Hakikat Strategi Active learning
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Hakikat Strategi Active
learning
Dalam dunia
pendidikan pembelajaran aktif bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam teori
pengajaran belajar aktif merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang
seharusnya. Artinya belajar aktif merupakan tuntutan logis dari
hakikat belajar dan hakikat mengajar.[1]
Proses belajar tidak akan terjadi tanpa adanya keaktifan siswa.
Sebagai konsep, belajar aktif adalah suatu proses kegiatan belajar
mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional
sehingga ia benar-benar berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan
kegiatan belajar.[2]
Pembelajaran aktif yang berpusat pada peserta didik adalah kegiatan
pembelajaran yang memberikan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat
dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Konsep belajar ini
menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan
kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk memfasilitasi peserta
didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Active learning yang berpusat pada peserta didik
memiliki beberapa ciri. Ciri-ciri tersebut adalah: Pembelajaran menitikberatkan
pada keaktifan peserta didik, kegiatan belajar dilakukan secara kritis dan
analitik, motivasi belajar relatif tinggi, pendidik hanya berperan sebagai
pembantu (fasilitator) peserta didik dalam kegiatan belajar, memerlukan waktu
yang memadai, memerlukan dukungan sarana belajar yang lengkap, dan cocok untuk
pembelajaran lanjutan tentang konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.[3]
Belajar aktif (active learning) memiliki keunggulan dan kelemahan
tersediri. Keunggulan belajar aktif adalah: peserta didik akan dapat merasakan
bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberikan
kesempatan yang luas untuk berpartisipasi, peserta didik memiliki motivasi yang
tinggi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, tumbuhnya suasana demokratis
dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling
belajar dan membelajarkan antara sesama peserta didik, dan dapat menambah
wawasan pikiran dan pengetahuan bagi pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan peserta didik mungkin belum
diketahui sebelumnya oleh pendidik.[4]
Kelemahan dari belajar aktif ini adalah: membutuhkan waktu yang relatif
lebih lama dari pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, aktifitas dan
pembicaraan dalam pembelajaran cenderung akan didominasi oleh peserta didik
yang biasa atau senang berbicara sehingga peserta didik lainnya lebih banyak
mengikuti jalan pikiran peserta didik yang senang berbicara, dan pembicaraan dapat
menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya jika hanya
dituntut murid yang aktif.[5]
Proses belajar mengajar menempuh dua tahapan. Tahapan pertama adalah
perencanaan dan tahapan kedua adalah pelaksanaan termasuk penilaian.
Perencanaan proses belajar mengajar berwujud dalam bentuk silabus yang
berisi tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kegiatan belajar, metode dan alat
bantu dan penilaian. Sedangkan tahap pelaksanaan proses belajar mengajar adalah
pelaksanaan silabus pada saat praktek pengajaran, yakni interaksi guru dengan
siswa pada saat pengajaran itu berlangsung.
Belajar aktif harus tercermin dalam kedua hal diatas, yaitu dalam
silabus dan dan dalam praktek pengajaran. Dalam silabus, pemikiran belajar
aktif tercermin dalam rumusan isi silabus sebab silabus pada hakikatnya adalah
rencana atau tindakan yang akan dilaksanakan oleh guru pada waktu mengajar.
Dengan demikian, guru yang akan mengajar dengan penekanan siswa belajar aktif
harus memikirkan hal-hal apa yang akan dilakukan serta menuangkannya secara
tertulis dalam silabus. Guru harus memberikan peluang bahwa pencapaian tujuan
tersebut menuntut kegiatan belajar siswa yang optimal. Merumuskan bahan
pelajaran harus diatur agar menantang siswa aktif mempelajarinya. Kegiatan
belajar siswa diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya
kegiatan belajar bersama, kegiatan belajar kelompok dan kegiatan belajar
mandiri atau perorangan.
Pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan ke dalam silabus harus secara
konsekuen dipraktekkan pada saat guru mengajar, bukan sekedar diatas kertas.
