Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Latar Belakang Keluarga Fatimah Al-Zahra


BAB III

BIOGRAFI FATIMAH


A.    Latar Belakang Internal
1.     Latar Belakang Keluarga        

Fatimah dilahirkan pada tahun ke-5 setelah Muhammad saw diutus menjadi Nabi, bertepatan dengan tiga tahun setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj beliau. Sebelumnya, Jibril telah memberi kabar gembira kepada Rasulullah akan kelahiran Fatimah. Ia lahir pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, di kota suci Makkah. Fatimah hidup dan tumbuh besar di haribaan wahyu Allah dan kenabian Muhammad SAW. Beliau dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan kalimat-kalimat kudus Allah SWT dan ayat-ayat suci Al-Qur’an.[1]
Fatimah al-zahra, bunga Quraisy yang semerbak wanginya , lahir pada jum’at 20 Jumadil Akhir, ketika Bangsa Quraisy tengah membangun ka’bah. Lima tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi.[2]
2.     Latar Belakang Pendidikan

Fatimah mendapatkan pendidikan langsung dari Rasulullah SAW disamping itu pula ia memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam pendidikan sehingga Fatimah dikenal dikalangan wanita Islam sehingga beliau menjadi panutan bagi wanita Islam dalam kehidupannya[3].


3.     Karir Yang diCapai

Dalam www.kompas.com disebutkan bahwa Julukannya adalah al-Batuul, yaitu wanita yang memutuskan hubungan dengan yang lain untuk beribadah atau tiada bandingnya dalam keutamaan ilmu, akhlaq, budi pekerti, kehormatan dan keturunannya. Lahir bersamaan dengan terjadinya peristiwa agung yang menggoncangkan Makkah, yaitu peristiwa peletakkan Hajarul Aswad disaat renovasi Ka`bah. Beliau adalah anak yang paling dicintai oleh keluarganya, terutama ayahnya. Sebagaimana tampak dalam ucapan Rasulullah SAW ,:"Fathimah adalah bagian dariku, aku merasa susah bila ia bersedih dan aku merasa terganggu bila ia diganggu".[4]  

Ketika Fathimah beranjak dewasa, Abu Bakar dan Umar bergiliran untuk meminangnya namun Rasulullah SAW dengan halus menolaknya. Dan kemudian ia dinikahkan Rasulullah SAW dengan Ali bin Abi Thalib ra dengan mahar berupa baju besi pemberian Rasul atas perintah Allah SWT . Ali bin Abi Thalib ra. bercerita bahwa disaat ia menikahi Fathimah, tiada yang dimilikinya kecuali kulit kambing yang dijadikan alas tidur pada malam hari dan diletakkan di atas onta pengangkut air pada siang hari.[5]

Kemudian Rasulullah SAW membekali Fathimah dengan selembar beludru, bantal kulit yang berisi sabut, dua buah penggiling dan dua buah tempayan air. Saat itu mereka tak memiliki pembantu, maka Fathimahlah yang menarik penggiling itu hingga membekas ditangannya, mengambil air dengan tempat air dari kulit biri-biri hingga membekas dipundaknya dan menyapu rumah hingga pakaiannya terkotori oleh asap api. Manakala Ali mengetahui bahwa Rasulullah SAW memperoleh banyak pelayan, ia berkata kepada Fathimah agar meminta kepadanya seorang pelayan. Namun Rasulullah SAW tidak mengabulkannya dan sebagai gantinya beliau mengajarinya beberapa kalimat do`a, yaitu membaca tasbih, tahmid dan takbir, masing-masing 10 kali setelah sholat dan mengajarkan untuk membaca tasbih 30 kali, tahmid 30 kali dan takbir 34 kali ketika hendak tidur.
Dari pernikahan Ali dan Fathimah, Rasulullah SAW memperoleh 5 orang cucu, Hasan, Husein, Zainab, Ummi Kultsum dan yang satu meninggal ketika masih kecil.  Cinta Rasulullah SAW kepaa Fathimah terlukis dalam sebuah hadits dari Musawwar bin Mughromah, ia berkata "Aku mendengar Nabi SAW berkata ketika Beliau sedang berdiri dimimbar.  Fathimah telah meriwayatkan hadits Nabi SAW sebanyak 18 buah. Beliau wafat pada usia 29 tahun dan dikebumikan di Baqi`pada selasa malam, 3 Ramadhan 11 H.[6]


