkan untuk melatih keberanian anak dan rasa tanggung jawab dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan kelak dalam masyarakat. Strategi ini berdekatan dengan strategi diskusi, dimana siswa dan guru bersama-sama memikirkan dan mengeluarkan pendapat serta memperdebatkan untuk memperoleh kesimpulan. Materi Pendidikan Agama Islam yang sesuai dipergunakan untuk strategi ini adalah materi yang bersifat problem, contohnya mengapa manusia harus mengabdi kepada Tuhan dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi segala larangannya.

6.     Demonstrasi
Strategi demonstrasi yaitu cara mengajar yang mempergunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik. Strategi ini mempeunyai tujuan antara lain :
a)        Dapat membuat pengajaran lebih jelas dan konkret, sehingga menghindari pemahaman secara kata-kata atau kalimat.
b)        Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari
c)        Proses pengajaran lebih menarik
d)        Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.[39]
Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, demonstratsi ini dipergunakan untuk mendemonstrasikan atau mempraktekkan bagaimana cara menghormati orang tua, dalam melakukan ibadah shalat.

7.     Karya Wisata
Karya wisata merupakan strategi pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan mengajak siswa keluar kelas untuk memperlihatkan hal-hal atau persitiwa yang ada hubungannya dengan bahan pelajaran.[40] Dalam perjalanan karya wisata ada hal-hal tertentu yang telah direncanakan oleh guru untuk ditunjukkan kepada siswa, di samping ada hal-hal yang secara kebetulan ditemukan dalam perjalanan tamasya tersebut, misalnya pengenalan terhadap kekuasaan Tuhan dalam menciptakan alam semesta.

8.     Resitasi
Resitasi (penugasan) adalah penyajian bahan yang mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Strategi ini merangsang siswa untuk selalu aktif belajar, baik secara individual, maupun secara kelompok. Dalam pembelajaran strategi ini merupakan salah satu strategi yang dirasakan sangat bermanfaat karena pemberian tugas kepada siswa akan menguatkan apa-apa yang telah dipelajarinya, dan siswa juga berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian untuk dapat mengambil inisiatif dan bertanggung jawab serta berdiri sendiri. Dalam pemberian tugas dapat membangkitkan semangat kepada siswa untuk mengulang kembali pelajaran dan mempelajarinya dan rasa tanggung jawab, dan strategi ini bertujuan untuk mendidik siswa untuk bertanggung jawab atas segala tugasnya.

9.     Driil (latihan siap)
Strategi latihan siap yaitu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan melatih atau membiasakan siswa agar menguasai pelajaran dan terampil dalam melaksanakan tugas latihan yang diberikan.[41] Dalam pelajaran pendidikan agama islam siswa dilatih supaya memiliki budi pekerti yang baik, selalu berbuat baik terhadap manusia.
D.    Kedudukan Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pendidik dan pengajar yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tetapi juga dituntut mampu memberi contoh teladan yang baik dalam segala segi kehidupan sebagai upaya dalam menanamkan sikap, nilai dan minat belajar kepada para siswa, guru pula harus dapat mengatur suasana belajar dengan harapan adanya peningkatan prestasi belajar bagi anak didiknya.
Posisi guru ini menghendaki guru memilih kesanggupan mengolah kelas, melakukan hubungan sosial dengan siswa, memahami individu-individu siswa dan memberikan bimbingan belajar.[42]
Sebagai seorang guru hendaknya mampu memimpin kegiatan belajar yang efektof dan efesien sebagai hasil yang optimal, guna memudahkan pencapaian tujuan pengajaran. Dengan demikian jelas bahwa, fungsi guru sebagai pengelola kelas mempunyai tanggung jawab penuh terhadap kelancaran proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang berlaku, guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang, guru harus mampu berperan ganda sebagai pembimbing, demonstrator, mediator, fasilitator, motivator dan sebagai evaluator.


a.     Guru sebagai Pembimbing
Seorang guru yang menjadi pengajar dan pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing karena dalam proses kegiatan mengajar, mendidik dan membimbing merupakan serangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Dalam proses belajar mengajar kegiatan di atas harus dilakukan secara terpadu dan integral, "Bimbingan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan, agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri dengan penuh kesadaran".[43]
Berdasarkan kutipan di atas, bimbingan dapat diartikan sebagai kegiatan menuntun siswa dalam perkembangannya dengan jalan memberikan dukungan dan arahan yang sesuai dengan pendidikan.
Guru harus membimbing dan menuntun siswa dengan kaidah-kaidah yang baik serta mengarahkan perkembangannya sesuai dengan yang di cita-citakan. Guru ikut memecahkan kesulitan-kesulitan/problem yang dihadapi oleh siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi yang lebih baik bagi siswa.