Praktek pengajaran tersebut atau pelaksanaan silabus yang telah dibuat wujudnya
tidak lain adalah tindakan guru mengajar siswa, yaitu adanya interaksi antara
guru dengan siswa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dengan berpedoman
pada silabus yang telah dibuat guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar
yang mendorong semua siswa aktif melakukan kegiatan belajar secara nyata.
Untuk tindak lanjutnya guru harus mampu merangsang situasi kelas
sehingga siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tetapi terkendali. Guru
tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan
berpikir kepada siswa untuk memecahkan masalah (belajar). Dan sebagai upaya
tambahan yang dapat dilakukan oleh guru adalah menyediakan dan mengusahakan
sumber belajar bagi siswa, sumber bisa dalam bentuk tertulis, manusia, misalnya
siswa itu sendiri menjelaskan permasalahan kepada siswa lainnya, berbagai media
yang diperlukan, alat bantu pengajaran dan termasuk guru itu sendiri sebagai
sumber belajar.
Siswa masih tergolong manusia yang mementingkan kehidupan yang penuh
dengan kesenangan dan kenikmatan. Oleh karena itu setiap menghadapi kesulitan ataupun
persoalan yang perlu pemecahan, siswa cenderung memilih alternatif pemecahan
yang dapat mendatangkan kesenangan daripada mengkibatkan kesukaran, kesulitan,
penderitaan dan sebagainya. Implikasi permasalahan tersebut akan membuat siswa
cenderung menghindari hal-hal sulit dan mengandung resiko berat, dan lebih suka
melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya.
Hal ini membuat strategi belajar aktif harus dilakukan oleh siswa dengan
penuh rasa senang tanpa merasa terpaksa untuk melakukannya. Jika belajar aktif
telah mampu dilakukan oleh siswa dengan rasa senang, maka pemcapaian hasil yang
ingin diperoleh dari strategi belajar aktif akan berhasil dan dapat memberi
kesenangan dan kenikmatan bagi siswa untuk melakukannya.
Adanya kegiatan belajar aktif akan mendorong kegiatan belajar yang
bervariasi bagi siswa. Variasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
yang sifatnya bersama-sama dilakukan oleh semua siswa, ada kegiatan belajar
yang dilakukan secara kelompok dalam bentuk diskusi, dan ada pula kegiatan
belajar yang harus dilakukan oleh setiap siswa secara mandiri.
Abraham Maslow menyebutkan bahwa dalam pembelajaran seorang siswa harus
mampu untuk “aktualisasi diri”, istilah yang kini umum sering dikecam dan
disalahpahami sebagai penyubur sikap mementingkan diri sendiri, gaya hidup yang
tidak memperdulikan orang lain. Namun Maslow dalam pendapatnya tersebut
menunjukkan bahwa aktualiasasi diri yang terfokus dalam diri itu tidak berarti
bahwa mereka hanya memperdulikan kepentingan egoistik mereka sendiri, tetapi
siswa yang belajar aktif itu ialah orang-orang yang melampaui dirinya sendiri.
Jadi orang yang mampu mengaktualisasi diri tersebut akan mampu membangkitkan
dirinya untuk mempelajari sesuatu secara serius dan tidak menunggu adanya perintah
dari luar dirinya.[6]
Walaupun dalam belajar aktif kegiatan siswa lebih ditonjolkan, interaksi
guru dengan siswa harus mencerminkan hubungan yang manusiawi bagaikan hubungan
bapak-anak, bukan hubungan pimpinan dan bawahan. Guru harus mampu menempatkan diri
sebagai pembimbing bagi semua siswa yang memerlukan bantuan manakala mereka
menghadapi persoalan belajar.
B.
Hakikat
Minat Belajar
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.[7]
Minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai
dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya
sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan
senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ
diperoleh kepuasan.[8]
Hal ini sesuai dengan teori hedonisme
yang memandang tujuan hidup yang utama pada manusia adaah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Seorang
siswa akan memperoleh kepuasan jika mampu belajar sesuai dengan keinginannya.[9]
Sementara pendapat lainnya mengatakan bahwa minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh.[10]
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin
besar minat.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya. Dapat
pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktifitas. Siswa yang
memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian
yang lebih besar terhadap subjek tertentu.
Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat
terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta
mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan
hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya. Walaupun minat terhadap
sesuatu hal tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat mempelajari hal
tersebut.
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran
yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar
dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia segan-segan
untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran
yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat
menambah kegiatan belajar.
Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, dapat
diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan
hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan
cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajari itu.
Mengembangkan
minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana
hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya
sendiri sebagai individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana
pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani
tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa
belajar merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan yang dianggapnya penting dan
bila siswa melihat bahwa hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan
pada dirinya, kemungkinan besar ia akan berminat untuk mempelajarinya.
Disamping
memanfaatkan minat yang sudah ada pada diri siswa, guru juga dapat berusaha
untuk membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Ini dapat
dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara
suatu bahan pelajaran yang akan dengan diberikan dengan bahan pelajaran yang
lalu. Menguraikan kegunaannya bagi siswa
pada masa yang akan datang. Hal lain dapat juga dilakukan dengan cara
mengaitkan bahan pengajaran dengan suatu kejadian yang sensasional atau luar
biasa yang sudah diketahui oleh siswa. Misalnya akan mengajarkan tentang
perseteruan Nabi dengan orang kafir Quraisy, dapat dikaitkan dengan keadaan
semasa konflik diaceh.
Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok yang dalam hal
ini disebut juga naluri, yaitu:
1.
Naluri
mempertahankan diri
2.
Naluri
mengembangkan diri
3.
Naluri
mengembangkan atau mempertahankan jenis.
Kebiasaan-kebiasaan atau tindakan-tindakan siswa yang diperbuatnya
sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Oleh
karena itu, menurut teori ini untuk motivasi siswa harus berdasarkan naluri
mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
Bagi seorang guru, untuk mengembangkan minat siswa harus
mempertimbangkan naluri yang dimiliki oleh siswa tersebut. Seorang siswa
terdorong untuk berkelahi karena sering merasa dihina dan diejek oleh
teman-temannya karena dianggap bodoh dikelasnya (naluri mempertahankan diri).
Agar siswa tersebut tidak berkembang menjadi anak nakal yang suka berkelahi
perlu diberi motivasi, misalnya dengan menyediakan situasi yang dapat mendorong
siswa tersebut menjadi rajin belajar sehingga dapat menyamai teman-teman sekelasnya
(naluri mengembangkan diri). Dan hal apakah yang menyebabkan siswa tersebut
tekun dan rajin belajar? Mungkin karena ia benar-benar ingin pandai dan mungkin
juga ingin ingin menunjukkan bahwa dirinya juga mampu mencapai hal seperti yang
diperoleh oleh teman-temannya yang dulu selalu menganggapnya bodoh.
Kebanyakan siswa tidak berminat untuk belajar terutama pada mata
pelajaran dan guru yang menurut mereka sulit atau menyulitkan. Untuk kepentingan
tersebut, guru dituntut untuk membangkitkan minat belajar siswa.
Minat
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran,
karena siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki minat yang
tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus
mampu membangkitkan minat belajar siswa sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Setiap guru sebaiknya memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan
bagaimana anak belajar dan menyesuaikan dirinya dengan kondisi-kondisi belajar
dalam lingkungannya. Hal tersebut akan menambah pemahaman dan wawasan guru
sehingga memungkinkan proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan
optimal, karena pengetahuan tentang kejiwaan anak yang berhubungan dengan
masalah pendidikan bisa dijadikan dasar dalam memberikan minat kepada siswa sehingga
mau dan mampu belajar dengan sebaik-baiknya.
Minat yang
besar akan membuat belajar untuk melampaui diri sendiri akan semakin berhasil.