B.    Latar Belakang Eksternal
     
1.     Kondisi Politik  

Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad Saw adalah sosok wanita teladan dalam Islam yang menjadi manifestasi dari keagungan ajaran agama Ilahi ini dan peran yang mesti dijalani oleh kaum perempuan. Sejak putrinya ini lahir, Nabi SAW memperlakukannya dengan hormat dan cinta untuk mengenalkan kepada umat dan dunia akan kedudukan tinggi kaum Hawa. Beliau mengubah tradisi buruk kaumnya di zaman jahiliyah yang tidak memberi tempat apapun bagi kaum perempuan. Nabi mengenalkan umatnya akan keistimewaan yang ada pada perempuan dan perannya dalam pendidikan, kehidupan politik dan masyarakat[7].
Kehidupan Fatimah (as) dimulai di sebuah rumah yang menjadi basis perjuangan melawan kekafiran dan kemusyrikan. Saat dewasa, Fatimah menjadi pendamping setia sang ayah, Rasulullah Saw dan suaminya, Ali (as) yang berada di front tempur melawan barisan musuh-musuh Allah. Sejak masih kanak-kanak, beliau telah mengerti benar makna perjuangan dan pengorbanan bahkan ikut merasakan derita dan kesulitannya[8]. Fatimah tumbuh besar di pangkuan ayahnya yang memikul risalah dan misi yang sangat agung dari Allah untuk manusia sejagat. Saat masih kanak-kanak, Fatimah bersama ayah, ibu, sanak keluarga dan para pengikut Islam diboikot oleh kaum Quraisy di sebuah lembah bernama Syi'ib Abu Thalib. Mereka berada di sana selama tiga tahun dalam penderitaan. Pengalaman itulah yang membuat Fatimah tumbuh menjadi sosok wanita yang tegar menghadapi segala macam kesulitan di masa mendatang[9].
Di awal-awal masa kenabian, salah satu tugas terpenting para pengikut ajaran dan risalah Islam adalah melindungi jiwa Nabi Muhammad Saw dari gangguan kaum kafir. Sejak mengumumkan risalahnya secara terbuka sampai hijrah ke kota Madinah, Nabi SAW selalu menjadi sasaran gangguan kaum kafir. Para pembesar Quraisy, bahkan ada salah satu paman beliau, mendorong orang-orang untuk menyakiti Nabi. Tak jarang mereka sendiri ikut terlibat secara langsung dalam mengganggu Rasulullah Saw. Saat itu, Fatimah masih berusia kanak-kanak.
Diriwayatkan pula bahwa suatu ketika Nabi Saw sedang bersujud di Masjidul Haram. Mendadak sekelompok orang suruhan Abu Jahal sengaja menjatuhkan perut besar kambing di atas kepala beliau. Berita itu sampai ke telinga Fatimah. Gadis itupun bergegas pergi ke Masjidul Haram. Dengan tangannya yang mungil ia memungut perut besar kambing itu dari sang ayah. Dengan tatapan yang tajam dan lisannya yang fasih Fatimah mengutuk Abu Jahal dan orang-orangnya.
Semakin hari, tekanan kaum kafir terhadap Nabi Saw semakin meningkat. Hari demi hari, Fatimah semakin mengenal berbagai dimensi dari sebuah perjuangan suci, ketegaran dan kegigihan. Sampai akhirnya Nabi Saw hijrah ke kota Madinah setelah gangguan dan siksaan kaum kafir sudah memuncak. Hijrah atau perpindahan dari kota Mekah ke Madinah bukan pekerjaan yang mudah. Sebab, setiap orang yang hijrah harus melewati bahaya dan perjalanan yang sulit. Fatimah pun hijrah ke Madinah bersama dengan beberapa orang perempuan. Rombongan kecil itu dipandu oleh Ali bin Abi Thalib (as) dan bergerak ke Madinah melewati padang sahara dengan terik mataharinya yang menyengat[10].
Setelah menikah dengan Ali (as), Fatimah menyadari benar tugas yang diemban oleh suaminya dalam perjuangan menegakkan agama Allah. Setiap tahunnya, terjadi beberapa peperangan antara kaum muslimin dan kaum kafir. Di sebagian besar front tempur itu, saat Nabi menyertai, Ali ikut mendampingi beliau berperang untuk membela agama Ilahi. Untuk setiap misi ini, Ali terpaksa harus meninggalkan rumah dan keluarganya. Fatimah (as) selalu menjadi pendamping setia dan pelipur lara bagi sang suami[11]. Sekembalinya dari jihad dan pekerjaan dan tiba di rumah, Fatimah menyambutnya dengan setia dan mendorongnya untuk tetap berjuang di jalan Allah.