b.     Guru sebagai Demonstrator
Guru harus mempunyai kemampuan untuk menjelaskan dan menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada para siswa, agar materi pelajaran yang akan disampaikan itu dapat mudah diterima oleh anak didik. Amien Fenbau menjelaskan sebagai berikut :
"Guru dituntut mampu menguasai semua bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan kepada anak didik (siswa) serta harus mampu menggunakan lingkungan alam dan masyarakat sebagai sumber pendidikan. Karenanya guru sangat dituntut mempelajari/mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga mampu menyesuaikan dengan kegiatan pelajaran yang dipimpinnya".[44]

Dalam kaitan ini Sardiman A.M., juga mengemukakan :
"Guru sebagai lembaga profesional, di samping memakai hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, harus juga mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Terutama kegiatan mengelola interaksi lima modal dasar, yaitu kemampuan mendesaign program keterampilan, mengkomunikasikan program  itu kepada anak didik".[45]

Oleh karena itu, guru harus mampu menguasai segala yang telah direncanakan dengan cara yang baik, agar siswa dapat menerima materi pelajaran semaksimal mungkin sehingga hasil belajarnya semakin tinggi.

c.      Guru sebagai Mediator
Untuk mencapai efektifitas pengajaran, maka setiap kegiatan belajar guru harus menggunakan peralatan (media) secara maksimal. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi yang mengefektifitaskan proses belajar mengajar.
Dalam hal ini M. Uzer Usman mengmukakan :
”Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang pendidikan, tetapi juga memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik, sesuai dengan metode, materi dan kemampuan siswa. Guru harus mampu berhadapan dengan siswa dengan cara yang baik, sehingga disenangi oleh siswa dan benar-benar menjadi contoh yang baik bagi anak didik.[46]

Dengan demikian, guru harus mampu memperlihatkan sikap, kepribadian termasuk juga sikap berpakaian sebagai contoh yang baik. Dalam hal ini al-Ghazali yang dikutip M. Arifin:
"Para guru harus memiliki adab yang baik agar menjadi teladan bagi anak didik untuk mengikutinya, karena perhatian murid selalu tertuju kepada guru dan telinga mereka selalu mendengarnya, maka bila dianggap baik berarti baik pula di sisi mereka, dan apa yang dianggap jelek, berarti jelek pula pada mereka".[47]

Informasi yang diberikan melalui pengajaran yang dipadu dengan keadaan yang ada pada diri guru (kepribadian guru) akan menjadi pedoman yang sangat berharga bagi siswa dalam upaya mencapai keberhasilan dalam kemajuan pendidikan.

d.     Guru sebagai Fasilitator
Sebagai seorang fasilitator, seorang guru harus mampu menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan anak didik, agar materi pelajaran yang disampaikan dan memadukannya antara teori dan praktek diharapkan anak didik dapat dengan cepat memahaminya.

Menurut M. Arifin, "Guru sebagai fasilitator belajar, artinya dapat memberikan kemudahan bagi siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Kemudahan tersebut dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, antara lain menyediakan sumber dan alat-alat belajar seperti buku paket yang diperlukan, alat peraga dan belajar lainnya".[48]
Selain itu dapat juga dengan mengusahakan waktu belajar yang efektif memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Guru merupakan tempat yang paling ideal bagi siswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang jelas dan mendasar melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar guru tersebut menyediakan berbagai fasilitator seperti: media, alat peraga termasuk menunjuk dan menentukan berbagai jalan untuk mendapatkan fasilitas tertentu dalam menunjang program belajar siswa. Guru sebagai fasilitator turut mempengaruhi tingkat prestasi yang dicapai siswa.[49]

e.      Guru sebagai Fasilitator
Guru hendaknya dapat memberikan dorongan kepada siswa agar bergairah/bersemangat dan aktif dalam proses belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi siswa yang kurang untuk belajar. Kedudukan guru sebagai motivator adalah melaksanakan pengajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat dicapai.[50]
Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan siswa, juga memberikan semangat kepada para siswa untuk lebih aktif dalam belajar. Guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, dan menyangkut profesionalismenya dalam personalisasi dan sosialisasi diri.