Karena minat yang besar ini akan membuat siswa akan termotivasi untuk memenuhi
segala kebutuhan yang dibutuhkannya. Terutama adalah kebutuhan untuk
mengaktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, pengetahuan,
dan potensinya. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan gagasan,
memberi penilaian dan kritikan terhadap suatu hal dalam pembelajaran.[11]
Seperti yang
dipahami dan dipakai selama ini minat dapat mempengaruhi
kualitas pencapaian pembelajaran dan hasil belajar siswa dalam bidang-bidang
studi tertentu. Umpamanya seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap
matematika akan memusatkan perhatiannya daripada siswa lainnya. Kemudian karena
pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan
siswa tadi belajar lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
Guru dalam kaitan ini seyogyanya berusaha membangkitkan minat belajar siswa
untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya.
Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Membangkitkan
adanya suatu kebutuhan.
b)
Menghubungkan
dengan persoalan pengalaman yang lampau.
c) Memberikan
kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik.
d) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
C. Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar berasal dari dua kata yang berbeda
makna. Hasil menurut Bahasa Indonesia adalah jenjang yang diperoleh seseorang.[12]
Namun Abu Ahmadi memberikan pengertian adalah “hasil yang didapati siswa selama
belajar”.[13]
Menurut
David Kreich, dkk., mendapatkan hasil belajar dapat dilakukan melalui proses
kognisi yang kompleks dan menghasilkan sesuatu yang mungkin dicapai atau
dicita-citakan. Karena itu, hasil belajar turut berperan aktif sebagai stimulus
yang diterima pada diri orang tersebut secara
total, baik pengalaman, sikap serta motivasinya terhadap stimulus atau objek itu.”[14]
Hasil belajar ataupun prestasi
adalah suatu hasil usaha yang didapat
siswa dan siswi selama mengikuti proses pembelajaran. Prestasi dapat
ditingkatkan dengan cara memberikan motivasi kepada siswa agar mereka giat
dalam belajar, sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai dengan baik.[15]
1.
Faktor Yang
Mempengaruhi Hasil Belajar.
Dalam meningkatkan hasil belajar di sebuah lingkungan
sekolah, tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal yang berhubungan erat dengan
peningkatan prestasi antara lain adalah:
Menurut Thoha ada tiga faktor yang mempengaruhi
meningkatkan hasil belajar, yaitu:
a.
Faktor Psikologis
Hasil / Prestasi belajar seorang
siswa dalam belajar dipengaruhi oleh keadaan psikologis atau kejiwaan. Pengalaman
mental merupakan salah satu faktor bagi seorang guru adalah menilai dan
menanggapi suatu masalah. Kondisi psikologis yang sedang tenang akan
menghasilkan fikiran yang rasional, sehingga hasil belajar yang diharapkan
benar-benar tinggi. Bila kondisi siswa sedang senang ia akan berpikir yang baik
mengenai belajar di sekolah.[16]
b. Faktor
Keluarga
Keluarga
yang merupakan tempat pertama kali anak belajar segala sesuatu. Pola pikiran
orang tua secara perlahan-lahan akan ikut juga mewarnai pola pikiran anaknya.
Bila orang tua memandang segala sesuatu masalah dari sudut pandang yang positif
dan objektif, hal itu akan berpengaruh pada pola pikir anaknya dimasa
mendatang.[17]
c.
Faktor Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan
tempat anak tumbuh dan berkembang juga merupakan salah satu faktor pembentukan hasil
belajar dalam diri siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar seorang siswa sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
·
Faktor
psikologis, termasuk emosional, keluarga dan lingkungan.
·
Faktor
karakteristik guru yang pada dasarnya berbeda dan unik dari guru lain.
·
Faktor
penilaian guru itu sendiri terhadap objek yang diamati berdasarkan hasil
pendidikan, kebiasaan dan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan tempat guru
itu tumbuh dan berkembang.[18]
2.
Usaha-Usaha
Peningkatan Hasil Belajar
Meningkatkan hasil belajar siswa merupakan tugas dan tanggung jawab guru
yang mesti dilakukan jika terdapat siswa yang nakal dalam belajar.[19]
Namun dalam melakukan usaha peningkatan hasil belajar siswa, maka guru dapat
mempergunakan beberapa cara, antara lain:
a.
Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.
Banyak siswa belajar yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang
baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat
kuat untuk belajar. Namun demikian yang harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka
seperti itu belum merupakan hasil belajar yang sejati atau hasil belajar yang
bermakna.
b. Hadiah
Hadiah dapat
juga digunakan sebagai motivasi untuk memperoleh hasil belajar, tetapi tidaklah
selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu
pekerjaan tersebut.
c.
Saingan/Kompetisi
Saingan atau
kompetisi dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan hasil belajar sebagai
alat mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
d. Ego
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu cara yang cukup penting yang dapat ditempuh oleh guru untuk
mendapatkan/meningkatkan hasil belajar yang optimal.
e.
Materi Ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan.
Oleh karena itu, memberi ulangan merupakan sarana motivasi belajar tinggi,
tetapi memberikan ulangan jangan terlalu sering, karena siswa bisa bosan dan
bersifat rutinitas.
f.
Mengetahui Hasil
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong
siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar
meningkat, maka pada diri siswa akan terus tertanam sikap untuk terus belajar
dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
g. Pujian
Pujian
merupakan bentuk sikap positif sekaligus umpan balik yang baik dilakukan oleh
guru untuk meningkatkan gairah anak untuk belajar. Oleh karena
itu, supaya pujian ini merupakan sarana peningkatan hasil belajar, pemberiannya
harus tepat.
h. Hukuman
Hukuman
sebagai reinforcement yang negatif kalau diberikan secara tepat dan
bijak maka bisa berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Tetapi guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
i.
Hasrat untuk Belajar
Hasrat untuk
belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar dari
diri anak didik sendiri sehingga hasilnya akan lebih baik sehingga dengan
sendirinya siswa itu mempunyai keinginan untuk meningkatkan hasil belajarnya.
j.
Minat
Peningkatan hasil belajar sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Hasil
belajar akan muncul karena ada kebutuhan proses belajar mengajar yang berjalan
lancar kalau disertai dengan minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan
cara-cara sebagai berikut:
·
Membangkitkan adanya suatu kebutuhan.
·
Menghubungkan
dengan persoalan pengalaman yang lampau.
·
Memberikan kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik.
·
Menggunakan berbagai macam bentuk
mengajar.
k. Tujuan
yang Diakui
Rumusan tujuan
yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat komunikasi yang
sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa
sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Bermacam-macam
cara peningkatan hasil belajar itu dapat dikembangkan dan diarahkan guna untuk
dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna. Pada mulanya,
karena bentuk motivasi siswa rajin belajar, tetapi guru harus mampu mengarahkan
dari tahap rajin belajar kepada kegiatan belajar yang bermakna.
D. Pengaruh Strategi Active
learning dan Minat Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar
Mengajar
adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar. Dengan
demikian aktifitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar
sehingga siswalah yang seharusnya banyak aktif, sebab murid sebagai subjek
didik adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar.
Kenyataan
yang sering ditemui sekarang ini, banyak sekolah gurunya yang aktif sehingga
murid tidak diberi kesempatan untuk aktif. Praktek seperti ini hanya
menempatkan siswa sebagai objek didik yang diharapkan mampu berbuat seperti apa
yang dikehendaki oleh gurunya saja dan dianggap memiliki kemampuan yang sama.
Oleh karena itu guru harus pandai menyuap sekian banyak siswa pada waktu yang
sama dengan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru sendiri. Dalam
hal ini anak tinggal menelannya tanpa protes bahwa makanannya itu pahit, manis
atau basi sekalipun. Kenyataan yang terjadi ini mendorong para pemerhati dan
pelaksana pendidikan untuk mengembangkan sebuah konsep bagi siswa untuk belajar
aktif (strategi active learning).
Strategi
active learning (belajar aktif) dan minat belajar mempunyai hubungan
yang sangat erat. Untuk membangkitkan keaktifan siswa terlebih dahulu harus
dibangkitkan atau ditanamkan minat pada diri siswa untuk melaksanakan kegiatan
belajar.