Fatimah juga aktif membantu keluarga para pejuang dan syuhada. Beliau juga masuk ke barisan para penolong yang merawat pejuang yang terluka di medan perang. Di perang Uhud, ketika melihat ayahnya terluka, beliau membersihkan darah dari wajah sang ayah dan merawat lukanya. Diriwayatkan, saat terjadi perang Khandaq, Fatimah pergi ke front tempur untuk menemui Rasulullah dan mengantarkan roti. Nabi bertanya mengapa engkau datang kemari? Fatimah menjawab, "Ayahku, aku yang membuat roti ini. Hatiku tak kuasa untuk tidak membawanya kemari dan memberikannya kepadamu." Nabi pun bersabda, "Ini adalah makanan pertama yang masuk ke mulutku sejak tiga hari lalu."
Seluruh lembaran hidup Fatimah (as) dipenuhi oleh perjuangan dan resistensi dalam membela kebenaran. Setelah Rasulullah wafat, Fatimah (as) tetap melanjutkan perjuangan ini dengan mengingatkan umat akan bahaya penyimpangan dari jalan yang lurus. Dalam perjuangannya, putri Nabi ini tidak pernah mengharapkan harta, kekayaan, pangkat dan nama. Yang beliau harap hanyalah ridha Allah dan keterjagaan Islam dari penyimpangan dan bid'ah. Riwayat sejarah menyebutkan kisah dialog Fatimah (as) dengan sebagian orang. Dua khutbah beliau yang disampaikan di masjid Nabawi dan di depan kaum perempuan termasuk kelompok khotbah yang terabadikan karena keindahan bahasa dan kedalaman maknanya.
Kaum muslimah di zaman ini adalah kelompok dari tubuh umat Islam yang aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Mereka tak tertinggal dari kafilah kaum pria dalam perjuangan dan keterlibatan dalam berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan. New York Times melaporkan, di seluruh bagian di dunia Islam, dari utara Afrika dan Timur Tengah hingga Asia tenggara kelompok-kelompok wanita dengan budaya yang beragam namun satu dalam keimanan dan kepercayaan agama yang kuat tengah membentuk gerakan yang besar.
Dalam perjalanan ini tak dipungkiri bahwa kaum wanita muslimah memerlukan figur teladan. Fatimah (as) adalah sosok wanita paling sempurna yang bisa menjadi teladan bagi mereka. Semoga dengan adanya figur teladan yang agung ini dan mengenal Islam lebih mendalam, kaum wanita muslimah dapat memainkan peran yang lebih besar dan berkesan di berbagai bidang..[12]
2.     Kondisi Intelektual       
Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para pemeluk Islam dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada mereka tentang prinsip-prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, menerangkan makna dan kandungannya, menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak mereka untuk melaksanakan dan mempraktikkannya. Pada akhirnya Muhammad memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa sepengetahuan siapa pun dari kalangan orang-orang kafir.
Rumah Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama sepanjang sejarah Islam[13], tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama, yaitu Muhammad Rasulallah. Ia sendiri yang mengajar dan mengawasi proses pendidikan disana.Tak sedikit riwayat yang menegaskan keistimewaan Fatimah di hati Rasulullah, di antaranya adalah riwayat yang menceritakan ketika Rasul mengajak keluarganya untuk memeluk Islam, dalam khutbahnya yang masyhur Rasulullah memilih Fatimah di antara putri-putrinya yang lain. Ketika itu ia berseru "Ya Fatimah binti Muhammad mintalah padaku apa yang kamu mau, tapi kelak di hadapan Allah aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu." Atau dalam riwayat lain ketika Rasulullah mendengar kaum Muslim tidak melakukan hukuman potong tangan karena yang melakukan pencurian berasal dari pembesar Quraisy, Rasulullah menyatakan statemennya yang spektrakuler: "Apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya."[14]                                                      
Dua peristiwa ini sebagai bukti begitu dekatnya Fatimah di hati Rasulullah SAW. Apakah dengan demikian Fatimah menjadi anak manja dan besar kepala? Tidak ada waktu bagi seorang putri Rasulullah untuk bermanja, bayangkan di usianya yang baru menginjak 12 tahun Fatimah sudah mengalami apa yang kita kenal dengan embargo ekonomi dan sosial kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin. Selama tiga tahun ia mengalami kelaparan yang sangat dan menyaksikan bagaimana kaum muslimin meninggal satu demi satu untuk mempertahankan aqidahnya.
3.     Kondisi Keagamaan