f.      Guru sebagai Evaluator
Kedudukan guru sebagai evaluator, yaitu mengadakan penelitian terhadap kegiatan belajar yang dilaksanakan. Guru mengetahui hasil dari kegiatan mengajar tersebut, sekaligus dapat mengadakan usaha perbaikan seperlunya.
Menurut M. Uzer Usman menjelaskan hal ini sebagai berikut :
"Penilaian perlu dilakukan, karena guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, kepuasan siswa terhadap pelajaran serta ketetapan atau keaktifan metode pengajaran. Tujuan lain adalah untuk mengetahui kedudukan siswa dalam kelas atau kelompok. Dengan penilaian guru dapat menetapkan apakah siswa itu termasuk ke dalam kelompok pandai, sedang, kurang atau cukup baik di kelasnya".[51]

Berdasarkan hal tersebut di atas, akan mempermudah perhatian guru untuk melakukan evaluasi yang baik terhadap prestasi belajar siswa. Setelah proses belajar dan mengajar itu berlangsung maka guru akan melaksanakan tugas yang terakhir, yaitu evaluasi terhadap hahsil dari proses belajar mengajar yang telah dilakukan, baik oleh guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai anak didik.



[1]Dimyanti dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 297.

[2]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 86.
               [3]Kurikulum 2004 SMP, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Direktorat Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003, hal. 2-5.

[4]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 6.
[5]Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang 20/2003, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004),hal. 16.

[6]Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang ..., hal. 15.

[7]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan …, hal. 101.
               [8]Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1973), hal. 42.

               [9]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 128.
[10]Saiful Bahri, Perbandingan Prestasi Belajar Siswa yang Berasal dari SMP dan MTsN dalam Bidang Studi Matematika pada MAN Idi Rayeuk Aceh Timur, (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 2003), hal. 20.

[11]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1972), hal. 252.
[12]Saiful Bahri, Perbandingan …, hal. 22.

[13]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1987), hal. 547.
[14]W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1986), hal. 30.

[15]The Liang Gie, Cara Belajar yang Efesien, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983), hal. 13.
[16]Kostro Partowirastro, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, Jil. 2, (Jakarta: Erlangga, 1984), hal. 34.

[17]M. Ngalim Poerwanto, Psikologi…, hal. 547.
[18]Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Keaktifan Anak, (Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 54.

[19]Sumadi Suryabrata, Pendidikan…, hal. 66.

[20]Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru, (Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 85
[21]Ibid., hal. 73.

[22]Ibid.,hal. 71.
[23]Rosyitah N.K, dan Farida Poernomo, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Naslo, 1978), hal. 8.

[24]M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif Islam Al-Qur'an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 58.

[25]A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Choli Indonesia, 1982), hal. 26-27.
[26]Mustafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga dan Masyarakat, Jil. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 74.

[27]Umar Tirta Raharja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.
[28]Sardiman A.M, Interaksi…, (Jakarta: Rajawali, 1992), hal. 162.
[29]S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Bandung: Bumi Aksara, 1989), hal. 5.
[30]Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1978), hal. 18.
               [31]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi…, hal. 91.
[32]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), hal. 129
[33]Ramayulis, Metodologi…, hal. 135.
[34]Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 76.

[35]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi ..., hal. 99.
[36]Ramayulis, Metodologi…, hal. 72
[37]Zakiah Daradjat, Metodeik Khusus…, hal. 301.

[38]Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, 1980/1981), hal. 237-238.
[39]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi..., hal. 102-103.

[40]Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal. 104.
[41]Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain, Strategi…, hal. 108.
[42]Amien Fenbau, Supervisi dan Perbaikan Pengajaran di Sekolah, (Bandung: IKIP, 1981), hal. 34.
[43]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 109.
[44]Amien Fenbau, Supervisi…, hal. 16.

[45]Sardiman A.M, Interaksi…, hal. 161.
[46]Mohd. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), hal. 27.

[47]Ibid., hal. 110.
[48]Ibid., hal. 33.

[49]Soetjipto dan Raflis Kokasih, Profesi…, hal. 109.

[50]M. Arifin, Hubungan…, hal. 101.
[51]Mohd. Uzer Usman, Menjadi…, hal. 34.