Dengan
tertanamnya minat belajar pada siswa akan tumbuh keinginan yang kuat pada diri
siswa tersebut untuk belajar sendiri, sehingga dalam praktek pengajaran guru
dapat memfungsikan dirinya sebagai fasilitator atau pengarah belajar. Hal
tersebut dapat terjadi jika siswa mampu belajar sendiri sebagai pengembangan
kemampuan belajar aktifnya.
Kondisi
belajar yang aktif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat
merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar
sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan
sesuatu yang diminatinya, sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin
melakukan sesuatu.
Minat
siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa.
Mengingat pentingnya minat dalam belajar aktif, siswa dituntut untuk memiliki
kemauan dan guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat anak terhadap
belajar.
Minat
untuk belajar aktif sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau
seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat diharapkan
akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut. Sebaliknya, kalau
seseorang mempelajari sesuatu dengan minat, maka hasil yang diharapkan akan
lebih baik. Jika setiap guru (pendidik) menyadari hal ini, maka persoalan yang
timbul adalah bagaimana mengusahakan agar hal yang disajikan sebagai pengalaman
belajar itu dapat menarik minat belajar siswa, atau bagaimana caranya
menentukan agar para siswa mempelajari hal-hal yang menarik minat mereka.
Pada
prakteknya, kegiatan belajar aktif yang dilakukan oleh siswa dengan minat yang
tinggi akan membuat kegiatan belajar itu sendiri lebih hidup. Sehingga siswa
akan ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa tidak akan segan
menghidupkan suasana belajar. Dan jika tidak dilakukan kontrol oleh guru akan
membawa pengaruh belajar yang tidak sesuai lagi dengan tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
Minat
memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari
sesuatu atau mengikuti sesuatu program pendidikan. Orang yang lebih berminat
pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang berminat.
Hampir tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang yang diminati
akan memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu.
Minat
belajar akan mendorong seseorang untuk belajar. Sehingga pada umumnya hasil
belajar meningkat jika minat bertambah. Oleh karena itu meningkatkan minat
belajar aktif pada siswa memegang peranan penting untuk mencapai hasil belajar
yang optimal.
E.
Pengajuan
Hipotesis
Hipotesis
adalah pernyataan sebagai percobaan yang merupakan dugaan sementara dari suatu
masalah sebelum diadakan penelitian secara intensif. Menurut Winarno Surachmat
“Hipotesis adalah suatu kesimpulan tetapi kesimpulan itu belum final dan masih
harus dibuktikan kebenarannya atau suatu jawaban dugaan yang dianggap besar
kemungkinannya menjadi jawaban yang benar”.[20]
Bertitik tolak
dari penjelasan diatas, maka dalam pembahasan ini penulis mengajukan hipotesis:
1.
Terdapat/ada pengaruh strategi active
learning terhadap hasil belajar SKI.
2.
Tidak ada perbedaan hasil belajar
antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan yang belajar dengan strategi active
learning.
[1]Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Rineka, 2001),
hal. 2.
[3]Hartono, Pengembangan CBSA, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 14.
[6]Sumardi Suryabrata, Pengembangan Psikologi Pendidikan,
(Yogyakarta: Rajawali, 2004), hal. 101.
[7]Kosasi Jahiri,
Pengajaran Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Cakrawala, 1999), hal. 86.
[9]M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosda, 1990), hal. 74.
[11]Sumardi Suryabrata,
Pengembangan Psikologi ..., hal. 186.
[12]Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal. 654.
[14]Yahya, dkk Mendidik
Anak yang Berprestasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 1.
[15]Widayatun,
Mencari Siswa yang Berprestasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999) hal. 110-111.
[16]Thoha, Filsafat
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 55.
[19]Roestiyah N. K., Strategi
Pengajaran Ilmu Eksact, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 45.
[20]Winarno Surachmat, Dasar-Dasar Teknik Research, (Bandung: Tarsito, 1982), hal. 9.