A. Latar Belakang Munculnya Metode Mastery Learning
Ide dari
belajar tuntas (mastery learning) adalah relatif tua. Awal tahun 1920-an telah ada paling tidak dua usaha besar untuk
memperoleh ketuntasan dalam belajar siswa. Salah satunya adalah Winnetka Plan
dari Carleton Washburne dan kelompoknya; sedangkan yang lain dibangun suatu
pendekatan oleh Prof. Henry C. Morrison pada Universitas Chicago Laboratory
School.[1]
Pendekatan
ini diberikan dengan banyak keistimewaan sebagai
berikut: Pertama,
ketuntasan didefinisikan dalam bantuk pendidikan khusus yang obyektif,
masing-masing siswa diharapkan untuk mencapainya. Pengertian obyektif untuk
Washburne, sedang kognitif dan afektif dan bahkan psikomotor untuk Morrisen, Kedua, pembelajaran telah diatur kedalam
satuan belajar yang baik. Masing-masing satuan memuat kumpulan dari bahan ajar
yang secara sistematis disusun untuk mengajar yang diinginkan tujuan
masing-masing satuan (Washburne) atau tujuan (Morrison), Ketiga, ketuntasan lengkap dari
masing-masing satuan diperlukan siswa sebelum mengerjakan satuan selanjutnya.
Keistimewaan ini secara khusus penting dalam Winnetka Plan karena satuan-satuan
tersebut dijaga untuk disusun sehingga pembelajaran dari masing-masing satuan
dibangun pada belajar sebelumnya, Keempat, ungraded,
tes diagnosa perkembangan diadministrasi pada perlengkapan dari masing-masing
satuan untuk memberikan umpan balik pada kemampuan belajar siswa. Tes ini
diindikasikan satuan ketuntasan, dan kemudian dikuatkan belajarnya atau hal ini
mengutamakan alat-alat yang masih dia perlukan untuk ketuntasan, Kelima, pada dasarnya informasi diagnosa
ini, masing-masing pembelajaran siswa semula ditambah dengan perbaikan
pembelajaran khusus sehingga dapat melengkapi satuan belajarnya.[2]
Dalam
Winnetka Plan, terutama bahan-bahan praktek pembelajaran
sendiri telah digunakan, meskipun guru kadang-kadang memberi pelajaran secara
individu atau kelompok kecil. Dalam pendekatan Morrison bermacam-macam
perbaikan digunakan contohnya, pembelajaran kembali, memberi pelajaran
tambahan, menyusun kembali aktivitas belajar, dan melangsungkan kembali
kebiasaan belajar siswa. Akhirnya, waktu telah digunakan sebagai variabel dalam
pembelajaran individual dan dengan demikian dalam membantu perkembangan siswa
belajar tuntas terhadap Winnetka Plan siswa belajar melangkah sendiri masing-masing
siswa memberikan semua waktu yang mereka perlukan untuk menuntaskan satu
satuan. Sedang metode Morrison masing-masing siswa diberikan waktu belajar yang
diperlukan gurunya untuk membawa siswa atau hampir semua siswa pada ketuntasan
satuan.[3]
0 Comments
Post a Comment