Keistimewaan dan keutamaan wanita suci ini sungguh tidak terbilang. Perjalanan hidupnya bertabur kemuliaan yang tidak terbatas. Keperibadian dan perilakunya yang lurus benar-benar sesuai dengan sifat orang mukmin. Terdapat banyak hadits dan informasi dari data sejarah Islam yang menerangkan berbagai keutamaan wanita suci nan mulia ini. Di antaranya adalah seperti berikut:
a).   Iman, agama dan kedalaman pemahamannya
Pada masa Jahiliyah, Khadijah tidak seperti wanita Quraisy pada umumya. Ia begitu istimewa karena memiliki kehormatan, kedudukan yang tinggi, keimanan sejati, berjiwa besar dan perilaku yang suci sehingga memperoleh gelar sebagai Ath-thahirah atau wanita suci. Ia adalah wanita yang dekat dengan sumber-sumber keimanan. Di dalam jiwanya, ia banyak merasakan kegelisahan terhadap fenomena paganisme jahiliyah. Oleh karena itu, tidak jarang ia mencurahkan kegelisahannya kepada Waraqah Bin Naufal. Sebelum berpijaknya Islam, Khadijah menganut agama hanif (agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as) yang berpegang kepada manhaj tauhid. Keimanannya sama sekali tidak pernah tercemar dengan lumpur ataupun noda-noda paganisme jahiliyah yang masih tersebar. Kualitas keimanan wanita terbaik penghuni syurga ini sebelum kedatangan Islam setelah Khadijah dipilih oleh Allah SWT menjadi pendamping hidup Muhammad SAW, ia menjadi wanita yang pertama memeluk Islam, percaya dan beriman kepada Allah SWT serta Rasulullah SAW.[15]
Fatimah, memiliki banyak julukan, julukannya yang paling masyhur adalah Az Zahra yang artinya bercahaya, berkilau. Ulama berbeda pendapat dalam sebab dijulukinya Az Zahra, ada yang mengatakan karena Fatimah adalah bunga Rasulullah, yang lain mengatakan karena Fatimah berkulit putih, pendapat ketiga mengatakan karena apabila Fatimah beribadah dalam mihrabnya (mushalah) maka cahayanya menerangi mahkluq yang ada di langit seperti halnya cahaya bintang menerangi makhluq yang ada di bumi. Selain Az Zahra, Fatimah mendapat julukan Ash Shiddiqah (orang yang percaya), Al Mubarakah, At Thahirah, Az Zakiyyah, Ar Radhiyah, Al Murdhiyyah.[16]
4.     Kondisi Sosial

Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta. Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman.[17]
Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.
Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab adalah anak-anak teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.
C.    Corak Berfikir
Fathimah az-Zahra adalah sosok wanita paling mulia yang pernah hidup di muka bumi. Beliau lahir di dalam rumah suci nubuwwah dan tumbuh besar dalam lingkaran wahyu. Beliau yang saat kecil tidak gemar permainan anak-anak, bahkan ketika bermain lebih banyak berzikir kepada Allah swt. Beliau juga yang menyaksikan bagaimana perlakuan musyrikin Mekkah terhadap ayah tercintanya.
Fatimah senantiasa mendukung perjuangan Ali as dan pembelaannya terhadap Islam sebagai risalah ayahnya yang agung nan mulia. Dan suaminya senantiasa berada di barisan utama dan terdepan dalam setiap peperangan. Dialah yang membawa panji Islam dalam setiap peperangan kaum muslimin. Ali pula yang senantiasa berada di samping mertuanya, Rasulullah saw. Fatimah senantiasa berusaha untuk berkhidmat dan membantu suami, juga berupaya untuk meringankan kepedihan dan kesedihannya. Beliau adalah sebaik-baik istri yang taat. Beliau bangkit untuk memikul tugas-tugas layaknya seorang ibu rumah tangga. Setiap kali Ali pulang ke rumah, ia mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan di sisi sang istri tercinta. Fatimah as merupakan pokok yang baik, yang akarnya menghujam kokoh ke bumi, dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Fatimah dibesarkan dengan cahaya wahyu dan beranjak dewasa dengan didikan Al-Qur’an.[18]
Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta. Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman. Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.



[1]http://madinah-al-hikmah.net/2010/11/13/siapa-ahlul-bayt-dalam-ayat-33-surat-al-ahzab/

[2] Muhammad Abduh Yamani, Hanya Fathimah Bunga Nan Jadi Bunda Ayahnya, (Surabaya: Mizan Media Utama, 2007), hal. 4

[3] Ibid., hal. 5
[5] Yamani, Hanya..., hal. 5
[6] www.madrasahgemilang.org

[7] Al-Hasyimi, Wanita-Wanita,...., hal. 22.

[8] Al-Hasyimi, Wanita-Wanita,...., hal. 23.

[9] Ibid., hal. 24.
[10] Al-Hasyimi, Wanita-Wanita,...., hal. 25.

[11] Ibid., hal. 26.
[12] www.madrasahgemilang.org.

[13] As-Siirat un-Nabawiyyah, Jilid I, m/s 452, daftar urut yang sama di tulis Ibnu Ishaq.

[14] Abdul Muni’im Al-Hasyimi, Wanita-Wanita Teladan Yang diAbadikan Al-Qur’an,                   ( Jakarta: Mitra Pustaka, 2000), hal. 15.
[15] M.Ibrahim Sulaiman, Shifatus Shafwah, Ibnu Jauzi:Min `Alamin Nisa',M.Ali qutfb: Nisa Khaula Rasul.

[16] http://teladanqt.blogspot.com/2008/12/fatimah-az-zahra-teladan-setiap.html. diakses tanggal 12 Desember 2008.


[17] http://s8.invisionfree.com/islamic/ar/t9.htm diakses tanggal 28 Oktober 2010.
[18] Abdul Muni’im Al-Hasyimi, Wanita-Wanita..., hal. 17.